Pengantar
Definisi klasik transformasi ekonomi adalah proses terus-menerus menggerakkan sumber daya manusia (SDM) dan lain-lain dari sektor-sektor yang produktivitasnya rendah ke sektor-sektor yang produktivitasnya tinggi.
Salah satu yang menarik diamati adalah Transformasi dari sektor Barang ke sektor Jasa dalam bearan ekonomi.
Salah satu ciri negara maju adalah bauran industri yang beragam, termasuk sektor jasa yang besar dalam perekonomiannya.
Sebagai contoh di Inggris, sektor jasa merupakan komponen perekonomian terbesar, mencakup hampir 80% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) dan rasio lapangan kerja yang serupa. Di AS, sektor jasa mencakup 70% angkatan kerja terlibat.
Dalam struktur PDB/PDRB memilah antara industri penghasil barang dan penghasil jasa tidaklah mudah. Penyebabnya karena Industri penghasil barang ada juga yang menghasilkan jasa, begitu pula sebaliknya (https://www.bea.gov/research/papers/2023/marketing-other-intangibles-and-output-growth-61-united-states-industries).
Tulisan ini mengkategorikan sektor Barang dalam PDB meliputi kategori Pertanian, Pertambangan dan Galian, Industri Pengolahan serta Konstruksi.
Sementara tiga belas kategori ekonomi lainnya sebagai penghasil jasa.
Keduanya sama yaitu pemuas kebutuhan manusia, kebendaan dan non kebendaan.
Transformasi
Memang di Indonesia, share sektor Jasa dalam perekonomian yang ditunjukkan dalam PDB-nya pada tahun 2022 masih kecil yaitu 44,86%, sisanya share sektor barang setengahnya 54,14%.
Nilai sebesar 44,86% ini sudah meningkat dari tahun-tahun sebelumnya, semisal 2012 mencapai 42,99%.
Peningkatan selama tahun 2013-2022 masih relatif kecil yaitu menunjukkan pergeseran rata-rata menjadi 45,9% serta deviasi 1,2 dan koefisien variasi sebesar 2,7%.
Walau lambat optimisme tetap terlihat dari kecendrungan lima tahun terakhir yang mencapai 46,4% dengan koefisien variasi sebesar 2,3%.
Secara kepulauan, share sektor Barang yang besar dalam PDRB, terjadi pada wilayah-wilayah Sumatera (55,5%), Kalimantan (64,06%), Sulawesi (49,55%), serta Maluku & Papua (51,0%).
Sedangkan sektor Jasa terkonsentrasi pada wilayah kepulauan Jawa (62,8%), serta Bali & Nusra (64,5%), yang satu pada industri pengolahan dengan bauran yang cukup tinggi, dan satunya bergantung pada industri pariwisata dan penyokongnya.
Sementara Maluku juga memperlihatkan kecendrungan cukup baik dengan share sektor Barang 39% dan sektor Jasa 61% di tahun 2022.
Prestasi Maluku yang cukup baik ini sudah mengalami perbaikan dari tahun-tahun sebelumnya namun perbaikan ini hanya sebesar 1,1 nilai deviasi, dengan koefisiennya 2,7% untuk sektor Barang dan 1,8% sektor Jasa.
Sisi pertumbuhan pun memperlihatkan koherensi antara Maluku dan Nasional. Artinya selama tahun pengamatan, baik Maluku maupun Indonesia sama-sama mengalami pertumbuhan pada Barang maupun Jasa, yaitu Maluku tumbuh rata-rata 4,1% untuk Barang, dan sektor Jasa 5,1%, sedangkan Indonesia 3,2% dan 5,0%.
Dengan demikian dalam struktur ekonomi Maluku maupun Indonesia sektor Jasa tumbuh lebih cepat dari sektor Barang.
Di Maluku, pergeseran sektor Barang ke Jasa semakin terlihat. Pada tahun 2013 sektor Jasa memberi share 58,8%, terus berfluktuasi menjadi 61,98% di tahun 2022.
Selama kurun waktu tersebut rata-rata sektor Jasa yang terbentuk 60,6%, sedangkan sektor Barang 39,4%.
Sisi lain yang meyakinkan adanya transformasi adalah, pertumbuhan masing-masing. Sektor Jasa selama kurun waktu tersebut tumbuh rata-rata 5,1%, dengan deviasi 2,6 dan koefisien deviasinya sebesar 51,0%.
Sementara sektor Barang tumbuh 4,1% dengan deviasi 2,2 dan koefisien deviasi sebesar 52,5%.
Nilai deviasi dan koefisiennya masing-masing menunjukkan konsistensi pergeserannya.
Dari sisi pertumbuhan, sektor Jasa lebih cepat dan konsisten terlihat dari koefisien deviasinya yang lebih kecil dari sektor Barang.
Pergeseran sektoral ini sejalan dengan pergeseran tenaga kerjanya.
Pada tahun 2013 sektor Jasa menyerap 42,3% tenaga kerja yang bekerja, sedangkan sektor Barang 57,7%.
Kemudian pada tahun 2022 sektor Jasa meningkat menjadi 49,5%, sedangkan Barang turun ke 50,5%.
Pergeseran tenaga kerja ini bisa jadi karena memang kualitasnya membaik, berkesempatan memilih pekerjaan yang tidak lagi bergantung kepada alam dan memiliki produktivitas yang tinggi.
Perkembangan Harga Produsen
Harga barang dan jasa yang terbentuk juga mengalami perbedaan perubahan. Pada sektor Barang di tahun 2013 indeks harga implisit mencapai 129,3%, sedangkan sektor Jasa 123,7%.
Ini berarti pada tahun 2013 harga produsen sektor Barang mengalami kenaikan 29,3% dibandingkan harga yang terjadi pada tahun 2010, sedangkan sektor Jasa 23,7%.
Berarti dalam hal ini harga produsen yang terbentuk karena sektor Barang lebih tinggi dari sektor Jasa.
Kondisi pada tahun 2022, juga memperlihatkan kecendrungan yang sama, dimana harga produsen sektor Barang lebih tinggi dari sektor Jasa, masing-masing 65,1% dan 58,7%.
Maknanya harga produsen sektor Barang lebih tinggi dari harga produsen sektor Jasa pada tahun 2010.
Sisi lain yang tidak kalah penting adalah nilai proxy inflasi. Jika laju indeks harga implisit dianggap sebagai proxy inflasi, tentu sektor Barang lebih tinggi dari sektor Jasa, yaitu rata-rata yaitu 3,3%, sedangkan Jasa 3,2% selama tahun 2013-2022.
Walaupun sektor Jasa di Provinsi Maluku memberikan share yang tinggi namun share tersebut kebanyakan dari Sektor Pemerintahan dan Hankam, dimana tahun 2022 mencapai 22,3%, jauh di atas wilayah lainnya di Indonesia.
Catatan Penutup
Selama tahun 2013-2022 terjadi pergeseran ekonomi dari sektor Barang ke sektor Jasa. Namun pergeseran yang terjadi di Maluku kebanyakan berasal dari Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib mencapai 22,3%.
Kondisi ini menunjukkan bahwa peran pemerintah dalam perekonomian Maluku sangat tinggi. Hal ini berbeda dengan wilayah lain yang share sektor ini rendah.
Sebut saja Papua Barat yang 10,6% atau Nusa Tenggara Timur 12,%. Sedangkan provinsi lainnya yang tidak disebut sharenya di bawah 10% dari nilai PDRB-nya.
Kondisi harga produsen yang terjadi di Maluku lebih tinggi dari wilayah lainnya di Indonesia.
Bisa jadi penyebabnya adalah harga untuk membiayai aktifitas ekonomi di Maluku sangat tinggi. Rata-ratanya mencapai 44,3%, sedangkan untuk Indonesia 38,8%.
Kenyataan geografi wilayah bisa saja menjadi objek “provokasi” untuk disalahkan terkait tingginya harga produsen. Tetapi suatu kepastian yang tidak bisa dipungkiri bahwa transportasi di Maluku belum tuntas menjawab kebutuhan masyarakat di negeri para raja, tidak terkecuali pelaku ekonomi.
Dalam ekonomi ada dua margin, yang satunya milik transportasi, satunya lagi milik perdagangan.
Keduanya akan melebur jadi satu menjadi beban para pelaku dan tentu saja penikmat ekonomi.
Jika transportasi bisa dituntaskan melalui investasi swasta sudah bisa dipastikan transformasi ekonomi di Provinsi Maluku tumbuh makin pesat.
Transformasi Sektor Barang ke Sektor Jasa semakin cepat, yang berdampak kapasitas ekonomi Maluku.
Tentu saja kita orang Maluku menginginkan variasi dalam perekonomian di daerah kita.
Tumbuhnya sektor-sektor jasa adalah kuncinya, tentu dengan tetap menancapkan kukunya pada alam kita yang sangat kaya.
Semoga!!!
Oleh: Charles Gigir Anidlah – Statistisi Madya BPS Provinsi Maluku.