Sabtu Siang pekan lalu, langit di belahan timur Pulau Gorom Kabupaten Seram Bagian Timur tanpak cerah. Sang Surya yang sesekali dihalangi awan, terus menanjak sembari menyinari bumi Gorom Timur, yang teriknya terasa menyegat.
Sekitar pukul 13.30 WIT, Long boat yang kami tumpangi dari Negeri Miran menepi di pantai Negeri Kilkoda Kecamatan Gorom Timur Kabupaten Seram Bagian Timur.
Setelah turun dari Long boat, saya bersama Camat Gorom Timur, Abdurrahman Damat dan isterinya Pitri Rumatiga/Damat serta sejumlah teman dan warga, berjalan menuju Tanjung Owan yang letaknya sekira 100 meter dari perkampungan Negeri Kilkoda.
Tiba di atas bukit kecil, kami disambut oleh panorama pantai Tanjung Owan yang mempesoan. Batu-batu raksasa yang ditumbuhi pepohonan seperti pulau-pulau kecil, berjejer memagari pesisir pantai di Tanjung ini.
Air laut yang sedang pasang sedikit bergelombang, masih membungkus bibir pantai. Hamparan pasir putih di sepanjang pantai, menambah indahnya panorama alam di Tanjung ini.
Tanpa komando, beberapa teman langsung menikmati keindahan alam di Tanjung ini dengan cara masing-masing. Ada yang berlari ke arah bibir pantai lalu menceburkan diri ke air laut.
“Gorom Timur, Yes ! seru salah satu teman bernama Acim Kelian, setelah menceburkan diri ke air laut dengan cara Salto dari bibir pantai.
Jejeran pohon Kelapa serta sejumlah jenis pohon lain yang rimbun di pantai ini menjadi pilihan beberapa diantara kami bersantai ria. Kami benar-benar dimanjakan oleh keindahan alam Tanjung Owan, yang mulai tersohor ini dan kerap diramaikan para pelancong ini.
Di atas pasir pantai, terlihat sejumlah pemuda sedang berlari berebutan sebuah bola plastik. Mereka tampak larut dalam permainan sepak bola, seakan tidak terganggu oleh sinar matahari yang masih leluasa menyorot dari langit.
Hembusan angin sepoi makin menambah sejuknya suasana di Tanjung ini. Rasa penat dan gerah selama menempuh perjalanan laut dari Negeri Miran ke tempat ini hilang berganti kesejukan. Kami merasa enggan beranjak dari tempat ini.
“Tanjung ini seperti Surga kecil,”ucap Camat Gorom Timur, Abdurrahman Damat tanpa mengalihkan pandangannya dari pantai.
Ternyata, tanjung ini tidak hanya dapat menjadi destinasi wisata bahari andalan, tetapi juga dapat dikembangkan menjadi destinasi wisata sejarah. Sebab, di sini juga terdapat situs sejarah masa penjajahan bangsa Asing di Indonesia. Situs sejarah berupa Benteng dan Pos Pemantauan ini terletak pada dua titik berbeda di Tanjung ini.
“Di atas batu itu ada benteng yang dibuat pada masa penjajahan bangsa Asing,”kata Talib, salah satu warga kepada kami sembari menunjuk ke arah batu raksasa yang letaknya paling ujung. Sedangkan kalau pos pemantaun di atas gunung,”sambungnya.
Penasaran. kami pun ingin melihat salah satu situs sejarah itu. Pilihan kami jatuh pada pos pemantauan di atas gunung. Kami lalu beranjak menuju lokasi pos pemantauan tersebut.
Setelah berjalan kurang lebih 15 menit melalui pantai, kami tiba di ujung jalan menuju hutan tempat pos pemantauan dimaksud.
Namun, karena terlanjur terpesona oleh panorama pantai di lokasi ini yang tidak kalah indah dan asri, kami pun terbuai dengan keindahan alam di pantai ini. Rencana ke pos pemantauan pun tertunda beberapa menit tanpa didahului kesepakatan bersama.
Kami terpencar, mencari tempat dengan view yang menurut kami, cocok menjadi latar untuk mengabadikan momen ini dengan berpose ria menggunakan camera.
Takjub. Selain hamparan pasir putih, di sini ada batu–batu raksasa juga. Tampaknya seperti pulau-pulau kecil karena ditumbuhi pepohonan, berjejer ibarat pagar yang melindungi pantai ini.
Setelah puas berpose ria, kami melanjutkan perjalanan ke pos pemantauan di atas gunung dengan menyusuri jalan kecil di bawah pepohonan yang rimbun. Perlahan, bunyi ombak di tepi pantai hilang dari pendengaran kami.
Setelah sedikit berjuang menapaki jalan yang menanjak, kami tiba di puncak tempat yang menjadi salah satu situs sejarah penjajahan bangsa Asing di Indonesia.
“Konon, dulu penjajah memaksa masuk dan menguasai puncak ini untuk dijadikan pos pemantauan,”cerita Talib.
Kami kembali dibuat takjub. Dari atas gunung dengan ketinggian seratus meter lebih dari permukaan air laut serta bertebing curam ini, kami dapat melepaskan pandangan menikmati pemandangan yang tidak kalah eloknya.
Air laut terlihat bagaikan permadani yang terhampar luas. Pasir putih memanjang, berlekuk ibarat ular raksasa yang sedang terdampar di pantai, batu-batu raksasa yang menyerupai pulau-pulau kecil itu kembali menjadi objek mata kami.
Tempat ini memang cocok untuk pos pemantauan. Dari sini kita bisa melihat kapal atau pesawat terbang dengan leluasa.
“Iya. Dulu, sebanarnya di atas sini masih ada batu-batu besar, tetapi diratakan untuk djadikan pos pemantauan. Dan tidak jauh dari sini ada Goa, tempat persembunyian saat perang di masa penjajahan,” jelas Talib.
Hari menjelang sore, kami pun turun dari atas gunung itu dan kembali ke pantai. Matahari yang terus bergeser ke ufuk barat, mulai hilang dari pandangan kami karena terhalang gunung. Suasana di pantai semakin sejuk dan damai. Hari semakin sore, pengujung terus berdatangan. Para pelajar, pegawai negeri, pegawai swasta, warga sekitar memutuskan untuk melewati sore hari itu di pantai Tanjung Owan.
Belum terlihat sentuhan tangan-tangan pembangunan di Pantai ini. Tanjung ini pun masih bebas dinikmati oleh para pecinta wisata tanpa pungutan sepersen pun alias gratis.
“Sudah direncanakan. Konsentrasi utamanya adalah infrastruktur pendukung,” ungkap Camat Gorom Timur, Abdurrahman Damat.(Oleh : Mansyur Boinauw; Penulis adalah Jurnalis di Seram Bagian Timur)