Piru, Tribun-Maluku.com : Tokoh pemuda Taniwel Asal Buria, Richo Latue Persoalan mengatakan tambang Marmer yang berada di Kecamatan Taniwel yang tersebar di tiga Negeri hingga saat ini masih dalam misteri.
“Masuknya Tambang Marmer tersebut tidak sesuai dengan prosedur atau mekanisme yang ada, dimana Pemerintah Kabupaten Seram Bagian Barat awalnya tidak pernah memberikan sosialisasi kepada Masyarakat terkait masuknya Perusahaan tersebut,” kata Latue di Piru, Sabtu (17/10/2020).
Begitu pula Pemerintah Desa dalam prosesnya telah mengambil keputusan Sepihak tanpa sepengetahuan Masyarakat dengan masuknya PT.Gunung Makmur Indah.
Ketidakterbukaan inilah, kata dia, sehingga menimbulkan kontraversi dikalangan masyarakat mengingat hutan dan tanah Adat telah diperlakukan secara tidak adil serta tidak sesuai dengan mekanisme yang ada.
“Ini adalah salah satu bentuk cara licik yang dimainkan oleh Pemerintah Kabupaten Seram Bagian Barat maupun Pemerintah Negeri setempat,” tegas Latue.
Menurutnya, proses Survei lokasinya juga dilakukan secara diam-diam, mereka mengizinkan PT.GMI masuk bagaikan pencuri diwaktu malam itulah Pemerintah Kabupaten Seram Bagian Barat kepada Daerah Kecamatan Taniwel khususnya tiga Negeri tersebut.
Menurut dia, Pemerintah Kabupaten Seram Bagian Barat telah menjual serta melacuri Hutan dan Tanah Adat Daerah Kecamatan Taniwel terkhusnya tiga Negeri yang merupakan titik tambang marmer kalau sampai perusahaan nantinya akan melakukan pengoperasian.
“Kalau itu sampai terjadi tidak dipungkiri akan terjadi hal-hal yang sangat dan sangat melukai Masyarakat setempat serta bisa menimbulkan konflik yang berkepanjangan,” ungkapnya.
Dia menegaskan, Hutan dan Tanah Kecamatan Taniwel merupakan Hutan dan Tanah Adat. Masayarakat .Taniwel masih menghargai dan menghormati Adat Istiadat sampai kapan pun itu.
“Olehnya itu jangan pernah merusak serta menghancurkan hutan dan tanah adat Kami kalau Bapak Bupati itu benar-benar anak Adat,” kata dia.
Dijelaskan sesuai Pasal 18B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), sebagai hasil amandemen pertama UUD 1945, bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan Masyarakat Hukum Adat.
Ketentuan Pasal 18B UUD 1945 diperkuat dengan ketentuan Pasal 28I ayat (3) UUD 1945 bahwa Identitas budaya dan masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban, serta dalam putusan No. 35/PUU-X/2012, Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa Hutan Adat adalah hutan yang berada di wilayah adat, dan bukan lagi hutan negara..
Gunung-gunung yang menjadi titik tambang marmer, tambah Latue, merupakan peninggalan Historis bagi Masyarakat Adat Kecamatan Taniwel terkhususnya Tiga Negeri Titit marmer tersebut.
“Banyak terdapat Pranata-Pranata Adat yang harus dilindungi dan dipelihara, Serta Gunung-gunung tersebut mengisahkan cerita Sejarah yang begitu berarti bagi anak-anak Cucu,” tegasnya
Belum lagi berbagai dampak yang nantinya akan terjadi ketika dilakukan eksploitasi Pertambangan Marmer tersebut, kerusakan hutan yang mengancam kehidupan manusia dan makhluk yang hidup di wilayah tersebut. Aktivitas penambangan marmer mengancam keberadaan kawasan hutan konservasi suaka marga satwa.
Pasalnya proses kegiatan pertambangan dilakukan dengan memotong gunung kapur yang mengandung marmer, namun pengambilan marmer itu melalui proses penebangan pohon-pohon yang ada di dalamya.
Hal tersebut mengancam keberadaan hutan lindung yang ada di daerah tersebut. Jika terjadi penggundulan hutan yang berlebihan pastinya akan terjadi tanah longsor, banjir, kekeringan, dan organisme yang hidup pada daerah tersebut berpindah tempat atau bahkan mati. Tuturnya
Selain itu timbulnya gangguan berupa polusi udara, pencemaran air oleh bahan-bahan yang beracun, terganggunya keamanan dan kesehatan penduduk, kebisingan.
Dijelaskan, dampak debu pastinya mengakibatkan penyakit kesehatan salah satunya infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) karena pengoperasian tambang tersebut berdekatan dengan aktivitas warga masyarakat.
Dia berharap, Pemerintah Kabupaten Seram Bagian Barat yang saat ini dinakhodai oleh Moh.Yasin Payapo perlu ditegaskan sekali lagi untuk diharapkan berpikir serta bertindak yang bijak dalam menyikapi persoalan ini.
Karena apabila Pemerintah Kabupaten Seram Bagian Barat salah dalam mengambil keputusan maka akan membawa dampak yang sangat buruk bagi Daerah kecamatan Taniwel terkhususnya tiga Negeri titik tambang tersebut.
Bupati, kata Latue, segera mungkin mencabut segala bentuk Perizinan pertambangan PT.GMI.
“Kami tidak mau hutan dan tanah Adat kami dirusaki bahwa di hancurkan dengan kebijakan Bupati Moh Yasin Payapo, Kalau Bupati anak Adat cabutlah seluruh bentuk perizinan tersebut,” tegasnya.
Dirinya juga berharap DPRD Kabupaten Seram Bagian Barat untuk mendesak Pemerintah Kabupaten Seram Bagian Barat untuk mencabut segala bentuk Perizinan Pertambangan PT.GMI, serta mengawal seluruh aspirasi masyarakat yang telah diperjuangkan.