Ir. Maimuna Tualeka, M.Si |
AMBON Tribun-Maluku.Com, Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia.
Pemenuhan kebutuhan pangan tersebut dihadapkan pada berbagai tantangan diantaranya; Perubahan iklim global, Konversi lahan dan Laju pertumbuhan penduduk.
Oleh karena itu upaya peningkatan produksi melalui operasional perlindungan tanaman perlu dilakukan secara profesional yaitu dengan strategi pengamanan produksi terhadap gangguan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dan Dampak Perubahan Iklim (DPI).
Demikian keterangan Kepala Balai Proteksi Pertanian dan Peternakan Maluku Ir. Maimuna Tualeka, M.Si kepada Tribun-Maluku.Com di ruang kerjanya kemarin.
Menurut Tualeka, Sistim Budidaya Tanaman yang di atur dalam UU No. 12 Tahun 1992 di mana Pasal 20 menetapkan bahwa perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistim Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dan PP No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman bahwa; pengendalian menjadi tanggung jawab pemerintah dan masyarakat, dimana masyarakat (petani) sebagai tanggung jawab utama sedangkan pemerintah melakukan intervensi pada kondisi kritis jika petani tidak mampu mengatasi gangguan hama dan penyakit tanaman seperti eksplosi.
Target perlindungan tanaman dalam pembangunan pertanian tahun 2013 adalah menjaga produktivitas pada taraf yang tinggi dengan menurunkan luas serangan OPT di bawah 3 persen dari luas tanaman artinya, 97 persen pertanaman aman dari gangguan OPT, meningkatkan mutu produksi pertanian serta kualitas lingkungan terpelihara, untuk itu diperlukan pengelolaan yang serius terhadap kemungkinan muncul dan berkembangnya OPT.
Dijelaskan, OPT utama pada tanaman padi dan merupakan OPT endemis pada 4 wilayah sentra padi di Maluku yaitu dataran Waeapo Kabupaten Buru, dataran Kairatu Kabupaten SBB, dataran Pasahari Kabupaten Maluku Tengah dan dataran Waematakabo Kabupaten SBT saat ini adalah; Penggerek batang, Hama putih palsu, Walang sangit, Tikus, Ulat grayak dan Blast.
Luas serangan 6 OPT utama tahun 2011 dibandingkan tahun 2012 mengalami penurunan cukup signifikan yaitu 2.093,2 Ha tahun 2011 turun menjadi 1.256,2 Ha tahun 2012, di mana serangan tertinggi terjadi pada bulan Mei dan Agustus untuk OPT Penggerek batang dan Hama putih palsu dan serangan OPT terendah terjadi pada bulan November-Desember untuk OPT Walang sangit, Tikus dan Blast.
Dikatakan, Provinsi Maluku mempunyai persentase pengamanan produksi tahun 2012 sebesar 5,08 persen angka ini berada di atas angka Nasional yaitu 5 persen dan tahun 2013 target pengamanan produksi hanya 3 persen total luas tanam yang terkena serangan OPT.
Untuk mencapai target tersebut membutuhkan beberapa usaha seperti; pengawalan yang ketat, butuh keterpaduan, koordinasi dan harmonisasi semua insan pertanian di lapangan, strategi dan informasi yang sampai ke petani sebagai pemilik lahan sekaligus pemilik produksi.
Menurutnya, membangun strategi pengamanan produksi pertanian di Maluku meliputi; (1) Memadukan berbagai teknik pengendalian dengan mengutamakan upaya preventif (pencegahan) dengan perencanaan agroekosistem yaitu melakukan tanam serentak, pergiliran tanaman (varietas), tanaman varietas yang tahan terhadap banjir atau kekeringan, penggunaan benih sehat, penggunaan tanaman refugia sebagai rumah musuh alami dan penggunaan pupuk organik. (2) Upaya responsif (pengamatan) yang dikenal dengan pemantauan agroekosistem yaitu melakukann upaya pengendalian berdasarkan pengamatan OPT pada musim berjalan secara rutin (mingguan) dan identifikasi OPT yang akurat oleh petugas pengamat yaitu apabila terjadi gejala (SPOT) sesuai pengamatan periodik maka segera dikendalikan, dan apabila dalam pengamatan ditemui populasi OPT di bawah ambang pengendalian maka menggunakan pestisida ramah lingkungan namun jika OPT diatas ambang pengendalian maka segera di buat peringatan dini/bahaya agar diberikan rekomendasi pengendalian menggunakan pestisida kimia dengan memperhatikan 6 Tepat yaitu (Sasaran, Dosis, Cara, Waktu, Jenis dan Konsentrasi).
Dikatakan, saat ini berbagai upaya pengamanan produksi padi telah dilakukan yaitu melalui pertemuan tahunan petugas POPT-PHP di tingkat Provinsi, gerakan pengendalian OPT, peningkatan kapasitas petani mengenai pengolahan agroekostem berprinsip PHT melalui Sekolah Lapang Pengendali Hama Terpadu (SLPHT) dan Sekolah Lapang Iklim (SLI), Kesiagaan Brigade Proteksi Tanaman (BPT), Pemberdayaan alumni SLPHT sebagai Regu Pengendali Hama (RPH) dan Petani Pengamat serta Pemberdayaan Laboratorium Pengamatan Hama Penyakit (LPHP) untuk mengeksplorasi produk pestisida ramah lingkungan dan surveillance OPT secara periodik serta informasi antisipasi serangan OPT berupa peramalan OPT sepanjang tahun 2013 (musim tanam I dan II) telah disebarkan ke Balai-Balai Penyuluhan Pertanian dan Koordinator Penyuluh Pertanian sebagai warning dalam menetapkan waktu tanam atau antisipasi bersama timbulnya OPT pada masing-masing wilayah sentra padi di Maluku.
Diakuinya, upaya-upaya tersebut belum optimal bila dibandingkan dengan luas pertanaman di Maluku saat ini sekitar 24.723 Ha. Upaya pengamanan produksi untuk luas seluruhnya tidak mungkin dilaksanakan oleh pemerintah, namun melalui berbagai kegiatan diharapkan dapat merangsang petugas lapangan dan petani agar efektif dalam melaksanakan tugas pengendalian OPT utama padi sawah.
Pertanyaannya adalah; Kenapa harus terjadi Puso ? Kenapa target produksi padi per hektar masih di bawah standar Provinsi lain ? Jawabannya banyak aspek yang mempengaruhinya.(02TM)