Ambon, Tribun Maluku: Dinas Pertanian Provinsi Maluku sejak tahun 2021 lalu hingga 2024 ini melalui anggaran APBN Dirjen Tanaman Pangan telah mengembangkan padi biofortifikasi yang dikhususkan untuk mengatasi stunting di Provinsi Maluku.
Padi biofortifikasi varietas nutrizink ini merupakan varietas khusus yang didalamnya terdapat kandungan zinknya yang mempunyai kegunaan untuk mengatasi stunting.
“Jadi padi ini merupakan varietas yang dikembangkan oleh Balai Pusat Penelitian Benih Padi Sukomandi dan berdasarkan hasil penelitian/riset, sehingga ditetapkan sebagai varietas khusus kemudian dikembangkan di Maluku oleh Dinas Pertanian Provinsi Maluku,” kata Kepala Dinas Pertanian Provinsi Maluku, Dr. Ilham Tauda, SP. M.Si melalui Kepala Bidang Tanaman Pangan Distan Maluku, Anwar Wael, SP. M.Si di Ambon, Rabu (10/7/2024).
Menurut Anwar, padi jenis ini sudah dikembangkan sejak tahun 2021 melalui anggaran regular sampai sekarang dengan luas per tahunnya seluas 1000 Ha.
Padi ini di kembangkan di empat kabupaten sentra produksi padi di Maluku yaitu Buru, Seram Bagian Barat (SBB), Maluku Tengah (Malteng) dan Seram Bagian Timur (SBT).
Alasan fokus pengembangan di empat kabupaten sentra padi karena padi nutrizink ini adalah padi khusus yang dikembangkan dilahan sawah, sehingga pengembangannya di empat kabupaten sentra padi tersebut.
“Jadi model pengembangannya tetap berpedoman pada Juknis kegiatan seperti kegiatan-kegiatan lain yaitu dilakukan CPCL (Calon petani calon lahan) yang merupakan kewenangan kabupaten/kota, kemudian di diusulkan dalam bentuk Surat Keputusan (SK) Kepala Dinas Kabupaten ke Distan Provinsi untuk diverifikasi selanjutnya disahkan melalui Surat Keputusan oleh Kepala Dinas Pertanian Provinsi Maluku,” ucap Anwar.
Luas lahan untuk pengembangan padi nutrizink ini dalam dua tahun terakhir (2023-2024) adalah: Kabupaten Buru 500 Ha dan Maluku Tengah 500 Ha untuk tahun 2023.
Sementara untuk tahun 2024 ini adalah Kabupaten Maluku Tengah 250 Ha, Buru 600 Ha dan Seram Bagian Timur 150 Ha.
Sedangkan untuk Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) sudah teralokasi di tahun 2021 dan 2022.
“Jadi kita tidak bisa serta merta mengalokasikan kegiatan ini dengan sembarangan namun harus dikoordinasikan dengan pihak kabupaten,” katanya.
Karena berkaitan dengan pengembangan benih di mana benih padi nutrizink ini tidak bisa dikembangkan seperti padi biasa.
Awalnya bibit padi nutrizink ini didatangkan dari Jawa dan selanjutnya di kembangkan di empat sentra produksi padi di Maluku.
Dikatakan, produksi padi nutrizink rata-rata 2,5 ton/ha, tidak seperti padi biasa yang produksinya antara 3,5 sampai 4,3 ton/ha.
Tujuan pengembangan padi ini khususnya untuk mengatasi stunting namun keadaan yang terjadi adalah terkadang terkendala dengan persoalan pasar.
Karena petani tidak mau rugi sehingga bisa saja produksi padi ini diperjualbelikan secara bebas di masyarakat.
Untuk itu solusinya kata Anwar adalah, semestinya ada intervensi dari beberapa Dinas/OPD terkait.
“Seperti contoh, Kita (Distan Maluku) yang kembangkan selanjutnya OPD Dinas Kesehatan, Sosial, Pendidikan dan Kebudayaan harus ada dana yang disediakan untuk membeli, karena sasarannya kepada ibu hamil, balita, anak-anak usia sekolah dan solusi ini belum jalan,” ulasnya.
Tahun 2023 lalu sempat di dorong melalui APBD Provinsi Maluku untuk membeli beras nutrizink sebanyak 9 ton untuk didistribusikan kepada 11 Kabupaten/Kota di Maluku guna keperluan mengatasi stunting.
Sementara produksinya rata-rata 2.500 ton/tahun sehingga kondisi yang terjadi adalah di jual secara bebas di pasar-pasar lokal, karena tidak ada pilihan lain dan petani tidak mau rugi.
Harapannya adalah dengan adanya pengembangan padi biofortifikasi selama beberapa tahun terakhir ini oleh Distan Maluku, maka OPD terkait lainnya harus terlibat/intervensi dengan cara membeli untuk kepentingan anak-anak stunting di Maluku, sehingga tujuan dari pengembangan padi biofortifikasi untuk mengatasi stunting di daerah ini tepat sasaran dan bisa teratasi.