Moa, Tribun-Maluku.com : Sarana air bersih merupakan kebutuhan utama dari seluruh umat manusia di muka bumi ini. dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, maka air bersih sangat diperlukan untuk memasak, mencuci dan mandi.
Namun di Kabupaten Maluku Barat Daya masih banyak daerah yang masih saja kekurangan sumber air bersih, seperti Marsela (Desa Lawawang) , Daweloor (Desa Nurnyaman) dan Wetar (Desa Kahiling).
Akibat dari ketidaktersediaan sarana air bersih ini, maka sebagian masyarakat di tiga desa ini banyak yang menderita penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Hal ini dikarenakan air yang dikonsumsi banyak mengandung garam (air salobar).
Di desa Kahilin Kecamatan Wetar misalnya, demi untuk mendapatkan air yang mengandung garam (salobar) tadi, warga harus berebutan pada salah satu sumber mata air yang bersal dari dalam goa (Lubang batu) karena air tersebut bisa diambil apabila air laut dalam keadaan surut dan tidak bisa diambil kalau air lautnya dalam keadaan pasang.
Kondisi ini terjadi sudah sejak negara ini memperoleh kemerdekaan pada 68 tahun silam. Sekertaris Desa Kahilin Andarias Lanjaja kepada media ini di desa Kahilin beberapa waktu lalu mengatakan, bahwa sudah sejak dulu kami bertahan dengan kondisi seperti ini.
“Kami harus berjalan dari desa ke lokasi sumber air ini sejauh 100-200 meter demi mendapatkan air untuk dikkonsumsi walaupun airnya dari segi kesehatan tidak layak untuk dikonsumsi namun harus bagaimana lagi, karena satu-satunya sumber air hanya ada di tempat ini”, kata Lanjaja
Ditanya soal dampak dari mengkonsumsi air tersebut, Andi menjelaskan, di Kecamatan Wetar ini, hanya desa Kahilin yang sangat kesulitan air bersih dan sumber air ini digunakan untuk mandi, masak dan mencuci. Sebagai akibatnya, maka sebagaian masyarakat di desa kami menderita penyakit ISPA, Batuk darah dan penyakit kulit lainnya.
Dijelaskan, apabila kondisi air laut yang lagi pasang, maka tidak bisa mengambil air karena lokasinya tidak mengijinkan, sehingga harus menunggu air lautnya surut baru bisa mengambil air walaupun sudah larut malam dengan lokasi yang sangat menantang (curam).
Selama ini, tambah Lanjaja, warga desa tidak merasa malu dan minder ketika ada stigma dan presepsi di tengah masyarakat bahwa warga kahilin tidak pernah mandi, ataupun malas mandi.
“Kami selalu menerima kenyataan itu dengan lapang dada karena sumber air di desa kita tidak ada dan untuk mendapatkan satu cerigen air saja kami rela menunggu kondisi air laut hingga surut. Bukan kami malas mandi,” tegas Sekdes.
Olehnya itu sebagai perwakilan Pemerintah di desa, maka atas nama masyarakat Desa Kahilin mengharapkan adanya Pemerintah baik Pusat maupun Kabupaten mengenai kondisi dan permasalahan sosial yang ada.
“Selama ini sangat dilupakan oleh Pemerintah tapi kami selalu sabar dan menunggu mungkin saja pintu hati Pemerintah kami diketuk dan mau mendengar keluhan dan aspirasi kami yang kami masyarakat di Desa kahilin ini,” harapnya ™