Dr. David Santoso, SpKj. MARS |
AMBON Tribun-Maluku.Com- Direktur Rumah Sakit Khusus (RSK) Ambon Dr. David Santoso, SpKj. MARS mengakui sempat kaget setelah meñgètahùi dari pemberitaan beberapa media lokal kalau salah satu pegawai kontraknya sudah ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan Hilda Nithalia Leuwol yang merupakan pacarnya serta juga salah satu pegawai kontrak pada RSK Ambon.
Kepada Tribun-Maluku.Com di ruang kerjanya Rabu (15/10) Santoso menjelaskan, kalau tidak mempercayai perbuatan biadab yang dilakukan Butje Batmamolin terhadap Nitha Leuwol yang juga adalah pacarnya sendiri.
Ia mengakui kalau Butje merupakan salah satu pegawai yang sangat sopan, baik serta ramah terhadap orang lain, tidak mungkin bisa melakukan perbuatan sadis tersebut.
Dari awal mulai masuk kerja tidak nampak hal-hal yang menggambarkan pribadi anak buahnya adalah seorang yang sadis, seperti dari cara bicara dan lainnya.
Ditambahkan, awal masuk sebagai seorang pegawai kontrak pihaknya melakukan tes kejiwaan terhadap Butje Batmamolin dan tidak nampak hal yang negatif semuanya baik saja.
Sementara terkait dengan managemen Kontrak pada RSK menurut Santoso, pada saat kejadian pembunuhan terhadap pacarnya itu, Butje sempat dipanggil dan dari wajah Butje tidak menunjukan kalau dirinya bersalah dan melakukan perbuatan tersebut.
Sesuai dengan kontrak yang ditandatangani Butje pada RSK dan kalau sudah ditetapkan sebagai tersangka, serta tidak lagi bekerja maka dilakukan pemutusan hubungan kerja.
Sampai hari ini belum ada surat resmi dari Polres kalau Butje sudah ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan pacarnya Hilda Nathalia Leuwol.
Kepala Tata Usaha RSK Ambon Ny. M. Polattu kepada Tribun-Maluku.Com diruang kerjanya membenarkan kalau pelaku dan korban pembunuhan benar adalah pegawai kontrak RSK Ambon.
Hilda Nathalia adalah pegawai kontrak yang baru saja kerja di RS tersebut selama seminggu dan masih dalam proses orientasi atau pengenalan lingkungan RS, sementara Butje sudah bekerja sebagai pegawai honor hampir 2 tahun.
Terkait dengan tindakan yang diambil oleh pihak RSK menurut Polatu, sudah pasti akan diberhentikan karena sesuai dengan kontrak yang ditandatangani apabila tidak bekerja maka dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Dikatakan, pegawai yang sudah PHK tidak mendapat pesangon sesuai dengan MOU yang ditandatangani dan bukan karena dirinya sudah ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan sadis, melainkan dihitung berapa lama tidak masuk melakukan tugasnya sebagai pegawai RS.(TM05)