Ambon,Tribun-Maluku.com : Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Maluku dan Pengawas Pemilu (Pemilu) kabupaten MBD mesti sigap dan tegas dalam menyikapi kunjungan wakil gubernur Maluku, Barnabas Orno ke Kabupaten MBD. Apakah kunjungan Wakil gubernur Maluku itu sebagai pejabat daerah ataukah dalam rangka berkampanye.
Hal tersebut ditegaskan praktisi hukum di kota Ambon, Jack Wenno SH kepada media ini Jumat (6/11/2020), terkait kunjungan wakil gubernur Maluku itu.
Diungkapkan Wenno Pejabat daerah dilarang melakukan kampanye untuk memenangkan kandidat yang didukung tanpa izin cuti resmi. Bawaslu juga harus memeriksa izin kampanye sang pejabat, apakah benar sudah mendapat persetujuan pimpinan.
“semua pejabat daerah harus meminta izin cuti secara resmi kalau ingin berkampanye untuk memenangkan jagoannya. Itu sudah diatur dalam undang-undang, ” jelas Wenno.
Ditambahkannya, Tetapi kalau ada pejabat yang ikut kampanye tetapi tidak mengajukan izin cuti, maka sangat disayangkan, karena hal itu jelas melanggar Pasal (2) UU No 10 Tahun 2016.
Dalam ketentuan Pasal 70 ayat (1) dan (2) tambah Wenno. dijelaskan bahwa dalam kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan pejabat badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah, aparatur sipil negara, anggota TNI/Polri, kepala desa, lurah perangkat desa atau sebutan lain perangkat kelurahan.
Dalam ayat 2 lanjutnya disebutkan, Gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, walikota dan wakil walikota, pejabat negara lainnya, serta pejabat daerah dapat ikut dalam kampanye dengan mengajukan izin kampanye sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Nah kalau sesuai Pasal 70 ayat (2) UU No 10 Tahun 2016, sepanjang dia mendapat izin resmi, maka si pejabat itu dibolehkan ikut kampanye,” papar Wenno.
Kalau sang pejabat turun kampanye tanpa mengantongi surat cuti ujar Wenno. maka menurut Pasal 189 UU No 10 Tahun 2016, bisa dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah). pada prinsipnya seorang kepala daerah atau wakilnya bisa saja mengikuti atau berkampanye untuk pasangan calon tertentu selama yang bersangkutan cuti.
“Jadi tidak ada larangan bagi seorang kepala daerah atau wakilnya untuk berkampanye. Tapi jika dia ingin mengikuti kampanye untuk memberi dukungan kepada salah satu pasangan calon, maka dia harus mengurus cuti. Jika cuti tidak diurus, itu baru bisa dikategorikan sebagai sebuah pelanggaran,” demikian Wenno