Langgur, Tribun Maluku: Pembangunan SMK Teknologi Azzhara Mastur terganjal akibat saling mengklaim kepemilikan status lahan (tanah), sehingga seluruh aktivitas pembangunan dihentikan sambil menunggu proses mediasi dari kedua pihak.
” Sasi itu dipasang pada tanggal 20 November 2020 lalu, hitungannya sampai dengan hari ini sudah 22 Januari berarti sudah 2 bulan pas, dan seluruh aktivitas di hentikan sementara,” kata Kepala Sekolah SMK Teknologi Azzhara Mastur Ali Hanafi Reliubun kepada media ini di Ohoi Mastur, Jumat (22/1/2021).
Menurutnya, dasar pemasangan Sasi (Palang) SMK tidak memiliki dasar hukum yang pasti tentang lahan tersebut.
” Mereka mengklaim bawah tanah itu milik mereka, atas dasar dulu MR di bonceng Almarhum AHR, saat melintas didepan tanah tersebut beliau berpesan kepada MR bahwa tanah itu kamong punya,” jelasnya.
Sebelum dilakukan pembangunan Ruang Pratek Siswa (RPS) di lahan sangketa tersebut. Dia menambahkan, lahan tersebut telah di jual oleh Alm, Hasan Reliubun.
Namun belum memiliki Sertifikat Tanah tetapi memiliki bukti jual beli lahan itu, sehingga pihaknya melakukan pembangunan di lokasi lahan tersebut.
” Kelompok pemasang palang mengklaim bahwa kedua lokasi bangunan tersebut adalah milik mereka, tanpa ada bukti outentik terkait kepemilikan tanah yang dimaksud,” ucapnya.
Pemerintah Mengakui secara sah hak adat dan hak Ulayat atas kepemilikan lahan, di tanah Kei status kepemilikan di buktikan dengan Tom (ceritra) dan Tad (bukti), siapapun boleh bercerita dan saling mengklaim atas kepemilikan sebuah lahan atau tanah, akan tetapi perlu di buktikan, pembuktian dalam adat itu berdasarkan pernah mengolah lahan, dan atau ada tanaman umur panjang sebagai tanda bukti.
” Kelompok pemasang palang mengklaim bahwa kedua lokasi bangunan tersebut adalah milik mereka, tanpa ada bukti outentik terkait kepemilikan tanah yang dimaksud,” ungkap Ali
Dia membeberkan, bahwa tanah lokasi sekolah di bagi atas dua bagian yang pertama adalah bangunan lama yang berstatus jual beli dan yang kedua adalah bangunan baru berstatus hibah, tanah yang saat ini di sasi adalah tanah tanah bangunan lama yang berstatus jual beli.
Dan bangunan yang lama itu pada saat saya dapat bantuan dari Pemerintah Provinsi untuk pembangunan RPS, dana pihaknya mencari lahan untuk membangun gedung itu.
” Terus dirinya ketemu dengan pemilik lahan yang sebenarnya, Alm, Hasan Reliubun dan semua keluarga memberikan penjelasan bahwa tanah tersebut milik yang bersangkutan beliau,”ungkapnya.
Setelah disentil terkiat upaya mediasi adat. Ali menjelaskan, bahwa sudah berulang kali upaya mediasi dan upaya sidang adat namun selalu gagal,
” Mediasi pertama oleh pihak Polsek kei kecil timur tertanggal 3 Desember 2020 akibat ada laporan dari kelompok pemasang palang, sedianya mereka kami tunggu di ohoi untuk mediasi,” katanya.
Pihaknya menilai, Kepala Ohoi Mastur Ahmad Insya Matdoan tidak mampu dalam menyelesaikan sengketa lahan sekolah itu, disebabkan dari hasil mediasi pertama di Polsek tertanggal 3 Desember 2020, menyepakati bahwa persoalan ini kembali di bawah ke ohoi, dan pekerjaan untuk sementara di hentikan sambil menunggu mediasi dari kepala Ohoi tersebut.
” Pada malam tertanggal 16/12/2020 saya bersama keluarga pemilik lahan hibah, bertemu dengan Bapak Raja Danar untuk mengalihkan permasalahan ke Raja Danar karena kepala ohoi dianggap tidak cakap dan sanggup untuk menggelar sidang adat atau mediasi, ketidakmampuan ini di dukung oleh BSA yang tidak dinaggap cakap juga untuk menyelesaikan persoalan,” ujarnya.
Akibatnya pemasangan Sasi itu, seluruh aktivitas sekolah ditutup sambil menunggu kepastian mediasi sidang Adat tentang kepastian lahan tersebut.