Namlea, Tribun Maluku. Com
Pansus DPRD Kabupaten Buru merekomendasikan Penjabat Bupati, Djalaludin Salampessy segera mencopot dr Helmi Koharja dari jabatannya sebagai Direktur RSUD Namlea.
“Pansus memandang perlu untuk memberikan rekomendasi kepada saudara Penjabat Bupati untuk mencopot Kepala RSUD yang dinilai tidak koperatif dan tidak kompak, ” tandas anggota DPRD asal PPP, Mazer Salasiwa saat membacakan rekomendasi pansus DPRD dalam Rapat Paripurna Penyampaian Rekomendasi Terhadap LKPJ Bupati TA 2022, yang dipimpin Ketua DPR Buru, Muh Rum Soplestuny, pada Jumat sore (16/6/2023).
Sebelum meminta Djalaludin Salampessy mencopot dr Helmi Koharja, Pansus LKPJ Bupati terlebih dahulu meminta agar diselesaikan pembayaran gaji tenaga medis non PNS dan dokter yang bertugas di RSUD.
Diminta pula peningkatan pelayanan kesehatan di RSUD melalui penambahan dokter kandungan dan ahli (spesialis) untuk menekan angka kematian ibu dan anak yang dirawat di sana, serta memastikan ketersediaan obat-obatan.
Dalam poin pertama rekomendasinya, DPRD Buru terlebih dahulu meminta supaya Penjabat Bupati mengarahkan fokus kerja di sejumlah OPD untuk menyelesaikan kegiatan tahun 2022 lalu, yang masih tertunda dan bermasalah.
Terkait hal di atas, pansus juga merekomendasikan agar dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap pimpinan OPD yang tidak mampu bekerja secara optimal untuk segera dicopot dari jabatannya. “Dan dilakukan roling jabatan sesuai mekanisme dan kebutuhan yang berlaku,” tandas Mazer Salasiwa.
Sedangkan terhadap pimpinan OPD yang mampu serta menunjukan prestasi kerja, patut diberikan penghargaan berupa tambahan intensif anggaran hingga fasilitas kendaraan dinas.
Sejumlah rekomendasi disampaikan DPRD dengan besar harapan segera ditindaklanjuti Penjabat Bupati. Yang mendesak, segera membayar tunggakan TPP ASN tahun 2022 lalu dan TPP ASN tahun 2023 yang belum terlaksana sampai di pertengahan Juni ini.
Selain TPP ASN, direkomendasikan agar gaji bulan 13 yang menjadi hak seluruh ASN juga segera dibayarkan.
Selama rapat paripurna berlangsung, ada sejumlah anggota dewan sempat diberikan kesempatan untuk berbicara dan menyampaikan pendapat.
Salah satu masalah yang paling disoroti, yaitu pelayanan kesehatan di RSUD Namlea, sebab kian memburuk sebelum dipimpin dr Helmi Koharja.
Diungkap, kalau ada kurang lebih 20 tenaga dokter yang disekolahkan mengambil spesialis dengan anggaran daerah. Ada juga sejumlah dokter PTT lolos dan diangkat menjadi PNS.
Namun hanya sesaat mengabdi di Kabupaten Buru. Kini mereka tidak lagi kelihatan batang hidungnya di RSUD Namlea.
Bahkan Mazer Salasiwa di dalam rapat paripurna ikut menceritakan kejadian memilukan yang menimpa adik perempuannya saat melakukan persalinan di RSUD.
Dari pukul 11.00 wit, adiknya itu direkomendasikan harus melakukan persalinan dengan cara dioperasi. Tapi tidak ada satupun dokter kandungan maupun dokter bedah.
Pukul 17.00 wit adiknya itu melahirkan tanpa bantuan tenaga dokter bedah dan dokter kandungan. Ibunya selamat, tapi anaknya meninggal dunia.
Satu oknum dokter bedah disebut-sebut memilih ke Kabupaten Buru Selatan dan melalaikan tanggungjawab pokoknya di RSUD Namlea. Mazer sempat menyebut oknum itu dengan nama panggilan dr Venno.
Penjabat Bupati , Djalaludin Salampessy yang dimintai tanggapannya usai rapat paripurna menjelaskan, berbagai persoalan yang timbul dari manajemen di rumah sakit memang perlu diperbaiki dan bujan berarti harus mengganti kepala RSUD.
Tapi yang paling utama, manajemen RSUD perlu diupdate ulang. Baik dengan tenaga dokter yang ada sekarang serta peningkatan sumber daya.
Diakui, perlu evaluasi secara mendalam, dilakukan langkah yang terukur untuk penempatan orang yang tepat.
Sedangkan Direktur sekarang, dr Helmi Koharja perlu diingatkan kembali, sehingga fungsi manejerial rumah sakit bisa lebih baik, pelayanan RSUD bisa maksimal, dan masyarakat bisa menerima manfaatnya.
Menyoroti ada oknum dokter bedah yang lebih memilih ke Kabupaten Buru Selatan, Djalaludin sempat mengingatkan sang dokter itu kalau tugas utamanya dan dedikasinya sebagai pelayan masyarakat harus memprioritaskan hal-hal utama secara prinsip dari etika kedokteran.
“Persoalan ke daerah lain, atau persoalan mencari rejeki itu adalah persoalan pribadi. Tetapi etika sebagai seorang dokter dalam menerima jabatan atau amanah secara profesional, itu harus bisa diutamakan,” ucap Djalaludin.
Dipastikan olehnya, kalau sampai saat ini tidak ada permintaan untuk dokter bedah tersebut pindah ke Buru Selatan. Statusnya masih sebagai dokter yang bertugas di Kabupaten Buru.
Tidak ada permintaan dari dr Venno juga agar bisa berpraktik di Buru Selatan. “Belum ada permintaan apa-apa,”sambung Djalaludin.
Ditanya apakah nanti akan ada tindakan terhadap oknum dokter yang lalai bertugas di RSUD Namlea ini, Penjabat Bupati dengan nada bijak mengatakan, akan dicroscchek administrasinya.
Kemudian yang bersangkutan akan dipanggil, guna memastikan informasi yang beredar, sehingga harapan Penjabat Bupati dan juga harapan masyarakat Buru, agar dr Venno dan para dokter spesialis lainnya berkomitmen secara sadar melaksanakan tugas dan fungsinya dan menjalankan surat keputusan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.