Ambon, Tribun-Maluku.com : Adanya deklarasi yang dilakukan pada tanggal 28 November 2020, oleh Lembaga Investasi Proyek Kemanusiaan, menyebabkan banyak pensiunan yang resah.
Untuk itu Branch Manager PT. TASPEN (Persero) Kantor Cabang Ambon, sudah mengundang secara resmi Ketua Pepabri Maluku dan juga Ketua FRI Maluku untuk melakukan rapat pada bulan Desember 2020, yang dilanjut pada tanggal 11 Januari 2021
Pada rapat yang digelar Rabu (20/1/2021) di Makodim 1504 Ambon , dihadirkan Dir Bimas Polda Maluku dan Dandiim 1504 Ambon, terungkap kejahatan yang sudah dilakukan Ketua Lembaga tersebut.
Manager PT. TASPEN (Persero) Kantor Cabang Ambon, Surya Mustafa Sipahelut, kepada wartawan menjelaskan, Ketua Dewan Kepengurusan Wilayah (DKW) Lembaga Investasi Proyek Kemanusiaan, telah memalsukan tanda tangan Sekertaris.
Menurutnya, terbongkarnya aksi jahat yang dilakukan oleh Ketua yayasan tersebut dari pengakuan Sekertaris Lembaga tersebut.
Dari pengakuan Sekertaris menurut Sipahelut, Ketua telah memalsukan tanda tangan Sekertaris, pada surat yang ditujukan untuk Kementrian keuangan.
Selain itu, terbukti dari surat-surat yang dimasukan, tercatat nama Lembaga Sampratiko yang sudah ditutup pada tahun 1998 berdasarkan keputusan pengadilan nomor 61 tanggal 27 Oktober 1998.
Menurut Sipahelut, Yayasan tersebut hanya berganti nama, ibarat memakai casing baru, karena, dari isi surat sama yang diduga copi paste
,”Isi surat ini sama dengan Yayasan Sampratiko, dan didalamnya ada nama ketua yang lama serta didalam disebutkan nama Sampratiko, “ujarnya.
Ia menambahkan didalam surat Lembaga Investasi Proyek kemanusiaan, mengadopsi isi surat Yayasan Sampratiko, dimana didalam surat tersebut ada tercatat kurang lebih 1571 orang, sama dengan yang dipunyai Yayasan Sampratiko
Selain itu menurutnya, dasar hukum yang dipakai oleh Lembaga yang menghimpun dana-dana dari para pensiunan TNI, POLRI dan PNS tersebut adalah tidak sesuai atau boleh dikata salah kaprah.
Pasalnya, dalam tuntutan Lembaga tersebut menuntut P.T. Taspen untuk membayarkan hak-hak yang belum terbayar, akan tetapi landasan hukum yang dipakai adalah UU No.11 tahun 1992.
Dimana UU itu dikhususkan untuk mengatur dana pensiun karyawan dan bukan untuk PNS, TNI serta Polri, karena UU untuk TNI dan Polri adalah UU No. 6 tahun 1966.
Sementara UU untuk pensiunan PNS diatur dalam UU No. 11 tahun 1969, dengan demikian menurut Mustafa UU yang digunakan oleh Lembaga tersebut itu salah salah mengambil landasan hukum.
Dijelaskan, Lembaga tersebut adalah lembaga yang berada di luar lembaga resmi bentukan pemerintah seperti PWRI, PEPAPRI dan PLTRI..
Menurut Sipahelut,, pihaknya sudah menjelaskan tentang hak-hak Taspen yang mana saja, namun rupanya lembaga tersebut tidak tahu.
Oleh sebab itu menurut Sipahelut, jika mereka tidak tahu, mestinya harus bertanya karena pihak Taspen akan membuka diri untuk menjelaskannya.
Termasuk di dalamnya tentang kesejahteraan, dimana jika pensiunan yang memiliki usaha maka PT. Taspen akan membantu.
Ia menambahkan, ketika Ketua dimintai hadir dalam pertemuan tidak hadir, dengan alasan sementara di Jakarta, untuk itu pihak Taspen akan melakukan pengejaran terhadap ketua untuk mempertanggung jawab perbuatannya, serta menarik surat dari mentri keuangan.