Ambon, Tribun-Maluku.com : Dinilai menyalahi prosedur penanganan konflik antara Pemerintah Negeri Hatiwe Besar dan Tuhuleruw pada 17 Juni 2020 kemarin, Kapolsek Teluk Ambon Bakal Dilaporkan ke Kapolda Maluku.
Demikian penjelasan Helen Pattirane yang merupakan salah satu cucu keturunan Jacob Tuhuleruw di Ambon, Senin (13/7/2020).
Menurutnya, pembelaan pihak keluarga Tuhuleruw pada saat itu tidak bisa dipersalahkan secara prosedural pidana, namun yang harus disalahkan adalah penyebabnya.
Untuk itu, kata dia, harus diusut siapa yang memberikan perintah sehingga dinilai polisi membackup Saniri Negeri Hative Besar melakukan pembongkaran tanda larangan yang dipasang oleh pemilik lahan.
Dia sangat menyesalkan kehadiran oknum-oknum anggota Polsek Teluk Ambon yang bukannya melakukan pengamanan, tetapi bersama Pemerintah Negeri melakukan pembongkaran tanda larangan di lahan milik Tuhuleruw dan bukanlah melakukan pengamanan.
Di tempat yang sama Gerson Tuhuleruw membenarkan, pihak Polsek pada saat pembongkaran tanda larangan pihak Polsek bersama-sama dengan masa dari Pemerintah Negeri.
“Saksi mata menyatakan pada saat pembongkaran mereka diiringi oleh polisi pada saat itu,” ujarnya.
Dia sangat menyesalkan sehari sebelum kejadian tersebut, sudah dilakukan mediasi namun belum ada kesepakatan dan ditunda seminggu lagi tetapi besoknya sudah terjadi pembongkaran.
Ironisnya, menurut Gerson, pada saat itu Polisi juga membawa senjata laras panjang dan sempat juga mengeluarkan tembakan peringatan.
Dia mengakui berada di rumah pada saat pembongkaran dan diberitahu oleh warga lainnya dan langsung ke TKP.
“3 orang adik perempuan saya sampai dilokasi melihat papan larangan sudah dirobohkan dan terlihat banyak sekali anggota polisi disana,” ungkapnya.
Yang disesalkan pada saat tiba disana, polisi menahan pihak keluarga untuk tidak mendekat TKP.
“Namun 2 adik saya yang berhasil lolos ke TKP, malah dianiaya oleh massa yang sudah berada disana,” ucapnya.
Dijelaskan lebih lanjut, selain itu adiknya malah ditahan karena membalas memukul salah satu massa yang berada disana.
“Saat itu, adik saya tidak terima dianiaya sehingga mengeluarkan darah,” terangnya.
Dia menambahkan sempat mengatakan kepada Babinkabtibmas setempat Yonex Nirahua bahwa pada saat mediasi kemarin belum ada kesepakatan.
“Saat itu, Yonex sempat menjawab hanya bawahan dan mengikuti perintah atasan saja,” terangnya.
Terkait dengan mobil Ambulance yang dipergunakan untuk mobilisasi massa, menurut Gerson, keluarga kesal dan memukul mobil tersebut karena pada saat dibubarkan, polisi yang mengemudikan mobil tersebut untuk membawa kembali massa.
Kapolsek Teluk Ambon Iptu M Hariyasie S membenarkan pada saat itu pihaknya turun ke TKP untuk mengamankan TKP.
Dijelaskan, pihaknya bukan turun untuk mengawal pelaksanaan eksekusi tersebut, tetapi mendapat laporan Pemerintah Negeri memang ingin untuk melakukan eksekusi pada saat itu.
Ia membenarkan sehari sebelumnya ada mediasi di Polsek, serta belum ada kesepakatan. Pada saat kejadian, tambah dia, pihaknya baru datang bukan bersamaan dengan masa dari Negeri.
Ia membenarkan anggotanya sempat mengeluarkan tembakan peringatan karena suasana sudah mulai kacau.
Saat ini pihaknya sudah mengamankan 3 orang yang terlibat dalam persoalan tersebut dan sudah sampai pada tahap P21.
Dari hasil penyelidikan yang sementara dilakukan, nantinya pasti akan ada penambahan pelaku pada kasus perusakan mobil Ambulance.