Tual, Tribun Maluku.com : Penasihat Hukum (PH) Halik Roroa, Lukman Matutu meminta penyidik Polres Malra agar segera meminta keterangan dari Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LL Dikti), sebagai obyek dalam kasus dugaan ijazah palsu yang melibatkan Hasyim Rahayaan sebelum dikeluarkan surat penghentian penyidikan atau (SP3) dalam perkara tersebut.
“Kenapa tidak periksa Dikti sebagai penyedia data yang dilaporkan oleh kliennya,” kata ketua LBH Ari Lukman Matutu di Kota Tual, Senin (29/9/2020).
Menurutnya, sebelumnya terlapor Hasyim Rahayaan mengatakan bahwa kasus dugaan ijazah palsu yang menjerat dirinya itu dinilai tidak memiliki cukup bukti, dan telah ditutup untuk itu penyidik Polres Tual, dimana telah mengeluarkan surat penghentian penyidikan (SP3).
“Apabila pihak Polres Tual benar menutup perkara tersebut, maka kami bertekad akan praperadilan perkara tersebut, karena pemeriksaan sah atau tidaknya surat penghentian penyidikan perkara (SP3) merupakan salah satu lingkup wewenang praperadilan,“ jelasnya, Matutu.
Matutu menambahkan, dalam proses Praperadilan pihak penyidik atau pihak ketiga atau yang berkepentingan dapat mengajukan permintaan pemeriksaan praperadilan tentang sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan.
“Kok malah kami dikatakan keliru dalam mengambil langkah praperadilan itu, hal ini justru sebaliknya,“ kesalnya.
Dengan transparansi dalam penanganan kasus dugaan ijazah palsu tersebut, pihaknya meminta agar penyidik Polres dalam penanganannya harus sesuai dengan aduan dari pelapor.
Dalam penanganan dugaan kasus ijazah palsu tersebut, kata dia, penyidik polres harus berpatokan pada laporan dimana dicantumkan Pasal 263 ayat 2 KUHAP dan pasal 68 Ayat 2, Undang-undang Nomor 20 tentang sistem pendidikan Nasional.
Matutu menambahkan, apabila pihak penyidik mencoba untuk mengeluarkan SP2HP dengan cara menghentikan penyelidikan dalam tenggang waktu tiga bulan, maka menurut Undang-undang peradilan tata usaha negara dalam 90 hari dianggap diam-diam telah menyetujui penghentian perkara tersebut.
“Kalau itu terjadi, maka kami juga menganggap 90 hari penyidik Polres Tual secara diam-diam telah menghentikan perkara tersebut, untuk itu sudah ada referensi kami dalam mengambil langkah praperadilan pada nantinya,“ pungkasnya.
Dirinya mendesak penyidik Polres Malra agar segera meminta keterangan dari Dikti sebagai obyek yang dalam perkara dugaan ijazah tersebut.
Menurutnya, ada sejumlah data yang menerangkan tentang dugaan konspirasi oleh beberapa pihak, sehingga perkara dugaan ijazah digiring untuk SP3 tersebut.
” Kami sudah punya data, Kami akan buat laporan polisi ke Mabes Polri tentang kronologis tentang pelaporan ketemu dan pergi dengan siapa, tentang kasus ini biar nanti kami dipertemukan baru dijelaskan,” jelas Matutu.
Padahal kata dia, data yang diberikan oleh Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti) kepada kliennya, berdasarkan data yang dilaporkan oleh perguruan tinggi ke Dikti dan data itu bisa dinyatakan itu valid.
Sehingga penyidik Polres Malra seharusnya meminta keterangan dari Dikti, bukan surat keterangan dari Universitas Azzahra sebagai dasar untuk digelar perkara tersebut.