Ambon,Tribun-Maluku.Com: Beasiswa atau bantuan study dari pemerintah baik pemerintah Provinsi maupun kabupaten kota, mestinya diberikan kepada masyarakat yang tidak mampu namun memiliki prestasi akademik yang bagus.
Namun hal tersebut berbanding terbalik dengan yang terjadi di Kabupaten Maluku Barat Daya. Pasalnya dari 32 penerima beasiswa ikatan dinas untuk jenjang strata 1 (S1) terdapat anak pejabat yang jika berdasarkan aturan tidak berhak atas beasiswa tersebut.
Dari data yang didapat media ini Senin (7/10/2019) ke 32 penerima beasiswa atau bantuan study dari pemerintah kabupaten Maluku Barat Daya jumlah besaran beasiswa yang didapat yakni sebesar Rp.50 juta pertahun, dengan lama waktu study bervariatif yakni antara 2 tahun hingga 7 tahun.
Anehnya dari daftar nama nama penerima beasiswa atau bantuan Pemerintah Kabupaten Maluku Barat Daya terdapat nama Estri Orno yang diduga adalah anak mantan Bupati Maluku Barat Daya yang kini menjabat selaku Wakil Gubernur Maluku, Barnabas Orno.
Estri Orno anak Barnabas Orno ini sesuai data yang berhasil didapat media ini menerima beasiswa sejak tahun 2014 dan baru akan berakhir pada tahun 2020. Anak mantan bupati 2 periode ini mendapat bantuan beasiswa sebesar Rp.50 juta pertahunnya. Dengan demikian Estri Orno yang menerima beasiswa selama bapaknya menjabat selaku Bupati Maluku Barat Daya dua periode ini sebesar Rp.250 juta.
Keanehan lainnya dari daftar penerima beasiswa dari pemerintah kabupaten MBD, pada beberapa nama penerima beasiswa yang nilai Indeks Prestasi Komunal (IPK) diatas 3 dicantumkan pada daftar tersebut. Sedangkan penerima beasiswa lainnya tidak dicantumkan nilai IPK, termasuk anak dari Barnabas Orno, Estri Orno yang diketahui tengah menimba ilmu pada Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia di Jakarta.
Sementara itu Sekda Kabupaten Maluku Barat Daya Alfonsius Siamiloy yang dikonfirmasi media ini mengakui ada pemberian beasiswa dari pemerintah kabupaten Maluku Barat Daya kepada khususnya mereka yang menimba ilmu pada fakultas kedokteran di beberapa universitas.
“Diantara mereka itu 5 orang sudah kembali ke MBD untuk mengabdi karena ada ikatan dinas antara mereka dengan Pemkab MBD. total mereka yang mendapat bantuan beasiswa dari pemkab MBD ada 9 orang. 4 lainnya terlambat lantaran mereka cuti dan sekarang tinggal menunggu ujian akhir dan kembali ke MBD untuk mengabdi, ” jelas Siamloy.
Ditambahkannya, jika ada penerima beasiswa yang tidak kembali guna mengabdi di MBD, maka Pemkab MBD akan memutuskan bantuan beasiswa bagi mereka. Namun Siamloy tidak menjelaskan apakah pemerintah kabupaten MBD akan meminta ganti rugi atau memerintahkan para penerima beasiswa untuk mengembalikan dana beasiswa yang diberikan pemkab MBD.
Terpisah, salah satu praktisi hukum di Kota Ambon, Jack Wenno SH mengungkapkan. Pemberian bantuan pendidikan atau beasiswa oleh pemerintah maupun pemerintah daerah diatur dalam peraturan pemerintah nomor 48 tahun 2008 tentang pendanaan pendidikan.
“Dalam pasal 27 ayat 1 disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah sesuai kewenangannya memberi bantuan biaya pendidikan atau beasiswa kepada peserta didik yang orang tua atau walinya yang tidak mampu, ” urai Wenno.
Sedangkan pada pasal 27 ayat 2 lanjut Wenno, disebutkan, bahwa pemerintah maupun pemerintah daerah sesuai kewenangannya dapat memberi beasiswa kepada peserta didik yang berprestasi.
Menyinggung mengenai adanya anak pejabat di kabupaten MBD yang ikut mendapat beasiswa, Wenno mengatakan. Jika dilihat berdasarkan aturan yang berlaku maka apa yang terjadi di MBD adalah suatu kesalahan.
“Secara aturan jelas disebutkan bahwa mereka yang menerima beasiswa adalah mereka yang tidak mampu dan berprestasi. Sedangkan dalam persoalan ini ada anak pejabat yang menerima beasiswa. Contohnya Estri Orno yang adalah anak bupati MBD saat itu, dan dari sisi prestasi pendidikan yang bersangkutan tidak jelas lantaran dalam daftar tidak dicantumkan IPK yang bersangkutan, ” urai Wenno.
Ditegaskan praktisi hukum ini, apa yang diduga dilakukan Barnabas Orno selama menjabat selaku Bupati MBD dengan memberikan beasiswa kepada anaknya sendiri, jelas merupakan tindakan yang melanggar hukum karena diduga memanfaatkan jabatan dan kedudukannya selaku bupati MBD saat itu.