Ambon, Tribun-Maluku.com : PAPUA dan Jawa Timur boleh saja diklaim sebagai sentra pembinaan sepak bola usia muda di Tanah Air. Tapi, dalam lembaran sejarah perjalanan sepak bola nasional hanya Tulehulah satu-satunya desa yang mampu menjuarai kejuaraan nasional ketika punggawa-punggawanya didaulat mewakili Maluku di kompetisi Liga Remaja Usia di bawah 15 tahun atau Piala Medco U-15.
Karena pembinaan di Lapangan Matawaru Tulehu, Kecamatan Salahutu, Maluku Tengah, bersifat alami, Negeri di utara Pulau Ambon itu acap kali dijuluki Brazil-nya Maluku dan Indonesia.
Nama-nama pesohor seperti Mustafa Umarella, Khairil Anwar Pace Ohorella, Imran Nahumarury, Dedi Umarella, Ramdani Lestaluhu, Ricky Ohorella, Hasyim Kipuw, Hendra Adi Bayauw, Rizky Pellu, Abdul Rahman Lestaluhu, Muhamad Abduh Lestaluhu, Syaiful Bachri Ohorella, Sedek Sanaky, Alfian Tuasalamony, Riky Bardes Leurima, dan lainnya ikut mewarnai keberhasilan timnas Merah Putih di sejumlah event nasional dan internasional dari kurun 1970-an hingga 2013.
’’Sampai sekarang di Tulehu itu masih ada pembinaan usia dini dan usia muda. Mereka tak pernah putus berlatih,’’ jelas Gubernur Karel Albert Ralahalu dalam bincang-bincang dengan media ini di Kantor Gubernur Maluku, pekan kemarin.
Kendalanya, lanjut Ralahalu, Tulehu belum diprioritaskan pembibitan pemain secara serius, baik dari PSSI Maluku maupun Pemerintah Kabupaten Malteng.
’’Kalau PSSI dan pemkab setempat serius bisa saja ada klub dari Tulehu yang berlaga di Liga Super Indonesia,’’ ujarnya optimis.
Diakui Ralahalu, tak mudah membangun industri sepak bola yang profesional dan kompetitif di Maluku karena tidak ditopang anggaran yang memadai.
Apalagi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengawasi ketat penggunaan anggaran untuk urusan sepak bola oleh pemerintah. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) pun melarang pejabat publik dan struktural menjabat ketua umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
’’Bangun sepak bola tidak gampang karena butuh biaya besar. Kalau di Gresik ada Semen Gresik, di Padang ada Semen Padang, di Ambon atau Maluku ada apa. Bangun PSA saja tak gampang. Ini memang butuh waktu lama dan anggaran yang banyak,’’ terangnya.
Justru dengan banyaknya pemain-pemain berdarah Maluku di level nasional dan internasional, Ralahalu mengusulkan program pembinaan pemain-pemain berbakat untuk dipromosikan ke klub luar Maluku namun biaya pembeliannya masuk ke kas daerah.
’’Contoh di Amerika Latin yang menjual pemain ke Liga-liga Eropa dengan bandrol tiap pemain bisa mencapai ratusan miliar rupiah, ini kan luar biasa sekaligus membawa dampak bagi perekonomian Negara pengirim pemain. Kita bisa saja membina pemain di sini untuk tujuan ditawari ke klub-klub nasional. Tapi, itu tidak gampang, sebab perlu keseriusan dan kemauan kuat PSSI maupun masyarakat. Pemerintah hanya tinggal dorong,’’ pungkasnya. (rony samloy)