Proses pencalonan yang dilakukan Imanuel sebagai raja merupakan upaya pemalsuan dokumen pencalonan dengan memaksa dan membayar 5 anggota saniri negeri untuk menandatangani berkas pencalonannya itu.
Hal ini diungkapkan salah satu tokoh masyarakat negeri Kariu yang enggan namanay disebutkan, (sebut saja Hanok) kepada Tribun-Maluku.com di Ambon Senin (13/7).
Menurut Hanok, proses pencalonan raja di negeri Kariu beberapa waktu lalu telah diatur dengan hukum adat yaitu melalui upaya penetapan mata rumah parentah oleh saniri negeri, dan berdasarkan aturan yang berlaku, sehingga dari mata rumah parentah telah menetapkan Jusuf Pattiradjawane sebagai ketua mata rumah parentah dalam musyawarah keturunan parentah Pattiradjawane.
Jusuf Pattiradjawane telah ditetapkan sebagai ketua mata rumah parenta berdasarkan silsilah keturunan di Kariu Leamoni Kamasune oleh seluruh anak cucu mata rumah parentah Pattiradjawane dalam rapat keturunan, namun Imanuel Pattiradjawane dengan ambisinya mau menjadi raja berusaha untuk membuat dokumen pencalonan tanpa melalui prosedur hukum adat serta tidak melalui rapat saniri negeri,”jelas Hanok.
Hingga kini belum dilakukan pertemuan anak cucu Pattiradjawane untuk menetapkan siapa yang akan di calonkan menjadi raja yang kemudian di proses untuk mendapat persetujuan Bupati Maluku Tengah untuk dilantik.
Karena ingin menerima sejumlah dana desa membuat Imanuel Pattiradjawane berambisi untuk menduduki tahta kepemimpinan dengan berbagai upaya yang dilakukan dirinya (Imanuel, red) seperti melakukan pembohongan kepada masyarakat negeri Kariu bahwa mata rumah parenta telah menetapkan dirinya sebagai calon tunggal yang siap di lantik oleh Bupati Malteng.
Selain itu Imanuel telah membuat surat persetujuan mata rumah parentah dengan memaksa Frans Pattiradjawane untuk menandatangani surat tersebut, padahal Frans Pattiradjawane dalam kondisi sakit parah dan juga bukan sebagai ketua mata rumah parenta yang ditetapkan oleh rapat anak cucu mata rumah parentah,”ucap Hanok.
Tambah Hanok, surat persetujuan pencalonan yang ditandatangani oleh 5 anggota saniri negeri tersebut tidak melalui prosedur, karena dibuat oleh Imanuel Pattiradjawane bahkan memaksa mereka untuk menandatangani karena dibayar, serta dibubuhi cap saniri negeri yang tidak diketahui dari mana asalnya.
Dipastikan cap yang digunakan Imanuel Pattiradjawane adalah cap yang dibuatnya sendiri untuk
mengelabui Camat P. Haruku, Kabag Tata Pemerintahan Pemda Malteng maupun Bupati Tuasikal Abua untuk segera melantik dirinya sebagai raja.
Dengan demikian maka, Hanok sangat menyayangkan perilaku yang sengaja di buat oleh Imanuel Pattiradjawane sebagai upaya melawan hukum dan bahkan juga melawan hukum adat maupun silsilah keturunan matarumah parentah di negeri Leamoni tersebut.
Untuk itu sebagai keterwakilan masyarakat adat di negeri Kariu Hanok meminta agar Bupati Tuasikal Abua, SH jangan melantik yang bersangkutan karen semua dokumen pencalonan dipalsukan dan tidak melalui penetapan mata rumah parentah.
Seluruh elemen masyarakat berkeberatan untuk yang bersangkutan diangkat menjadi raja/kepala pemerintah negeri Kariu, jika tidak maka masyarakat secara spontan tidak turut serta dalam pembangunan bahkan akan terjadi bencana besar yang melanda negeri itu.
Sebagai anak negeri Hanok harapkan, agar pihak Kepolisian segera melakukan pengusutan terhadap pemalsuan dokumen dan cap saniri negeri bagi pencalonan Imanuel Pattiradjawane, serta menggunakan orang lain sebagai ketua mata rumah parentah agar dapat di lantik oleh Bupati Malteng.(TM)