Ambon, Tribun-Maluku.com
Masalah SK ganda ini bermula ketika SK dari DPP Partai Nasdem untuk menentukan para Caleg di Maluku pada tanggal 18 April, dibuka sampul SK oleh Sekretaris DPW di hadapan rapat pleno Nasdem Maluku dan setelah dibacakan para caleg didalamnya sudah menetapkan semua para caleg yang didalamnya termasuk Christian Rahanra, hal ini dikatakan Neles Sedubun, Pendiri sekaligus Pengurus DPW Partai Nasdem Provinsi Maluku, kepada Tribun-Maluku.com, Rabu (24/4)
Dijelaskan Sedubun, dalam rapat pleno Nasdem, oleh ketua DPW Hamdani Laturua bahwa SK ini final dan mengikat dan tidak ada perubahan karena menyangkut legalitas dan kewibawaan dari SK DPP partai Nasdem.
Dalam penyampaian kewibawaan SK DPP, tandas Sedubun, ada Tanggapan untuk meninjau kembali SK ini, namun Hamdani Laturua, Herman Hattu dan Martinus Poceratu tetap ngotot SK ini tidak ada perubahan dan mengikat.
Kemudian pada tanggal 20 April 2013, ada inisiatif dari Ketua DPW Maluku dan Wakil Sekretaris Rasid Wokanubun untuk membahas dua agenda yaitu untuk membahas Sekretaris DPC Aru dan Rian Rahanra.
Dia mengisahkan, pada saat itu ada yang mengusulkan untuk yang melanggar harus diberi sanksi dan ada yang mengusulkan untuk persoalan yang terjadi diklarifikasi dan diselesaikan.
Setelah dialog yang cukup alot, tambah Sedubun, akhir dari pertemuan ini yaitu dengan adanya resume untuk persoalan dua agenda ini diserahkan ke DPP Partai Nasdem.
Sedubun dengan tegas membantah pernyataan dari Ketua DPW Nasdem Provinsi Maluku Hamdani Laturua seperti yang pernah diberitakan bahwa perubahan nama caleg ini telah melalui persetujuan forum dalam rapat pleno DPW.
“Tidak ada Rapat Pleno untuk menyetujui perubahan nama caleg, yang ada kedua persoalan yang sudah masuk dalam agenda, diserahkan ke DPP partai Nasdem,” tandasnya
Yang menjadi permasalahan, jelas Sedubun, tindak lanjut dari resume rapat tanggal 20 April, tidak ada penjelasan resmi dari DPP terkait agenda rapat pleno.
Tiba-tiba ada kebijakan yang diambil tanpa sepengetahuan pengurus DPW yang menggantikan saudara Cristian Rahanra dengan Lerebulan yang namanya tidak ada dalam SK DPP partai Nasdem.
Dia mempertanyakan dasar keputusan SK kedua yang dikeluarkan.
“Kalau ada penjelasan atau petunjuk dari DPP paling tidak harus disampaikan untuk diplenokan dengan pengurus DPW Nasdem Maluku. Kenyataannya tidak ada penjelasan sedikitpun dari DPP Partai Nasdem.,” jelas Sedubun.
Dengan demikian apa yang dilakukan oleh Ketua dan Sekretaris DPW Nasdem Provinsi Maluku terhadap saudara Cristian Rahanra, menurut Sedubun, merupakan kebijakan yang melanggar etika organisasi dan melanggar prosedur.
SK ini setelah dilihat secara fisik jika dibandingkan dengan SK yang pertama, perlu untuk dicurigai karena terindikasi segala bentuk paraf dan tanda tangan tidak sama sesuai dengan SK yang pertama.
Kalaupun memang terjadi perubahan SK seperti yang dijelaskan dari ketua DPW dan sekretaris DPW Nasdem Maluku, maka sebagai Sekjen DPP partai Nasdem tentu memahami bentuk-bentuk dari prosedur administrasi perubahan SK itu sendiri.
“JIka memang SK kedua ini dari DPP, Saya menilai bahwa kemampuan dari Sekjen sangat mengecewakan para kader karena tidak mampu untuk melakukan administrasi secara profesional,” kata Sedubun
Sangat lucunya SK ini di dalam item-item tidak dicantumkan untuk membatalkan SK yang pertama setelah dibawa SK kedua yang dibawa Abdullah Marasabessy, SE.
“SK ini satu itempun tidak dicantumkan oleh pengurus DPP untuk membatalkan SK DPP yang pertama untuk para caleg dari provinsi Maluku khususnya dapil VI,” jelasnya.
Dengan adanya perubahan SK ini perlu dicurigai adanya rekayasa dan kejahatan politik antara oknum-oknum tertentu dari DPW Nasdem Maluku.
Dia selaku salah satu pendiri dan pengurus di DPW partai Nasdem merasa kecewa dengan kinerja yang dilakukan oleh oknum-oknum dalam hal ini Ketua dan Sekretaris DPW Nasdem Maluku.
Untuk itu dirinya meminta Ketua Umum Nasdem dan pengurus DPP Nasdem untuk dapat menangani masalah ini dengan baik dan dapat menyampaikan secara terbuka kepada pengurus DPW dan para kader.(TM02)