Piru, Tribun Maluku : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Seram Bagian Barat (DPRD Kab SBB) berjanji akan menggunakan hak interpelasi untuk memanggil Penjabat Bupati SBB Andi Chandra As’aduddin karena dinilai mengambil kebijakan sepihak terkait pemberhentian honorer saat ini.
Hal ini disampikan beberapa anggota DPRD SBB saat menampung aspirasi dari para tenaga honorer Satuan Polisi Pomang Praja (Satpol-PP) dan Damkar, 19/09/2023.
Anggota DPRD dari Fraksi PKB Taher Bin Ahmad kepada para honorer Satpol-PP dan Damkar di ruang rapat komisi I mengatakan, PKB siap menggunakan hak intreplasi memanggil Bupati SBB guna menjelaskan kepada rakyat SBB persoalan apa yang sementara terjadi.
“PKB Siap melakukan interpelasi, PKB dari awal sudah siap melakukan interpelasi”, ungkap Taher.
Menurutnya, yang lebih penting dari politik ialah kemanusian. DPRD telah menetapkan anggaran kenapa gaji para honorer tidak dibayarkan.
“Saat ini masyarakat SBB sementara dijajah di negeri sendiri”, geramnya.
Sedana dengan apa yang disampaikan anggota fraksi PKB, Jamadi Darman dari fraksi PAN juga meminta hal yang sama yaitu memanggil Bupati mempertanyakan regulasi apa yang dipakai pemda sehingga merumahkan para honorer.
“Atas nama rakyat panggil Bupati, kita pertanyakan langsung ke Bupati regulasi mana yang dipakai. Tiga minggu kemarin kita disibukan dengan Tenaga kesehatan (Nakes), hari ini kita disibukan dengan Satpol-PP dan Damkar, tidak tau besok kita terima dari mana lagi, kalau besok honor terbesar (guru) di Kabupaten lakukan aksi lagi maka kita tidak tau lagi Daerah ini seperti apa”, ungkap Jamadi.
Dijelaskan, pemerintah daerah menggunakan regulasi yang mana, padahal DPRD telah membahas dan menetapkan gaji pegawai honor yang ada di Kabupaten SBB sebanyak 2665 pegawai.
Aleg dua periode ini mengambil contoh konkrit pada RSUD, gaji pegawai honorer pada instansi RSUD sangat sehat namun pemda dengan sepihak merumahkan pegawai honor mereka.
Dikatakan, belanja pegawai saat ini diatas 60% sehingga sangat naif untuk melakukan pembangunan, namun tidak serta merta pemda merumahkan para honorer secara sepihak, ada regulasinya.
Berdasarkan edaran Kemenpan pertama dan kedua menyampaikan kepada Pemda se Indonesia untuk melakukan pendataan kepada pegawai non ASN yaitu para honorer yang bekerja sejak 2021 di bulan Januari sampai dengan Desember 2021. Bagi para honorer yang bekerja di tahun 2022 entah itu Januari sampai Desember tidak bisa masuk dalam honor Daerah karena itu regulasi.
“Kita diibaratkan tikus yang mati di lumbung padi padahal semestinya dia kenyang, artinya kenapa kita sebagai anak negeri harus mengemis di negeri kita sendiri”, tutup Jamadi.
Perlu diketahui sudah tiga kali para tenaga honorer dari Satpol-PP dan Damkar melakukan aksi meminta hak mereka dibayar selama tiga bulan dengan besaran gaji 1.600.000 rupiah namun hingga kini Pemerintah Daerah tidak membayarkan gaji mereka dengan alasan jika dibayarkan maka akan terjadi temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sebab berdasarkan aturan gaji para honorer hanya diangka 1.000.000 rupiah.