Ambon,Tribun-Maluku.com : Perseteruan antara Ferry Tanaya kontra Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku kembali bergulir di Pengadilan Negeri Ambon. Setelah pihak Kejaksaan Tinggi Maluku “dipukul” telak dalam sidang pra peradilan sesi pertama yang berlangsung tahun lalu. Kali ini Ferry Tanaya kembali mengajukan pra peradilan melawan Kejati Maluku.
Sidang perdana perkara pra peradilan bagian kedua antara Ferry Tanaya melawan Kejati Maluku kembali digelar di Pengadilan Negeri Ambon, Selasa (16/2/2021).
Dalam sidang pra peradilan antara Ferry Tanaya melawan Kejati Maluku dipimpin oleh Andi Adha selaku hakim tunggal. Sidang perdana perkara gugatan antara Tanaya selaku pemohon melawan Kejati Maluku ini ditunda lantaran Kejati Maluku selaku termohon tidak hadir. Hakim memutuskan sidang pra peradilan ini akan dilanjutkan Senin pekan depan.
Masih seperti pra peradilan pertama, kali inipun Ferry Tanaya memberikan kuasa kepada tiga punggawanya untuk “bertarung” melawan Kejati Maluku. Ketiga pengacara yang bertindak untuk dan atas nama Ferry Tanaya dalam perkara pra peradilan ini adalah, Herman Koedoeboen, Firel Sahetapy, dan Henry Lusikooy.
Adapun inti dari perkara pra peradilan antara Ferry Tanaya melawan Kejati Maluku yakni, sah tidaknya penetapan status tersangka atas diri salah satu pengusaha di Maluku ini yang dilakukan oleh pihak Kejati Maluku. Dimana Kejati Maluku menetapkan status tersangka atas diri Ferry Tanaya pada tanggal 27 Januari 2021. Padahal yakni pada tanggal 25 Januari 2021, kuasa hukum Ferry Tanaya, Hendry Lusikooy telah memasukan surat pemberitahuan kepada Kejati Maluku. Lantaran adanya tindakan pra yudisial yakni sengketa kepemilikan. Dimana Ferry Tanaya mengajukan gugatan perdata melawan Kejati Maluku yang terdaftar dengan Nomor : 02/Pdt.G/2021/PN NLA Dan perkara ini tengah bergulir di Pengadilan Negeri Namlea.
Sementara itu, terkait hal tersebut, salah satu kuasa hukum Ferry Tanaya yang ditemui media ini seusai sidang pra peradilan tersebut mengungkapkan. Jika berkaca pada pasal 18 undang undang nomor 73 tahun 1958 tentang berlakunya undang undang nomor 1 tahun 1946.
“Dimana dalam.undang undang tersebut yakni Pasal 81 KUHPidana menyatakan penundaan penuntutan pidana karena adanya perselisihan pra-yudisial, ” beber Lusikooy.
Ditambahkannya, rangkain peristiwa mulai dari penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan yang dilakukan oleh pihak Kejati Maluku merupakan suatu rangkain peristiwa yang disebut proses penuntutan.
“Dalam.istilah hukum hal ini dikenal dengan istilah Ofsporing. Dimana rangkain penuntutan yang dilakukan pihak Kejaksaan meliputi penyelidikan, penyidikan hingga penuntutan. Hal ini berbeda dengan apa yang dalam istilah hukum disebut Naspering. Dimana penuntutan dilakukan jaksa dihadapan majelis hakim saat suatu kasus atau perkara disidangkan, ” tutur Lusikooy.
Oleh karena itu lanjut Lusikooy apa yang dilakukan pihak Kejaksaan Tinggi Maluku dalam menetapkan Ferry Tanya selaku tersangka, adalah bertentangan dengan pasal 81 KUHPidana. Dan merupakan suatu perbuatan melanggar hukum.