Ambon, Tribun Maluku. Ketidakpastian hukum selama lebih dari satu dekade masih membayangi Kesatuan Masyarakat Hukum Adat (KMHA) di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) Provinsi Maluku.
Hal ini disoroti oleh pengacara muda asal Saka Mese Nusa, Marsel Maspaitela, yang menyampaikan seruan tegas melalui grup WhatsApp Forum Saka Mese Nusa, Senin (19/5/2025).
Menurut Marsel, sejak Undang-Undang Desa disahkan pada tahun 2014, jangka waktu penetapan kode administrasi wilayah untuk negeri hanya diberikan satu tahun oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Namun, Pemda SBB baru mulai melakukan verifikasi, validasi, dan identifikasi KMHA pada tahun 2021.
Akibat kepentingan politik calon kepala daerah dan anggota legislatif, skema Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) tetap dijalankan, sementara proses penetapan negeri sebagai KMHA justru terabaikan.
“Sekarang sudah tahun 2025. Artinya, sudah 11 tahun KMHA mengalami ketidakpastian hukum dalam menjalankan pemerintahannya,” ujar Marsel.
Marsel menambahkan bahwa dua peraturan daerah penting, yakni Perda No. 13 Tahun 2019 tentang Negeri dan Perda No. 14 Tahun 2019 tentang Sandiri Negeri, telah disahkan.
Oleh karena itu, menurutnya, masyarakat hukum adat memiliki dasar hukum kuat untuk memperjuangkan nasib mereka.
“Mari basudara KMHA, katong (kita) bersatu dan berjuang bersama. Negeri adalah kesatuan masyarakat hukum adat, dan kita wajib menyelamatkan eksistensi dan hak-hak kita sendiri,” tegas Marsel.
Seruan ini muncul di tengah desakan dari berbagai elemen masyarakat adat di Maluku yang meminta kejelasan status negeri dan pengakuan formal oleh pemerintah pusat, terutama dalam sistem administrasi Kemendagri.






