Jika indikator lainnya sudah tersedia secara lengkap maka dipastikan angka pertumbuhan ekonomi sebesar 6,52 persen ini akan tetap bertahan sebagai “rapor” Maluku 2024
Pengantar
Siang kemarin, tepatnya 5 Pebruari 2025 Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku merilis Pertumbuhan ekonomi Provinsi Maluku Triwulan IV tahun 2024. Seperti biasanya, acara semacam ini selalu dihadiri oleh pemerintah daerah, dalam hal ini Penjabat Gubernur Maluku Ir. Sadali Ie, M.Si. IPU.
Namun kali ini kehadiran beliau diwakili oleh Karo Perekonomian Setda Provinsi Maluku Onesimus Soumeru S.Pd. S.Sos. M.Si.
Sementara “nara rilis” adalah Jefri Tipka,S.Si M.Si salah satu Fungsional Statistisi Madya BPS Provinsi Maluku, mewakili Kepala BPS Provinsi Maluku yang sedang melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Maluku Tengah.
Pada kesempatan ini, saya hanya menyoroti beberapa sisi dari penawaran maupun permintaan sebagai catatan percepatan peningkatan besaran ekonomi.
Diharapkan sisi sorotan ini menjadi modal keyakinan bersama bahwa ekonomi Maluku bisa lebih besar lagi.
Ekonomi Terkini
Salah satu catatan yang selalu saya perhatikan adalah Lapangan Usaha administrasi pemerintahan, pertahanan & jaminan sosial. Lapangan usaha ini memberi andil tidak pernah kurang dari 20%.
Padahal “saudara-saudara”nya yang paling dekat yaitu Maluku Utara hanya sekitar 15%; atau NTT sekitar 13% dan Papua Barat yang hanya sekitar 10%.
Selain memberi kontribusi yang tinggi pada besaran ekonomi Maluku, ternyata andilnya dalam pertumbuhan cukup besar yaitu 1,92% dari total pertumbuhan Triwulan IV (y-o-y) yang sebesar 6,52%.
Jika indikator lainnya tersedia secara lengkap maka dipastikan angka ini akan tetap bertahan menjadi angka tahunan 2024.
Kondisi ini menunjukkan bahwa ekonomi Maluku sangat tergantung pada anggaran pemerintah. Dengan kata lain konsumsi masyarakat atau transaksi ekonomi hanya mengandalkan uang pemerintah, sementara dana pihak swasta masih relatif kecil.
Sisi lain yang menggembirakan adalah proses Industrialisasi sedang berjalan, walau masih lambat.
Hal ini terlihat dari kontribusi Industri Pengolahan yang mencapai 6,46%. Padahal sebelumnya selalu berada di sekitar 5%. Kontribusi Industri yang mulai meningkat tersebut didukung dengan laju pertumbuhannya mencapai 11,64%, merupakan tertinggi dari 16 lapangan usaha lainnya.
Fakta lain yang kurang mengenakkan adalah jenis industri tersebut dominan adalah Industri Logam Dasar. Padahal masih banyak bahan baku unggulan lokal yang bisa digunakan, sebut saja Pertanian (Cengkeh dan pala, tanaman obat (temu lawak, kunyit), kelapa, sagu, dan kopi.
Juga perikanan (Ikan dan hasil laut lainnya seperti rumput laut, udang, dan kerang), serta Hasil Hutan (Kayu, rotan, dan bahan baku untuk industri kerajinan tangan).
Selanjutnya dari Sumber Daya Laut (potensi pengolahan produk olahan dari hasil laut seperti minyak ikan dan rumput laut.
Pada Triwulan IV 2024 ini, komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga masih sebagai “jagoan” pemicu besaran ekonomi yaitu mencapai 68,28%. Diikuti Pengeluaran Konsumsi Pemerintah yang mencapai 36,02%. Bahkan andilnya dalam memicu pertumbuhan merupakan tertinggi mencapai 2,57%.
Tentu saja ekonomi Maluku akan lebih besar lagi jika rumah tangga memiliki daya beli yang tinggi, sehingga secara agregat ekonomi makin membesar.
Tingginya konsumsi rumah tangga sebagai pemicu pertumbuhan ekonomi merupakan wujud dari “paksaan” momen yang terjadi selama Triwulan IV 2024.
Momen hari Raya Natal, liburan sekolah, tahun baru, baptisan masal, wisuda beberapa perguruan tinggi, serta pilkada serentak dan berbagai konser sebagai “biangnya”.
Akibatnya, Makanan dan Minuman Non alkohol, serta pakaian jadi mengalami kenaikan omset penjualan sekitar 20,54%.
Sisi ekspor juga tidak ketinggalan, bahkan bergerak cepat 88,66%, sedikit di atas import yang mencapai 65,13%. Jika kondisi ini terus terjadi, yakinlah bahwa neraca perdagangan Maluku suatu saat akan mencapai nilai positif.
Komoditi dominan dari ekspor Maluku di Triwulan IV 2024 ini adalah ikan dan udang yang “mengamini” Maluku sebagai wilayah kelautan.
Sementara eksport harus terus dipacu, namun bukan berarti import diturunkan. Sebab menurunkan import sama saja dengan mengurangi aktiftas produktif, sebab komoditi yang dominan diimpor adalah bahan bakar.
Ekonomi Tumbuh 8 Persen Per Tahun dan Kendalanya
Keinginan pucuk pimpinan negeri ini agar ekonomi Indonesia tumbuh 8% per tahun selama 2024-2029 masih menjadi bahan diskusi menarik.
Bagi yang optimis maupun yang pesimis dengan niat pemimpin kita, tentu dipahami karena memiliki pengalaman dan pandangan berbeda.
Bagi yang pesimis, harus dipahami karena peluang pertumbuhan ekonomi yang besar dan tidak bisa maksimal teraih juga dibentuk oleh beberapa masalah.
Indonesia masih memiliki rantai birokrasi yang panjang, berbelit, dan juga cenderung koruptif.
Kualitas angkatan kerja yang diproduksi oleh dunia pendidikan, sering tidak terserap karena skill yang tidak cocok dengan kebutuhan industri (Sofyan Herbowo, CNBC Indonesia, 18 October 2024).
Tentu saja bagi kelompok yang optimis, merasa yakin karena didukung semangat memperbaiki semua lini untuk mewujudkan niat mulia tersebut. Setidaknya ada hal-hal fokus yang perlu diperhatikan.
Niat mulia tersebut bukan hal aneh sebab pengalaman Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut pernah diraih Indonesia, yaitu tahun 1968 (10,92 persen), 1973 (8,10 persen), 1977 (8,76%), 1980 (9,88%), dan pada tahun 1995 (8,22 persen).
Karena niat mulia dan pengalaman tersebut, sebagian ekonom menyarankan beberapa hal, pertama: Mengupayakan stimulasi kepercayaan publik dan pasar ekonomi; kedua: Memperbaiki birokrasi agar ringkas, bersih, dan juga agile; ketiga: Mengupayakan hilirisasi dan investasi industri manufaktur guna penciptaan nilai tambah ekonomi; keempat: Memproduksi lapangan kerja baru yang menangkap langsung lulusan lembaga pendidikan kita; dan kelima: Mencetak angkatan kerja baru yang memiliki semangat entrepreneurship yang tinggi.
Secara regional, upaya menumbuhkan ekonomi Maluku memiliki kendala yang bisa jadi sama dengan nasional, juga bisa jadi berbeda.
Karena itu, beberapa hal yang mungkin perlu diperhatikan untuk mewujudkan ekonomi tumbuh 8% pertahun.
Pertama: Mengupayakan kondisi sosial yang menjamin kesejukan iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi serta memperlambat kemajuan pembangunan;
Kedua: Menjaga konektivitas antar wilayah melalui penyediaan infrastruktur transportasi, energi, dan komunikasi, sehingga meningkatkan efisiensi dalam distribusi barang dan jasa;
Ketiga: Meningkatkan produktivitas dan inovasi melalui diklat keterampilan dan pendidikan, sehingga sektor-sektor ekonomi utama seperti perikanan, pertanian, dan pariwisata dapat bergerak lebih cepat.
Keempat: Pembangunan sektor produktif seperti industri pengolahan dan manufaktur melalui investasi, karena dipahami sungguh bahwa komoditi lokal yang melimpah dari Pertanian, Perikanan dan Kelautan, serta perikanan dan pariwisata semakin berkembang pesat.
Komoditi-komoditi tersebut menjadi bahan baku melimpah dan berkelanjutan bagi kegiatan industri pengolahan.
Kelima: Mengupayakan akses pasar untuk mengurangi biaya logistik yang tinggi, karena dapat membuat produk Maluku tidak kompetitif dibanding produk dari daerah lain yang lebih terhubung dengan pusat-pusat ekonomi lokal bahkan internasional;
Keenam: Mengupayakan kegiatan atraktif yang bernuansa “penciptaan sumber ekonomi baru”. Kegiatan bisa berupa lomba baris berbaris, upacara peringatan berskala nasional maupun regional bahkan wilayah lain di Maluku, dan lain-lain.
Kegiatan-kegiatan tersebut bisa “memaksa” masyarakat meningkatkan konsumsinya yang pada gilirannya meningkatkan besaran ekonomi.
Ketujuh: Mengupayakan dan memastikan birokrasi sebagai mesin pembangunan telah siap melakukan tugasnya sesuai prinsip akuntabel yang tidak ribet, bersih, agile, serta tidak koruptif.
Kondisi ini dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat dan para investor untuk mendatangkan modalnya ke Maluku.
Penutup
Di tengah pesimisme dan optimisme ekonomi bisa tumbuh 8% per tahun atau tidak, muncul dilema akibat kebijakan nasional terkait pembiayaan operasional pemerintahan dan pembangunan.
Kesadaran ini muncul setelah salah seorang awak media menanyakan kemungkinan penurunan besaran ekonomi akibat kebijakan tersebut.
Sebagian besar peserta rilis yang hadir di hari kemarin sepakat, sudah pasti ekonomi akan terganggu.
Bahkan dalam diskusi di luar ruangan memunculkan kemungkinan penyesuaian biaya tetap dengan penawaran jasa yang dihasilkan. Kelompok ini adalah jasa akomodasi beserta restauran akibat berkurangnya paket meeting, menyesuaikan juga tentu transportasi, listrik, jasa kecantikan, industri pengolahan dan masih banyak lagi.
Menjadikan industri pengolahan sebagai mesin utama peningkatan besaran ekonomi diyakini pasti bisa karena dari sisi multiplier, sektor ini mampu menggandakan ekonomi lebih dari 2 kali.
Walau di tengah-tengah dilema dan tantangan yang dihadapi, keyakinan bahwa Maluku akan lebih baik tetap membara.
Semoga !!
Oleh: Charles Gigir Anidlah – Statistisi Madya BPS Provinsi Maluku.