Salah satu istilah lain untuk keluarga miskin adalah keluarga pra-sejahtera. Keluarga pra-sejahtera dapat dikatakan sebagai keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu atau lebih dari 5 kebutuhan dasarnya (basic needs), seperti kebutuhan akan sandang, pangan, papan, kesehatan dan kebutuhan spiritualitas.
Sesuai data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dalam buku Profil Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga tahun 2015 menggambarkan bahwa dalam periode tahun 2012–2014 terjadi fluktuasi terhadap jumlah keluarga pra sejahtera di Provinsi Maluku.
Pada tahun 2012 jumlah keluarga pra sejahtera di Maluku adalah 94.207 Keluarga, angka ini menunjukan kenaikan sebanyak 11.484 keluarga dari tahun sebelumnya. Selanjutnya tahun 2013 justru terjadi penurunan jumlah keluarga pra-sejahtera sebanyak 5.644 keluarga, sehingga jumlah keluarga pra-sejahtera menjadi 88.563 keluarga. Pada tahun 2014, terjadi lagi peningkatan jumlah keluarga pra sejahtera di Maluku menjadi 94.087 keluarga dengan kenaikan sebanyak 5.524 keluarga.
Terjadinya dinamika jumlah keluarga pra sejahtera ini tentu memberikan dampak yang sangat signifikan. Salah satu dampaknya adalah terhadap pendidikan anak, khususnya pendidikan anak laki-laki. Hal ini terbukti dengan meningkatnya jumlah anak laki-laki tidak bersekolah dari 14,273 anak di tahun 2013 menjadi 14,568 anak di tahun 2014. Dengn kata lain ada peningkatan jumlah anak laki–laki tidak bersekolah sebanyak 295 anak.
Data ini menunjukan adanya dinamika jumlah keluarga pra sejahtera yang terjadi di Provinsi Maluku, yang tentunya harus diteliti secara lebih mendalam oleh berbagai pihak sehingga faktor yang mempengaruhi dinamika ini dapat diketahui untuk selanjutnya ditindaklanjuti oleh Pemerintah Provinsi Maluku selaku pengambil kebijakan di negeri seribu pulau ini.
Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota di Maluku harus menyikapi dampak yang terjadi dari pertumbuhan jumlah keluarga pra sejahtera, karena bukan tidak mungkin jika generasi anak daerah ini tidak mampu bersaing hanya karena rendahnya tingkat pendidikan yang dilatarbelakangi oleh keterbatasan ekonomi keluarga (keluarga pra sejahtera).
Tentu bukanlah hal mudah untuk dapat menyelesaikan masalah kemiskinan di suatu wilayah, namun dengan adanya data dan informasi ini maka Pemerintah Daerah harus lebih termotivasi untuk bekerja keras menciptakan kebijakan dan strategi yang tepat sasaran, sehingga kedepan dapat meminimalisir jumlah keluarga miskin atau pra sejahtera yang ada saat ini.(Oleh : Meivie Matulessy, SE. MA
Kasubbid Analisis Dampak Kependudukan BKKBN Provinsi Maluku)