Ambon, Tribun-Maluku.com : Polimik pinjaman dana Rp700 miliar untuk Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di Provinsi Maluku ditanggapi serius oleh anggota DPRD Provinsi Maluku, Aziz Hentihu.
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Dapil Kabupaten Buru itu sangat mendukung upaya ini sekaligus memberikan beberapa pemikiran kritis terkait program PEN Maluku.
Demikian pernyataan Aziz Hentihu, Pimpinan Fraksi Pembangunan Bangsa, yang juga sebagai Badan Anggaran DPRD Maluku melalui rilisnya yang di terima Redaksi Tribun-Maluku.com di Ambon, Kamis (26/11/2020).
Menurutnya, program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) terhadap kondisi ekonomi di tengah Covid-19 lewat PT. SMI ( BUMN ) adalah instrumen negara untuk mensiasati pemulihan dan percepatan pembangunan ekonomi bangsa di daerah-daerah.
Untuk itu program ini harus di dukung penuh oleh rakyat Maluku sebagaiman yang telah terjadi di beberapa daerah lain di Indonesia.
Instrumen ini memiliki legal standing yang jelas yakni PP. No. 43 tahun 2020 tentang Perubahan atas PP. 23 tahun 2020 tentang Pelaksanaan program pemulihan ekonomi dalam rangka mendukung kebijakan penangan Covid-19 di Indonesia.
Terkait fasilitas dan persyaratan pinjaman pada PT. SMI sendiri memiliki legal standing pada PMK 105/PMK.07/2020 pengelolaan pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk Pemda.
Saat dirinya berkoordinasi dengan Pemprov Maluku disimpulkan bahwa, proses pinjaman daerah ke PT. SMI sampai saat ini masih dalam tahapan proses dan belum ada penandatangan MoU antara Pemprov Maluku dengan PT. SMI, sehingga tentu saja dana atau anggaran untuk belanja programnya juga belum turun.
Polemik syarat khusus instrumen LEN yang butuh persetujuan DPRD adalah juga tidak benar karena memang bila dalam situasi normal, maka DPRD dan Pemda Maluku akan mengacu pada PP. No. 56 tahun 2018.
Khusus instrumen Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada situasi Covid-19, lewat pinjaman daerah pada PT. SMI ini berpatokan pada syarat yang tertuang pada PP. 43 tahun 2020 dan Peraturan Menteri Keuangan No.105/PMk.07/2020 yaitu, Pemda hanya menyampaikan surat pemberitahuan kepada DPRD.
“Memang sudah diajukan Pemda Maluku pada tanggal 26 September 2020 dan sesuai ketentuan pasal 10 ayat 5 bahwa kepala daerah hanya menyampaikan pemberitahuan selambat – lambatnya 5 hari kerja sejak permohonan diajukan,” ucap Aziz.
Dikatakan, polemik yang disampaikan oleh Wakil Ketua DPRD Maluku Azis Sangkala dan saudara Ridwan Marasabessy serta beberapa pihak, yang cenderung mempolemikan langkah Pemda Maluku dalam pemulihan ekonomi nasional ini adalah tidak tepat.
“Bahkan ada yang ngawur menyampaikan bahwa ada pembangunan rumah dinas gubernur Maluku yang menggunakan dana ini dan akan melaporkannya kepada KPK,” herannya.
“Kami sudah ngecek info ini tidak benar dan ngawur, karena MoU saja belum tanda tangan dan dananya belum realisasi, alasan apa laporan ke KPK ? tanya Aziz.
Mantan anggota DPRD Kabupaten Buru itu menyarankan, bila berpendapat ke publik terkait hal ini haruslah berbasis data dan di dukung dengan informasi yang akurat dan terpercaya, cek dasar regulasinya, jangan asal ngomong saja. Jangan membuat polemik di publik karena dapat mengganggu proses dan iklim percepatan pembangunan dan pemulihan ekonomi Maluku di tengah pendemik Covid-19.
Sebagai Anggota DPRD dan juga Badan Anggaran DPRD Maluku, Aziz Hentihu mendukung penuh rencana dan program ini, apalagi prosesnya sudah sesuai dengan regulasi.
“Kita kan tahu Pemerintah Provinsi Maluku dalam APBD 2020 di himpit anggaran belanja yang hanya Rp3,37 triliun, yang kemudian harus direfocusing/pemotongan dana untuk penanganan Covid-19. Memang saat ini pemerintah butuh solusi lewat instrumen negara yaitu melalui PEN PT. SMI, untuk proses pemulihan pembangunan ekonomi termasuk infrastruktur irigasi, jalan, jembatan dan lainnya, untuk mendukung aktifitas ekonomi di tengah situasi Covid-19 ini,” jelasnya.
Prinsipnya adalah Pemda dan DPRD Maluku selalu bersinergi mengawal program-program strategis pemulihan ekonomi di daerah ini.
Instrumen pinjaman LEN PT. SMI ini sudah dilakukan oleh beberapa provinsi dan kabupaten di Indonesia.
Hentihu mencontohkan, yang sudah memakai fasilitas PEN SMI yaitu Provinsi DKI Jakarta Rp12,5 Triliun Jawa Barat Rp4 Triliun, Banten Rp1,9 Triliun, Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel) Rp150,6 Miliyar dan Kabupaten Tabanan Rp201 Miliar serta beberapa daerah lain.
“Jadi mereka sudah memanfaatkan fasilitas ini, tapi kita malah mempolemikan sesuatu yang jelas regulasi dan tujuannya, ini budaya konyol,” kesalnya.