Ambon,Tribun Maluku.com : Tergelitik untuk mengomentari Perselisihan Internal Partai Golkar Maluku terkait Pemberhentian Pimpinan DPRD (wakil ketua) DRPD Provinsi Maluku.
“Disini saya berusaha subjektif mungkin memberikan pandangan dalam kacamata hukum Tata Negara, tanpa tendensi keberpihakan kepada pihak manapun. Ada beberapa catatan saya terkait dengan persoalan ini, ” ujar Jack Wenno SH, salah satu praktisi hukum di kota Ambon kepada media ini Jumat (31/1/2020).
Dijelaskan Wenno, Pemberhentian Pimpinan DPRD sebelum masa jabatannya berakhir, dapat dilakukan dengan 4 alasan yakni meninggal dunia, mengundurkan diri, diberhentikan sebagai anggota DPRD dan diberhentikan sebagai Pimpinan DPRD.
Dalam Kasus ini lanjutnya, Wakil Ketua DPRD Provinsi Maluku diusulkan untuk diberhentikan oleh Partai Politik yang bersangkutan. Dan itu menjadi Hak Partai Politik sebagaimana dirujuk pada Pasal 36 ayat (3) huruf (b) Peratuan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 Tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD.
Menurut dia, jika yang bersangkutan keberatan alias Menolak untuk diberhentikan maka disini letak polemiknya,
“Ketika yang bersangkutan keberatan terhadap Keputusan Partai yang mengusulkan pemberhentiannya sebagai Wakil Ketua DPRD, maka ini dikategorikan seabagai “Perselisihan Partai Politik, ” urai Wenno.
Penjelasan Pasal 32 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2011 tentang Perbuhan UU No. 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik tambahnya, secara eksplisit menyebutkan bahwa cakupan perselisihan Partai Politik meliputi, Perselisihan yang berkenan dengan kepengurusan, Pelanggaran terhadap hak Anggota Partai Politik, Pemecatan tanpa alasan yang Jelas, penyalahgunaan kewenangan, pertanggungjawaban keuangan, dan/atau “Keberatan Terhadap Keputusan Partai Politik.
Untuk itu Penyelesaian terhadap Perselisihan ini harus dilakukan secara internal Partai Politik dalam waktu 60 hari sebagaimana diatur dalam Pasal 32 UU No. 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik. terkecuali jika Penyelesaian Perselisihan tidak tercapai, maka proses berikutnya diserahkan kepada Pengadilan Negeri (PN) untuk paling lambat 60 hari.
“Putusan PN merupakan putusan ditingkat pertama dan terakhir, dan hanya dapat diajukan kasasi paling lama 30 hari (lihat Pasal 33 UU No. 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik), ” bebernya.
Hal inilah ujar Wenno, Proses formil yang harus ditempuh sebelum Pemberhentian Wakil Ketua DPRD dilakukan dalam Rapat Paripurna, untuk ditetapkan melalui Keputusan DPRD.
Jika proses penyelesaian tersebut tidak dilakukan melalui mekanisme yang disebutkan, dan DPRD bersikeras untuk menetapkan Keputusan Pemberhentian tersebut, maka Keputusan itu rentan digugat di PTUN dan konsekwensinya adalah, Keputusan DPRD tersebut lemah dalam Argumentasi Prosedural.
“Jadi jalan keluar terbaik sebenarnya adalah “Penyelesaian Internal”. Dimana kedua pihak yang berselisih seharusnya saling berunding untuk mendapatkan solusi terbaik yang saling menguntungkan masing masing pihak, ” paparnya.
Disamping itu juga sekaligus memberikan contoh edukasi politik yang baik bagi publik, dan Partai Politik dalam mengambil tindakan yang berdampak terhadap kadernya, jangan semata mata hanya berdasarkan like dan dislike.
“Tetapi tindakan Parpol haruslah dengan Argumentasi logis yang berbasis evaluasi kinerja. Sebab kader Partai yang mengisi pos-pos pimpinan dilembaga negara, bermakna sudah dihibahkan bagi kepentingan Publik, artinya tidak lagi an sich milik Partai Politik semata, ” demikian Wenno.