Ambon, Tribun Maluku : Kinerja BPN Kota Ambon Perlu dipertanyakan, sudah 20 tahun Sertifikat Prona milik 28 warga dari Benteng Karang, Dusun Amaori, Negeri Passo, Kecamatan Baguala, Kota Ambon hilang tanpa jejak
Akibat menunggu selama 20 tahun kabar sertifikat 28 warga tersebut akhirnya mereka mendatangi Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Ambon dan BPN Provinsi Maluku, Senin (5/5/2025).
Dibawah pimpinan Bety Lawasama dari BPI KPNPA RI, warga Benteng Karang datang menuntut kejelasan atas 28 sertifikat tanah program PRONA (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) yang diduga digelapkan oleh oknum pegawai sejak tahun 2005 hingga 2025.
Kepada wartawan Lawasama menjelaskan, warga Benteng Karang mendapatkan bantuan pembuatan sertifikat Prona pada tahun 2005 dan 2019 pada saat itu
Sebagian warga sudah mendapatkan sertifikat tersebut, namun sertifikat milik 28 warga ditarik kembali pada saat itu hingga sampai saat ini tidak ada kabar
Untuk itu dirinya mewakili warga tersebut mendatangi pihak BPN Provinsi Maluku untuk menanyakan perihal sertifikat milik ke-28 warga tersebut dan hari ini baru mereka mendapat penjelasan
“Kami tidak datang untuk meminta penjelasan, kami menuntut hak kami. Sertifikat itu sudah dicetak, tapi ditarik kembali. Ada apa ini?” tegas Lawasama di hadapan pejabat BPN Provinsi Maluku.
Kepada wartawan Lawasama menjelaskan, dalam pertemuan tersebut, pihak BPN Provinsi menyatakan belum menemukan dokumen terkait 28 sertifikat yang dimaksud dalam arsip mereka.
Mereka berjanji akan menelusuri ulang dokumen PRONA tahun 2005 dan 2019, serta menghadirkan petugas pengukur yang terlibat pada masa itu.
Menurut Lawasama, warga sudah berulang kali mengadukan persoalan ini ke BPN Kota Ambon, namun belum mendapatkan tanggapan serius.
Pertemuan terbaru dengan BPN Kota Ambon dijadwalkan kembali pada Kamis mendatang untuk menindaklanjuti persoalan yang menimpa 28 kepala keluarga di Dusun Amaori.
Ia juga menyesalkan sikap BPN yang dinilai mempersulit warga, yang mana salah satu warga bahkan mengaku pernah melihat langsung sertifikat miliknya, namun tidak diberikan karena diminta menunjukkan surat kuasa.
Setelah syarat dipenuhi, sertifikat tetap tidak diserahkan dengan berbagai alasan pejabat terkait tidak berada di tempat.
“Sekarang dia datang dengan surat kuasa, tapi alasannya lagi bahwa pimpinan sedang tidak ada. Dari tahun 2019 sampai 2025, masa pimpinan belum kembali juga?” ujarnya kesal.
Warga lainnya juga mengeluhkan hal serupa. Mereka menyebut alasan yang diberikan BPN terus berubah-ubah meski semua syarat telah dipenuhi.
“Rasanya seperti dipermainkan. Ketika syarat dipenuhi, alasannya malah berubah. Apakah karena kami tidak punya uang pelicin?” keluh salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.
Sementara itu Kasi Sengketa ATR/BPN Kota Ambon, Frangky M. Luturmas, SH., MH. Ketika dikonfirmasi via WhatsApp membenarkan adanya pertemuan dengan perwakilan warga.
Ia menyatakan pihaknya akan menindaklanjuti laporan tersebut dan memanggil mantan pegawai yang disebut pernah menyerahkan sertifikat.
“Kami tidak bisa menyerahkan sertifikat tanpa dasar hukum yang jelas. Tapi kami serius menangani ini. Hari Kamis nanti, warga akan kami undang kembali untuk pertemuan lanjutan,” kata Luturmas.
Warga berharap pertemuan Kamis mendatang dapat menghasilkan kepastian dan penyelesaian, bukan sekadar janji seperti sebelumnya.