Ambon,Tribun-Maluku.com : Sikap Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku yang menetapkan Ferry Tanaya selaku salah satu tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan seluas 48.645, 50 hektar yang terletak di kawasan dusun Kuku Besar Kecamatan Namlea kabupaten Buru yang diperuntukan bagi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) berkekuatan 10 Mega Volt pada tahun 2016, diduga sebagai tindakan “perselingkuhan hukum” yang dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi Maluku.
Hal tersebut diungkapkan salah satu praktisi muda di kota Ambon Rabil Syahril kepada media ini Rabu (3/2/2021) di Ambon.
Diungkapkan Rabil Syahril, sebagai lembaga penegak hukum semestinya Kejaksaan Tinggi Maluku memegang teguh prinsip dan dasar hukum dalam, serta menjunjung tinggi hukum yang berlaku di Indonesia.
“Jika kita merunut lebih jauh kita melihat bahwa pihak Ferry Tanaya kini tengah mengambil langkah langkah hukum perdata yakni dengan menggugat Kejaksaan Tinggi Maluku dalam sengketa kepemilikan lahan atau objek pembangunan proyek milik PLN tersebut, ” urai Rabil Syahril.
Dengan demikian lanjutnya, telah mendaftarkan gugatan Perdata tersebut di Pengadilan Negeri Namlea, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 81 Undang-Undang Nomor : 73 Tahun 1958 tentang Berlakunya Undang-Undang Nomor : 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia dan Mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menyatakan “Penundaan penuntutan pidana berhubung dengan adanya perselisihan pra-yudisial, menunda lewat waktu”
Namun tambah Rabil, pihak Kejaksaan Tinggi Maluku seakan menutup mata terhadap undang undang tersebut dan seakan akan tidak tunduk pada aturan perundang undangan yang berlaku. Padahal Ferry Tanaya lewat kuasa hukumnya telah memasukan surat permohonan penundaan penuntutan perkara pidana atas nama Ferry Tanaya pada tanggal 25 Januari 2021. Sedangkan pihak Kejaksaan Tinggi Maluku sendiri baru menetapkan Ferry Tanaya selaku tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk proyek pembangunan PLTMG Di Namlea dengan kerugian negara lebih dari Rp.6 miliard pada tanggal 27 Januari 2021.
“Itu berarti Kejaksaan Tinggi Maluku mengabaikan instruksi undang undang. Semestinya sebagai lembaga penegak hukum, Kejaksaan Tinggi Maluku haruslah tunduk dan taat pada undang undang yang berlaku. Jadi dengan demikian kami menduga ada terjadi “Perselingkuhan hukum” dalam penetapan Ferry Tanaya selaku tersangka. Dan kejaksaan Tinggi Maluku diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum, ” demikian Rabil Syahril.