Lies Marantika |
AMBON Tribun-Maluku.com- Kekerasan terhadap anak dan perempuan terjadi hampir di setiap peristiwa, baik fisik, psikis hingga seksual, yang dilakukan oleh masyarakat sipil hingga aparat negara, serta terjadi secara personal maupun berkelompok.
Kekerasan terhadap anak dan perempuan dalam berbagai dimensi, berakibat penderitaan pada anak dan perempuan secara fisik, seksual, atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik didepan umum atau dalam lingkungan kehidupan pribadi (Deklarasi PBB tentang anti kekerasan terhadap perempuan, pasal 1, 1938).
Data kekerasan terhadap anak dan perempuan yang dikompilasi oleh GASIRA Maluku sejak tahun 2013 menunjukkan; situasi kerentanan anak dan perempuan mengalami kekerasan semakin kompleks dan memiliki dampak yang luas.
Selama Januari-Oktober 2015 GASIRA telah menangani 51 kasus (baru) kekerasan terhadap anak dan perempuan, rujukan dari Unit PPA Polres Pulau Ambon, Lembaga Layanan yang lain, maupun dari masyarakat.
Data ini hanya gambaran fenomena gunung es, dimana data yang dilaporkan dan ditangani sesungguhnya jauh lebih sedikit dari data yang masih tertutupi karena berbagai alasan, budaya tabu, ketidaktahuan dan ketakutan korban dan keluarga, dan lain-lain.
Untuk merespon kekerasan anak dan perempuan di Indonesia, maka Negara telah melahirkan sejumlah Undang-Undang yakni; UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), UU No. 21 Tahun 2007 tentang Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), UU No. 35 Tahun 2014 junto No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, serta sudah ada PERDA Provinsi Maluku No. 2 Tahun 2012 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak dari Tindak Kekerasan.
Demikian penjelasan Ibu Lies Marantika, Ketua Lembaga Kajian dan Advokasi Untuk Pemberdayaan Perempuan (GASIRA Maluku) kepada wartawan di Ambon, Selasa (24/11).
Dikatakan, NAWACITA Pemerintahan Jokowi-JK butir 4 menyebutkan; Memperkuat kehadiran Negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.
Butir 4 menyebutkan “Perlindungan Anak, Perempuan dan kelompok masyarakat termarginal, serta penghormatan HAM”. Arah kebijakan dan strategi yang akan dilakukan salah satunya adalah penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan penguatan mekanisme koordinasi aparat penegak hukum dalam penanganan kekerasan terhadap perempuan dan kekerasan seksual (tertuang dalam RPJMN 2015-1019, Buku Satu). Komitmen Pemerintahan Jokowi-JK ini tentunya harus menjadi tanggung jawab bersama untuk mewujudkannya, termasuk Pemda Provinsi dan Kabupaten/Kota di Maluku.
Sejauh mana seluruh regulasi dan kebijakan tersebut sudah benar-benar mewujudkan tanggung jawab negara terutama di daerah, bagi perlindungan dan pemenuhan hak anak dan perempuan korban kekerasan secara tuntas,”tanya Lies.(TM02)