Ambon,Tribun-Maluku.com : Sidang kasus dugaan pembobolan dana milik Bank BNI 46 Ambon senilai Rp. 58,9 miliard kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang ada pada Pengadilan Negeri Ambon.
Dalam sidang yang dihelat Jumat (8/5/2020), menghadirkan kepala bagian pelayanan BNI cabang utama Ambon, Prayogo selaku saksi.
Dalam keterangannya Prayogo mengakui bahwa ada beberapa Kantor Cabang Pembantu (KCP) yang berada di bawah pengawasan terdakwa Faradiba. Dan ada juga beberapa KCP dan Kantor Kas yang berada di bawah pengawasan Noldy Sahumena.
Ketika ditanya ketua majelis hakim, bahwa Faradiba Yusuf yang juga merupakan salah satu terdakwa dalam perkara ini kini tengah mempertanggung jawabkan perbuatannya. Lalu bagemana dengan KCP Aru yang berada dibawah pengawasan Noldy Sahumena yang juga bobol.
Prayogo dengan suara tegas mengakui bahwa menantu walikota Ambon ini juga mesti ikut bertanggung jawab. Lantaran KCP di bawah kendalinya ikut kebobolan.
Pada bagian lain keterangannya saksi mengakui, bahwa dirinya lah yang berwenang untuk memberikan otorisasi peningkatan level pencairan dana. Sedangkan baik Faradiba maupun kepala KCP KCP yang ada tidak memiliki otoritas untuk itu.
Saksi juga mengakui selama dirinya menjabat selalu kepala bagian pelayanan nasabah. Saksi membentuk dan membuat grup what’s app. Dimana lewat grup ini KCP KCP dapat meminta peningkatan level untuk pencairan dana hingga Rp.5 miliard sesuai otorisasi yang dimiliki Saksi. Saksi mengakui apa yang dibuatnya itu salah, karena tidak sesuai dengan SOP bank BNI.
Dimana jika merujuk pada SOP bank BNI maka untuk kepentingan permintaan peningkatan level pencairan dana, harus lah melalui beberapa mekanisme, seperti permintaan tersebut harusnya terregistrasi.
Saksi juga mengakui bahwa Bank BNI lewat BNI pusat ada memiliki produk yang namanya cash back. Program ini digelar pada tahun 2011 dan 2018. Sedangkan mengenai daftar nama nama nasabah yang mendapatkan cash back, saksi mengakui mendapatkannya dari Noldy.
Saksi juga mengakui, bahwa transaksi yang terjadi dan dilakukan beberapa KCP tanpa melalui mekanisme yang jelas adalah transaksi tidak sah. Namun saksi terlihat bingung ketika ditanya salah satu penasehat hukum terdakwa. Bahwa jika itu terjadi siapa yang harus bertanggung jawab, karena ada pencairan dana yang melebihi level yang diberikan kepada kepala KCP.
Setelah mendengar keterangan saksi, Pasti Tarigan selaku hakim ketua menunda sidang hingga Selasa pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi.