“Kami mendukung pilkada putaran kedua tetapi juga mewanti-wanti karena tidak mau terlibat dalam masalah penganggaran sebab proses hukumnya ini harus jelas dahulu, jangan sampai akhirnya kita semua digiring ke masalah hukum,” kata anggota DPRD Maluku asal F-Demokrat, Melki Frans di Ambon, Senin (9/12).
Melki menyatakan hal itu terkait penolakan PTUN Ambon untuk meneruskan memori kasasi KPU Maluku ke Mahkamah Agung atas gugatan pasangan bakal calon gubernur dan wakil gubernur Jack Noya dan Adam Latuconsina yang menang di tingkat banding.
Menurut Melki yang juga wakil ketua komisi A DPRD Maluku, kalau terjadi masalah hukum tentunya tidak melibatkan masyarakat banyak tapi hanya sebatas pengambil kebijakan, dalam hal ini DPRD bersama KPU selaku pengguna anggaran.
“Sekali lagi, dengan hormat kita tetap menghormati pendapat rakyat, tapi ini bagian dari tugas komisi untuk mencari seberapa besar lembaga peradilan ini punya kemampuan eksekusi terhadap sebuah keputusan dan implikasinya kepada persoalan hukum yang akhirnya menimbulkan kerugian negara,” katanya.
Untuk itu KPU diminta memberikan penjelasan resmi dan benar tentang pelaksanaan pilkada putaran kedua dengan meyakinkan semua pasangan calon bahwa siapa yang menang tetap dilantik.
Sebab ada daerah lain yang sudah selesai proses pilkada dan pelantikan kepala daerah, namun dibatalkan sehingga jadi rujukan komisi untuk mencari unsur kebenarannya.
KPU dan DPRD adalah dua lembaga negara di daerah yang berbeda dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya kepada masyarakat.
Karena itu, keputusan KPU tidak bisa diintervensi oleh DPRD, tapi eksekutif sebagai lembaga yang punya fungsi menyusun anggaran dan pembiayaan pilkada gubernur, penganggarannya bukan dari KPU dan bukan dialokasikan secara independen oleh mereka secara berjenjang lewat APBN tapi lewat APBD.
“Karena merasa kalah, KPU naik banding ke PT TUN Makassar dan kemudian memperkuat putusan PTUN Ambon dan KPU lanjut kasasi dan tidak diterima karena menganggap putusan PTUN Ambon itu inkrah,” ujarnya.
Bila KPU sejak awal menganggap keputusan PTUN itu tidak mempunyai kekuatan eksekusi maka timbul pertanyaan mengapa mereka keluarkan anggaran kepada kuasa hukum.
“Silahkan saja PTUN memutuskan secara inabsensia, tapi KPU mengeluarkan belanja daerah untuk bayar kuasa hukum lalu lakukan perlawanan, ini menunjukkan kalau KPU secara sadar tahu keputusan PTUN itu penting jadi mereka ingin menang atas gugatan Jacky-Adam,” kata Melki Frans. (ant/tm)