Langgur, Tribun-Maluku: Bupati Maluku Tenggara Drs. Thaher Hanubun berhasil mediasi mendamaikan kisruh antar warga Desa Ohoira vs warga Desa Ohoiren yang terjadi beberapa waktu lalu di Kecamatan Kei Kecil Barat (KKB) melalui upacara ritual adat. Sabut, (23/1/2021).
Dalam kesempatan itu, proses perdamaian ditandai dengan pemasangan dua buah Meriam atau dalam bahasa daerah setempat dikenal dengan sebutan.
“Lela” yang menjadi simbol adat pendamaian dan persaudaraan bagi kedua Desa dimaksud agar tidak terulang untuk yang kedua kalinya.
Salah satu Meriam Adat tersebut berasal dari kedua Desa/Ohoi dan satunya lagi berasal dari Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tenggara.
Sebagai orang Kei, Bupati tentu tahu betul kehidupan kekeluargaan dan persaudaraan antar kedua Desa ini. Berkaitan dengan itu, semenjak dilantik sebagai Bupati, dalam konteks penyelesaian masalah Bupati tidak pernah terlewatkan moment-moment tersebut apalagi yang berhubungan erat dengan adat.
Bersama sejumlah Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Malra Bupati mengatakan sikap terhadap segala konflik pertikaian antar warga, masyarakat maupun antar Desa/Ohoi khususnya konflik Ohoira dan Ohoiren.
Kata Bupati, hidup kerukunan dan kekeluargaan antara Desa telah terpupuk sejak lama oleh para leluhur dengan perbuatan kasih sebagaimana di ajarkan seluruh golongan.
“Kita adalah satu kesatuan yang tidak dapat dilepaspisahkan sejak leluhur, dan baiknya kita hidup dengan terus menanamkan kasih yang diajarkan oleh semua agama,” tekannya.
Bupati mengaku sangat menyayangkan perkelahian antara dua ohoi yang diketahui bersama sangat berdekatan dan punya hubungan erat secara adat.
“Dan sejak leluhur, suku Kei khusus kedua ohoi tersebut telah diajarkan bahwa mereka adalah satu dan punya hubungan kekerabatan yang sangat erat satu sama lainya,” sambungnya.
Selain itu, disetiap agama juga mengajarkan untuk hidup dengan mengamalkan kasih terhadap sesama. “Jadi tidak perlu sampai ada perkelahian ataupun konflik yang telah terjadi,” tegasnya.
Olehnya itu, harapan Bupati agar perdamaian dengan pemasangan lela (meriam kecil) tersebut menjadi tanda mengakhiri perkelahian antara dua ohoi dan hidup berdampingan dalam damai untuk masa mendatang.
Masyarakat kedua ohoi yang bertikai pun membuat pernyataan sikap menyatakan kesepakatan damai, tidak ada tindakan kekerasan, kembali ke hubungan “ain ni ain”, menyerahkan sepenuhnya persoalan kriminal kepada pihak berwajib untuk penegakan hukum, perdamaian ini bukti cerita dan tanda perdamaian abadi di ke dua ohoi sampai turun temurun.
Apabila di kemudian hari ada yang mengingkari, dan akan diselesaikan secara hukum adat yang berlaku di wilayah tersebut.
Hadir pada kesempatan tersebut jajaran pemerintah lingkup Pemkab Malra, Ketua dan Wakil Ketua serta anggota DPRD, Pimpinan TNI/Polri dan jajarannya, Ketua Pengadilan Negeri Tual, tokoh adat, agama, tokoh masyarakat, dan disaksikan oleh kedua warga Desa setempat.