“Dengan 92% wilayah laut, Maluku memiliki potensi besar untuk mengembangkan ekonomi biru, yang berpotensi menjadi mesin pertumbuhan ekonomi berkelanjutan sekaligus pilar utama pembangunan masa depan.”
Maluku merupakan salah satu Provinsi yang terletak di bagian timur Indonesia dan merupakan provinsi kepulauan yang unik dimana 92,4 persen wilayah Maluku terdiri dari laut sedangkan sisanya adalah wilayah daratan. Selain itu, Sektor Perikanan memainkan peran strategis dalam perekonomian ekonomi Maluku, dengan perannya terhadap perekonomian mencapai 13,76 persen di Tahun 2023. Selain kaya akan sumber daya alam khususnya perikanan, Maluku juga masih terus menghadapi berbagai tantangan dalam mengoptimalkan potensi kekayaan alam yang ada.
Maluku, dengan luas wilayah laut yang mendominasi dibanding daratan, memiliki peluang besar untuk mendukung arah kebijakan nasional sebagaimana diamanatkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2029. Salah satu fokus utama RPJPN tersebut adalah Pengembangan Ekonomi Biru Sebagai Sumber Pertumbuhan Baru. Selain itu, melalui Program Prioritas Nasional dalam 8 Asta Cita, pemerintah berkomitmen untuk “memantapkan sistem pertahanan dan keamanan negara serta mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi syariah, ekonomi digital, ekonomi hijau, dan ekonomi biru.”
Sebagai salah satu bentuk transformasi ekonomi, Sustainable Blue Economy berperan penting dalam mendayagunakan potensi kelautan secara optimal dan berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir, melestarikan ekosistem laut, dan menciptakan sumber pertumbuhan baru di tengah berbagai tantangan global.
Ekonomi biru memiliki dimensi yang sangat luas dimana mencakup perikanan, pariwisata bahari, energi terbarukan, hingga bioteknologi laut. Oleh karena itu, sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan berbagai pelaku pembangunan menjadi mutlak diperlukan. Kolaborasi tersebut harus mengafirmasi bersama komitmen terhadap pembangunan ekonomi biru yang inklusif dan berkelanjutan di Maluku.
Selain itu, peningkatan kualitas data, perbaikan tata kelola yang efisien, penguatan sumber daya manusia (SDM), peningkatan produktivitas dan nilai tambah, serta inovasi berbasis kelautan adalah kunci utama untuk mewujudkan ekonomi biru sebagai mesin penggerak (engine of growth) yang mampu menopang perekonomian Maluku di masa depan.
Potensi Ekonomi Biru di Maluku
Maluku memiliki sektor perikanan dan akuakultur yang berperan strategis dalam mendukung pengembangan ekonomi biru. Sebagai salah satu tulang punggung perekonomian masyarakat pesisir, sektor perikanan telah lama menjadi andalan, dengan Laut Maluku yang kaya akan keanekaragaman hayati laut sebagai pusat kegiatan perikanan tangkap tradisional. Jika pengelolaan sektor ini ditingkatkan melalui penerapan teknologi modern dan pendekatan berbasis keberlanjutan, potensi peningkatan hasil tangkap nelayan dapat terwujud secara signifikan, sekaligus mendukung tercapainya swasembada pangan nasional. Hal ini tercermin dari produksi perikanan tangkap Maluku yang mencapai 518 ribu ton dengan nilai produksi sebesar Rp13,25 triliun tahun 2022, menjadikan Maluku sebagai produsen perikanan terbesar kedua di Indonesia pada tahun tersebut.
Selain perikanan tangkap, Maluku juga memiliki potensi besar dalam akuakultur, khususnya produksi budidaya tambak, rumput laut, dan kerang mutiara. Pada tahun 2023, volume produksi rumput laut mencapai 237 ribu ton, sementara volume produksi dari budidaya tambak mencapai 269 ribu ton. Kedua subsektor ini tidak hanya menjanjikan dari sisi kontribusi ekonomi, tetapi juga dapat mendorong diversifikasi usaha masyarakat pesisir dan mendukung keberlanjutan ekonomi daerah. Melalui inovasi teknologi, sektor ini dapat menjadi andalan baru dalam mendukung kemandirian ekonomi daerah.
Maluku memiliki potensi besar dalam bidang pariwisata bahari yang tak terbantahkan. Keindahan pantai-pantainya, terumbu karang yang masih terjaga keasliannya, serta kekayaan situs sejarah maritim menjadikan Maluku sebagai destinasi yang sangat potensial bagi wisatawan domestik maupun internasional. Namun, pengembangan sektor ini masih terbatas. Hingga tahun 2023, jumlah destinasi wisata bahari di Maluku tercatat hanya 73 titik, dengan jumlah usaha atau perusahaan wisata tirta komersial baru mencapai 10 entitas.
Pengelolaan pariwisata bahari berbasis prinsip keberlanjutan tidak hanya berpotensi meningkatkan pendapatan asli daerah, tetapi juga mendukung pelestarian lingkungan laut. Dengan pengelolaan yang lebih optimal, pariwisata bahari di Maluku dapat menjadi katalisator pembangunan ekonomi sekaligus menjaga keberlanjutan ekosistem kelautan.
Energi terbarukan berbasis laut memiliki potensi besar sebagai peluang strategis bagi Maluku. Dengan memanfaatkan sumber daya alam seperti arus laut, panas laut, dan angin, wilayah ini dapat mengembangkan pembangkit listrik ramah lingkungan yang mendukung percepatan transisi menuju energi hijau. Namun, pengembangan energi terbarukan di Maluku masih tergolong minim. Hal ini tercermin dari kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang baru mencapai 1,46 MW pada tahun 2022, angka yang menunjukkan masih adanya tantangan signifikan dalam pemanfaatan potensi energi hijau di wilayah ini.
Tantangan Pengembangan Ekonomi Biru di Maluku
Meskipun Maluku memiliki potensi besar dalam pengembangan ekonomi biru, terdapat berbagai tantangan yang perlu diatasi untuk mewujudkan manfaatnya secara optimal. Salah satu isu utama adalah ketimpangan akses terhadap sumber daya laut. Data menunjukkan bahwa jumlah kapal perikanan tangkap laut dengan kapal motor berukuran lebih dari 30 GT di Maluku hanya sebanyak 8 unit, sementara sisanya berupa 64,01 ribu perahu atau kapal penangkap ikan berukuran kecil.
Ketimpangan ini mencerminkan perbedaan yang signifikan dalam kemampuan teknologi dan kapasitas produksi di antara pelaku perikanan. Selain itu, nelayan kecil sering kali menghadapi kesulitan dalam memanfaatkan wilayah tangkap tradisional mereka akibat kebijakan yang lebih menguntungkan investor besar, sehingga mengurangi peluang mereka untuk bersaing secara adil dalam sektor ini.
Tantangan lainnya adalah kurangnya data terintegrasi yang menjadi dasar pengambilan keputusan. Data mengenai potensi sumber daya laut, ekosistem, dan peluang pengembangan sektor biru sering kali tersebar, sehingga sulit untuk dimanfaatkan secara optimal.
Degradasi lingkungan laut juga menjadi ancaman serius. Pencemaran plastik, eksploitasi berlebihan, dan beberapa kegiatan reklamasi pesisir yang tidak terkontrol dapat merusak ekosistem laut yang menjadi penopang utama kehidupan masyarakat pesisir. Jika tidak ditangani secara serius, hal ini dapat mengurangi hasil tangkap nelayan, menurunkan daya tarik pariwisata, dan mengancam keberlanjutan ekonomi biru.
Strategi Keberlanjutan Ekonomi Biru
Sebagai salah satu wilayah yang paling kaya akan sumber daya laut, Maluku memiliki peran strategis dalam mendukung kebijakan nasional terkait pengembangan ekonomi biru. Dengan menerapkan prinsip sustainable blue economy, Maluku dapat menjadi model transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Namun, keberhasilan pengembangan ekonomi biru di Maluku memerlukan sinergi antara berbagai pihak, peningkatan kualitas data, perbaikan tata kelola, penguatan SDM, serta inovasi yang berorientasi pada keberlanjutan. Jika strategi ini diimplementasikan dengan baik, ekonomi biru dapat menjadi engine of growth yang tidak hanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga melestarikan sumber daya laut untuk generasi mendatang.
Ekonomi biru adalah masa depan Maluku, sebuah arus ekonomi yang mampu mendorong Maluku menjadi pionir dalam pengelolaan sumber daya laut di tingkat nasional dan internasional. Melalui kolaborasi berbagai pihak, Maluku dapat memimpin transformasi ini dan menjadikan ekonomi biru sebagai penggerak utama pembangunan masa depan..
Oleh: Jefri Tipka, S.Si. M.Si; Anggota Bidang Kebijakan Ekonomi dan Pembangunan ISEI Cabang Ambon.