Ambon, Tribun-Maluku.com : Gubernur Maluku Said Assagaff mempersilakan DPRD setempat untuk menelusuri pengadaan gedung kantor cabang PT.Bank Maluku di Surabaya pada akhir 2014 senilai Rp54 miliar.
“Silakan sekiranya DPRD menyepakati dibentuk panitia khusus (Pansus) dengan idealnya mengkoordinasikannya dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Maluku,” kata Gubernur Said saat dikonfirmasi, Rabu (27/5).
Pertimbangannya OJK Maluku bersama tim dari PT.Bank Maluku terdiri dari Komisaris dan Direksi telah melakukan peninjauan ke Surabaya guna menelusuri pengadaan gedung kantor cabang di sana pada pekan lalu.
“Saya dalam kapasitas sebagai pemegang saham utama PT.Bank Maluku yang wilayah kerjanya meliputi Provinsi Maluku dan Maluku Utara telah menerima laporan tim dari Surabaya bahwa tidak ada masalah,” ujarnya.
Tim saat di Surabaya bertemu dengan berbagai pihak terkait pengadaan gedung kantor cabang PT.Bank Maluku di sana sehingga laporan tidak ada masalah ini nantinya dievaluasi.
“Jadi sekiranya DPRD Maluku melalui rapat Badan Musyawarah (Bamus) memutuskan dibentuk Pansus silakan saja karena itu mekanisme di legislatif dengan tetap menjaga kaidah – kaidah perbankan,” tegas Gubernur.
Sebelumnya, Ketua DPRD Maluku, Edwin Adrian Huwae mengemukakan, legislatif setempat mensinyalir adanya permainan oknum tertentu di PT. Bank Maluku untuk menggelembungkan (mark up) anggaran pembelian gedung kantor cabang baru di Surabaya (Jatim) hingga mencapai Rp54 miliar.
“Untuk membuktikan sinyalemen ini, kami telah melakukan rapat badan musyawarah (Bamus) DPRD dan sepakat membentuk panitia khusus (Pansus) PT.BM,” katanya.
Dalam rapat, hampir seluruh anggota dari fraksi-fraksi sepakat membentuk Pansus karena sinyalemen mark up anggaran itu sudah menjadi perhatian publik sehingga menjadi atensi DPRD untuk ditelusuri.
Selain persoalan anggaran pembelian kantor cabang di Surabaya, masalah lain di BUMD milik Pemprov Maluku maupun Maluku Utara itu juga akan ditelusuri.
Menurut Edwin, tugas Pansus juga mengungkap sejauh mana dampak dari persoalan yang melilit PT. Bank Maluku berkaitan dengan repo saham yang mengakibatkan kerugian Rp262 miliar dan dugaan mark up pembelian kantor cabang.
“Khusus untuk dugaan pembelian kantor cabang, informasi yang didapat oleh Bamus bahwa antara harga pembelian dengan realitas terjadi selisih yang begitu besar,” ujarnya.
Sebab dari satu sisi, pembelian gedung kantor baru seberapa urgent untuk PT. Bank Maluku, itu yang Legislatif ingin tahu kenapa mesti menggelontorkan sekian banyak uang miliaran rupiah untuk kepentingan pembangunan kantor cabang.
“Padahal dalam situasi faktual, menurut kami di DPRD belum merupakan suatu kepentingan mendesak PT. BM miliki kantor cabang di Surabaya,” tandas Edwin.
Di sisi yang lain, baru saja terjadi kerugian cukup besar dana operasional PT. BM berkaitan dengan repo saham, tiba-tiba mau buka cabang.
Selain itu sesuai peraturan BI mestinya sebuah bank dengan omzet Rp1 triliun sebenarnya cuma punya kewenangan buka kantor cabang sampai level pembiayaan Rp8 miliar, tetapi anehnya bisa dikeluarkan uang PT. BM sampai Rp54 miliar.
“Informasi yang kami terima juga dari aparat penegak hukum sudah melakukan proses penyelidikan dan penyidikan sehingga DPRD sangat mendukungnya berjalan secara transparan agar masyarakat bisa tahu apa yang sebenarnya terjadi di perusahaan milik daerah itu,” kata Edwin Huwae. (ant/tm)