Ambon,Tribun-Maluku.Com : Prof. Dr(HC). S.D. Nuniary, M.Min meminta Menteri Pendidikan Nasional bersama stafnya untuk mempertimbangkan kembali perlaksanaan Kurikulum 2013 karena dinilai sarat dengan berbagai kekurangan dan bernuansa diskriminatif.
Nuniary berpendapat jika seseorang gagal membuat perencanaan maka akan gagal pula dalam pelaksanaan perencanaannya, dari pikiran dasar tersebut dirinya hendak memberikan pendapat kepada pemegang policy di bidang Pendidikan di Indonesia yakni Menteri pendikan dan Kebudayaan nasional serta para stafnya baik di pusat maupun di daerah.
Menurutnya, Menteri pendidikan dan Kebudayaanlah selaku pemegang policy membuat pendidikan di tanah air menjadi merah atau hitam, sementara staf ahli Menterilah yang meramu. Selanjutnya menurut Nuniary jika para staf ahli mentri yang meramu policy pendidikan di Indonesia, maka pantaslah mereka harus dipadukan dengan praktisi antara antara lain harus melibatkan kelompok-kelompok organisasi profesi guru, sebagai contoh harus libatkan PGRI, Badan musyarawah Perguruan Tinggi Swasta, asosiasi-asosiasi profesi guru yang selama ini terlibat dalam proses pendidikan di sekolah.
“Libatkan PGRI, badan Musyawarah Perguruan Tinggi Swasta, libatkan asosiasi-asosiasi profesi guru yang selama ini itu mandi basah dengan proses pelaksanaan pendidikan di sekolah”, kata Nuniary.
Menurutnya jika Menteri sudah melakukan hal itu dalam proses awal sampai menghasilkan kurikulum 2013, maka patut dipertanyakan apakah yang dimaksudkan dengan kurikulum 2013? Terutama definisi dari Kurikulum itu sendiri.
Dari pihak Kementerian pendidikan saja belum ada defenisi tentang kurikulum 2013. Ia menyebutkan juga angka 13 itu merupakan angka bahaya dimana sampai saat ini ada kepercayaan sebagian orang bahwa angka 13 itu adalah angka sial dimana dirinya takut kurikulum 2013 adalah kurikulum sial. Dimana dalam proses yang berjalan sekarang saja dirinya menganggap sudah sial, karena dinilai tidak matang dan semua komponen pelaksanaan maupun yang menerima kurikulum tidak siap.
“Yang berkiprah dan memproses pelaksanaan dari pada sebuah kurikulum tidak siap, persiapan kurikulum ini secara konseptual saja masih sangat jauh, dimana seharusnya pelaksanaan sosialisasi dan implementasinya bertingkat-tingkat. “Implementasi tahap satu, tahap dua dan tahap tiga, itu namanya merencanakan kesuksesan” kata Nuniary.
Sebagai contoh, Nuniary menyebutkan, Indonesia sebagai Satu Negara Kesatuan Republik Indonesia harus memilah sekolah A dan sekolah B dalam pelaksanaan Kurikulum 2013, sementara sekolah lain apakah adalah sekolah kambing yang dianggap tidak layak untuk melaksanakan kurikulum 2013? Ataukah sekolah ayam?
Dengan tegas Nuniary katakan, sebagai sebuah Negara kesatuan yang tengah mensosialisasikan 4 pilar kebangsaan maka tidaklah wajar hanya menerapkan kurikulum 2013 bagi sebagian sekolah sementara sebagian sekolah lagi hanya berperan sebagai penonton dengan segala konsekuensi logisnya.
Menurut Nuniary, Menteri sendiri tidak menghayati 4 pilar kebangsaan yang tengah diupayakan oleh pemerintah RI saat ini menyusul adanya berbagai kemelut yang mencoba menghancurkan keutuhan bangsa dan Negara Kesatuan RI. Bahkan lebih jauh menurut praktisi pendidikan di Maluku ini, Empat pilar Kebangsaan itu hendaknya diwujudkan dalam kurikulum pendidikan barulah betul, kata dia.
Oleh karena itu dirinya mendesak kepada Menteri agar mengkoordinasikan lewat staf ahlinya untuk menghadirkan juga pihak lain yang juga punya kepentingan dalam stakeholder pendidikan ini lalu bertukar pikiran untuk membentuk Satgas tingkat provinsi masing-masing dengan nama Satuan Tugas Persiapan implementasi dan ujicoba kurikulum 2013 di tingkat provinsi , karena masing-masing wilayah memiliki karakteristik yang tidak sama (TM_05)