Nilai tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan uang lusuh periode Januari – Desember 2012 sebesar Rp328 miliar, katanya di Ambon, Rabu (18/12).
Ia menjelaskan, terkumpulnya uang lusuh ini melalui proses sortir oleh BI terhadap uang yang masuk dari bank-bank di daerah ini.
“Jadi setelah uang masuk dari bank di sortir, kemudian uang yang tidak layak edar dipisahkan dengan uang yang layak edar,” katanya.
Yang jelas, lanjutnya, uang yang tidak layak edar ditarik untuk dimusnahkan dan digantikan lagi dengan uang yang baru, ujarnya.
Pelaksanaan pemusnahan uang lusuh itu dengan satu berita acara melalui panitia di BI guna proses pemusnahannya.
“Uang itu dihancurkan hingga bentuknya kecil – kecil sehingga tidak bisa lagi disatukan, kemudian dilakukan pembakaran di tempat pembuangan akhir (TPA) Dusun Toisapu Desa Hutumuri, Kecamatan Leitimur Selatan,” ujarnya.
Sedangkan uang yang layak edar tetap diedarkan kembali ke masyarakat. Disinggung mengenai uang palsu yang beredar di Maluku selama 2013, Ircham menjelaskan, sangat kecil sebab hingga November ditemukan 2.100 lembar dalam bentuk pecahan Rp100.000 dan Rp50.000.
Penemuan uang palsu ini berdasarkan laporan masyarakat langsung ke BI, laporan dari perbankan, dan juga pihak Kepolisian yang menemukan kemudian meminta klarifikasi ke BI atas keaslian uang tersebut.
Menurutnya, dalam mengantisipasi peredaran uang palsu ini, BI selalu melakukan sosialisasi ke daerah-daerah, dan Kamis (19/12) BI merencanakan untuk melakukan sosialisasi ke Pulau Saparua, Kabupaten Maluku Tengah.
Selama ini sosialisasi juga sudah dilakukan di Kota Masohi, Saumlaki, Buru yang terutama kepada masyarakat dan juga sekolah – sekolah agar masyarakat lebih memahami dengan uang rupiah tersebut sekaligus bisa membedakan mana yang asli dan yang palsu. (ant/tm)