Jakarta, Tribun Maluku: Dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia yang sehat, cerdas, dan produktif, serta pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan, dilakukan percepatan penurunan stunting.
Selanjutnya menindaklanjuti arahan Wakil Presiden RI pada saat pembukaan Rakernas Bangga Kencana menyatakan bahwa Pemerintah Pusat dan daerah harus terus bersinergi untuk memastikan ketersediaan layanan kesehatan bagi keluarga-keluarga di Indonesia dengan kualitas yang semakin baik.
Pencegahan stunting harus dimulai sejak dini pada tingkat keluarga dengan memastikan pemenuhan gizi dan standar hidup sehat bagi calon ibu, ibu hamil, dan bayi.
Selain itu, pemeriksaan rutin ibu hamil, pemberian imunisasi, dan pemantauan tumbuh kembang anak di fasilitas kesehatan juga penting untuk dilakukan.
Oleh karena itu, keterjangkauan masyarakat terhadap layanan kesehatan harus menjadi fokus kerja pemerintah saat ini.
Demikian sambutan Kepala BKKBN, Dr. (H.C.) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) pada acara Rapat Koordinasi Teknis Kemitraan di Jakarta, Selasa (14/5/2024).
Menurut Kepala BKKBN, Bapak Wapres RI mengingatkan kepada seluruh pihak khususnya yang terkait dengan percepatan penanganan stunting bahwa target prevalensi stunting 14 persen yang ada pada RPJMN 2020-2024 akan segera dievaluasi.
Pelaksanaan evaluasi dilakukan terhadap program yang sudah dilaksanakan, baik terkait capaian, pembelajaran, maupun rekomendasi.
Evaluasi ini penting, agar program yang sudah kita lakukan dapat berlanjut dan menjadi prioritas pemerintahan serta tercapai sesuai dengan yang diharapkan.
Selain itu, pelaksanaan studi mendalam mengenai faktor perlambatan capaian penurunan kasus stunting di Indonesia perlu dilakukan, sehingga faktor-faktor yang menyebabkan capaian penurunan stunting semakin melambat dalam dua tahun terakhir ini dapat diidentifikasi dan diselesaikan.
Oleh karena itu, intervensi yang efektif saat ini adalah pencegahan kasus baru dan fokus kerja pada kebijakan yang memberikan daya ungkit besar.
Upaya dan strategi yang dilakukan dapat difokuskan pada pencegahan terjadinya stunting baru, tanpa mengurangi intervensi pada anak stunting dan arahkan berbagai intervensi kebijakan pada hal-hal yang mempunyai daya ungkit tinggi.
Data Survey Kesehatan Indonesia Tahun 2024 menunjukan bahwa dalam 10 tahun terakhir terjadi penurunan prevalensi stunting.
Meskipun ditahun 2023, penurunan angka stunting terjadi sebesar 0,1 persen atau 21,5 persen, dibandingkan tahun 2022. Namun perlu diperhatikan juga bahwa terjadi penurunan jumlah Keluarga Risiko Stunting (KRS) di tahun 2023 dari angka 21,9 juta KRS menjadi 11,89 KRS.
Identifikasi faktor risiko KRS berdasarkan hasil pendataan keluarga, yang mencakup tingkat kesejahteraan, kondisi 4 Terlalu (Terlalu Muda, Terlalu Dekat, Terlalu Tua, Telalu Banyak), rumah tidak layak huni, sanitasi tidak layak dan sumber air minum tidak layak.
Pencapaian target penurunan prevalensi stunting merupakan kerja bersama lintas lembaga dan sektor, sehingga memerlukan langkah- langkah strategis yang terintegrasi.
“Saya sampaikan apresiasi atas kerja keras Bapak/Ibu, Saudara-saudara selama ini dalam upaya meraih target yang sudah ditetapkan. Saya juga meminta peran serta dan kontribusi semua pemangku kepentingan, termasuk non pemerintah, dalam mendukung capaian target penurunan stunting. Kedepannya kita dapat berfokus pada pembangunan dan peningkatan kualitas keluarga,” ucap Hasto.
Dikatakan, keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat. Artinya, apabila keluarga itu baik, maka akan membangun bangsa yang baik pula, sehingga menjadi tugas kita bagaimana membangun keluarga yang bahagia, sejahtera, dan maju.
Program Bangga Kencana bukan semata-mata untuk pengendalian kelahiran, namun membangun keluarga secara utuh dalam berbagai dimensinya.
Dalam kaitan pembangunan keluarga ini, dilakukan secara utuh pada seluruh siklus kehidupan keluarga mulai dari anak-anak sampai lansia.
BKKBN telah melakukan evaluasi berbagai langkah penanganan stunting dan akan berfokus pada tiga pendekatan dengan mempertimbangkan sasaran dan wilayah yang lebih berdampak.
Ketiga pendekatan tersebut meliputi intervensi hulu, pendekatan multisektor dan multipihak atau pendekatan pentahelix, serta pendekatan intervensi gizi terpadu secara spesifik dan sensitive.
Di tahun 2024 sasaran intervensi berfokus pada ibu hamil dan bayi sampai usia 2 tahun serta anak usia 24-59 bulan dan remaja putri calon pengantin.
Data sensus penduduk terakhir menunjukan bahwa jumlah penduduk usia produktif paling banyak pada usia remaja, sehingga penanganan remaja menjadi isu sentral dalam mencegah stunting, karena remaja merupakan cikal bakal calon ayah dan Ibu di masa akan datang yang akan melahirkan generasi generasi penerus bangsa ini, oleh karena itu pendampingan kepada remaja dan calon pengantin/calon pasangan usia subur menjadi hal wajib yang harus dilakukan untuk mencegah kejadian stunting di kemudian hari.
Berdasarkan data yang diperoleh dari SIM KAH Kemenag RI, terdapat 1.544.373 catin yang menikah pada tahun 2023, namun hanya 613.113 atau 39,7 persen calon pengantin yang bersedia melakukan pengukuran lengan, berat badan dan mengisi aplikasi Elsimil (Elektronik Siap Nikah, Siap Hamil).
Dari data yang ada dapat menunjukkan PUS memiliki risiko cukup tinggi untuk melahirkan anak stunting.
Ada sembilan intervensi spesifik dan 11 intervensi sensitif yang dikembangkan dalam program Percepatan Penurunan Stunting (PPS).
Fokus BKKBN dalam program ini di mulai dari yang paling ringan dengan melakukan monitoring terhadap timbangan tetap, timbangan berkurang untuk bayi di bawah dua tahun, gizi kronis hingga penanganan stunting.
Wilayah garapan tingkat kabupaten/kota ditahun 2024 juga lebih fokus pada daerah yang paling berdampak. Sasaran dan dukungan dalam rangka percepatan penurunan stunting difokuskan ke 514 Kab/Kota walaupun terdapat 12 Provinsi Prioritas yang menjadi perhatian dan lebih diprioritaskan fokus penurunan stunting pada 5 Provinsi, yaitu Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sumatera Utara.
Hal itu dilakukan karena jumlah populasi penduduk kelim provinsi dimaksud dapat mencapai 51% dari jumlah penduduk Indonesia secara keseluruhan. Meskipun dalam pelaksanaanya tetap mempertimbangkan prinsip pemerataan dalam upaya percepatan penurunan stunting.
Komunikasi perubahan perilaku masih memiliki dampak strategis dalam upaya percepatan penurunan stunting kedepannya.
Beberapa pesan kunci yang akan menjadi fokus pada tahun 2024, adalah pengenalan mengenai stunting, pemenuhan gizi catin/ibu, pemberian makanan tambahan bagi baduta, serta kampanye Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dan pemberian ASI eksklusif bagi bayi usia <6 bulan.
Langkah dan upaya yang dilakukan ditahun 2024 yaitu pemberian bantuan dan pangan tepat sasaran kepada keluarga berisiko stunting, ibu hamil dan anak-anak serta remaja putri.
Hal tersebut tentunya perlu dilakukan optimalisasi kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah dan mitra kerja terkait lainnya.
Untuk mencapai target penurunan stunting tahun 2024, diperlukan komitmen multipihak di berbagai tingkatan wilayah Indonesia.
Percepatan penurunan angka stunting ini harus dilaksanakan secara holistik, integratif dan berkualitas melalui koordinasi, sinergi dan sinkronisasasi dengan berbagai pihak.
Saat ini BKKBN telah banyak bermitra dengan mitra pentahelix, berdasarkan data hasil pemetaan kerjasama dalam 5 tahun terakhir ada 119 kerjasama yang ditandatangani, namun dalam kurun waktu 5 tahun tersebut baru ditindaklanjuti oleh 54 mitra kerja atau 45,4 persen.
“Melalui forum rakornis ini, saya berharap BKKBN bersama mitra kerja yang sudah bekerjasama dapat memiliki rencana kerja dan melaksanakan implementasi kerjasama yang konkret, Start small. Dimulai dari hal-hal yang kecil dan sederhana, namun tetap memiliki kontribusi yang besar bagi program,” harap Hasto.
Kepala BKKBN mengucapkan terima kasih atas peran serta seluruh Mitra yang terus berkomitmen dan berkolaborasi dengan Pemerintah dalam konvergensi program mulai di tingkat nasional hingga tingkat desa/kelurahan.
Sinergitas antara Kementerian dan Lembaga, Pemda, Nakes, TNI-Polri dan swasta ini menjadi penting sekali dalam menyediakan lingkungan yang sehat dan air bersih, sanitasi dan rumah yang sehat.
Beberapa kegiatan telah dlakukan untuk memperbaiki gizi balita antara lain melalui program “Dashat” yang merupakan salah satu intervensi dalam memberikan makanan bergizi seimbang bagi keluarga beresiko stunting dengan optimalisasi bahan pangan lokal dalam setiap kegiatan, selain itu program Bapak Asuh Anak Stunting perlu kita gelorakan bersama dengan semua pihak melalui gerakan gotong royong seluruh elemen bangsa yang menyasar langsung keluarga beresiko stunting, melalui pemberian bantuan makanan dan bantuan lainya kepada keluarga resiko stunting.
Secara khusus Kepala BKKBN mengucapkan terima kasih kepada TNI/Polri dan Mitra strategis lainya yang telah berkontribusi menjadi Bapak Asuh Anak Stunting (BAAS) sebagai bukti nyata untuk berkontribusi dalam menurunkan angka stunting di Indonesia dan pemberian bantuan kepada para kader kelompok kegiatan yang ada di tingkat lini lapangan.
“Selain itu, saya mengucapkan terima kasih kepada para mitra kerja potensial yang telah melakukan penandatangan kerjasama dengan BKKBN, semoga implementasinya dari kerja sama ini dapat dirasakan langsung kepada keluarga akseptor dan para kader,” tutup dr. Hasto.
Hadir dalam Rapat Koordinasi Teknis Kemitraan adalah Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Prof.Dr.Muhadjir Efendy,M.A.P; KASAD Jenderal TNI Maruli Simanjuntak; Aster Panglima TNI Mayjen TNI Novy Helmy Prasetya, S.I.P., M.I.P; Bapak/Ibu PTM dan PTP Kementerian/Lembaga; serta undangan lainnya.
Pada kesempatan itu Kepala BKKBN menyerahkan Piagam Penghargaan kepada para Bintara Pembina Desa (Babinsa) atas apresiasi mereka terhadap Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting (PPS) di wilayah kerjanya masing-masing.
Dan Babinsa yang mewakili Provinsi Maluku dan Kodam XVI Pattimura adalah Sarsan Satu (Sertu) Onisius Letelai, Babinsa Koramil 02/Saumlaki dan yang menyerahkan Piagam Penghargaan kepada Sertu Onisius Letelai adalah salah satu Petinggi TNI.
Sumber: Humas BKKBN Maluku.