Ambon,Tribun-Maluku.com: Penetapan FT sebagai salah satu tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan PLTMG di Pulau Buru oleh penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku, berbuntut panjang.
Pasalnya, FT lewat kuasa hukumnya yang terdiri dari Herman Koedoeboen, Firel Sahetapy dan Henry Lusikooy mengajukan pra peradilan melawan penyidik Kejati Maluku. Sidang perdana perkara pra peradilan antara FT kontra penyidik Kejati Maluku ini digelar Rabu (16/9/2020).
Seusai sidang pra peradilan tersebut, Herman Koedoeboen salah satu kuasa hukum FT kepada wartawan mengungkapkan. Ada tiga alasan pokok yang menjadi dasar pengajuan pra peradilan kliennya.
“Dasar yang pertama yakni penetapan status tersangka oleh penyidik dalam kasus ini tanpa didasari dengan alat bukti. Dimana penyidik terlebih dahulu melakukan penetapan tersangka barulah penyidik menerbitkan Surat Perintah Penyidikan, ” ujar Koedoeboen.
Padahal lanjutnya, sesuai aturan surat perintah penyidikan itulah yang menjadi dasar guna kemudian penyidik menetapkan tersangka pada suatu perkara. Dimana surat perintah penyidikan merupakan sarana untuk mencari alat bukti guna menemukan tersangka. Namun apa yang dilakukan penyidik Kejati Maluku dalam kasus dugaan korupsi PLTMG di Namlea ini justru terbalik.
“Jadi pertanyaannya, alat bukti apa yang dipakai penyidik dalam menetapkan FT selaku tersangka dalam kasus ini. Kalaupun ada alat bukti maka pertanyaan besarnya alat bukti itu secara hukum penyidik dapat dengan media apa. Lantaran alat bukti secara hukum hanya dapat diperoleh lewat surat perintah penyidikan, ” urai mantan jaksa tinggi di Maluku ini.
Alasan kedua diajukannya pra peradilan oleh FT tambah Koedoeboen, lantaran adanya konflik kepentingan dalam perkara ini. Dimana pada objek yang sama, subjek yang sama dan perbuatan yang sama. Itu ada dilakukan tugas preventif terlebih dahulu.
Dimana tugas preventif yang harus dilakukan adalah pendampingan hukum, yang harus dilakukan oleh Kejati Maluku melalui assiten perdata dan tata usaha negara. Proses ini adalah untuk memberikan kepastian terhadap hak dan alas hak.
“Tugas preventif ini telah dilewati. Dimana ada pendampingan itu dilakukan kepada PLN dalam rangka pengadaan tanah. Itu berarti tugas preventif yang dilakukan telah memberikan keabsahan baik terhadap subjek maupun objek, ” bebernya.
Akan tetapi kemudian dilain pihak tambah Koedoeboen secara represif tugas preventif itu dijadikan sebagai sarana untuk menetapkan tersangka dalam kasus ini pada perbuatan yang sama, objek yang sama dan subjek yang sama sebagaimana pada tugas pendampingan. Hal itu berarti telah terjadi anomali hukum.
“Alasan yang ketiga adalah proses pemeriksaan itu bersifat perdata. Jadi kita tidak bicara tentang pokok perkara perdata atau pidana. Tapi kita bicara mengenai proses pemeriksaan, ” papar Koedoeboen.
Ditambahkannya, oleh dari proses pemeriksaan itu akan melahirkan elemen melawan hukum dari sisi perdata yang esensialnya berbeda dengan elemen melawan hukum dari sisi pidana.
Jadi lanjutnya, bagaimana proses semacam itu dipakai untuk menuntut seseorang secara pidana. Sementara dasar hukum yang ditemukan adalah proses melawan hukum secara perdata.
Berdasarkan ketiga alasan itulah maka kuasa pemohon berpendapat. Bahwa penetapan status tersangka terhadap FT oleh penyidik Kejati Maluku dilakukan tanpa alat bukti.
“Tentunya semua dalil dan alat bukti kami ini akan kami buktikan didalam persidangan pra peradilan ini. Kami akan buktikan semuanya pada hari Jumat pekan depan, ” pungkas Koedoeboen.