Close Menu
Tribun Maluku | Berita Maluku Terkini
    Facebook X (Twitter) Instagram
    Tribun Maluku | Berita Maluku Terkini
    • Indeks Berita
    • Berita Pilihan Redaksi
    • Seputar Maluku
      • Maluku
      • Pertanian
      • Politik
      • Pemerintahan
      • Pendidikan
      • Kesehatan
      • Ekonomi
      • Seni dan Budaya
      • Olahraga
      • Opini
      • Artikel
    • Lintas Daerah
      • Ambon
      • Maluku Tengah
      • Aru
      • Buru
      • Buru Selatan
      • Seram Bagian Barat
      • Seram Bagian Timur
      • Maluku Barat Daya
      • Maluku Tenggara Barat
    • Tual
    • Maluku Tenggara
    • Redaksi
    • Hubungi Kami
    • Hak Jawab
    Tribun Maluku | Berita Maluku Terkini
    Home » Ambon » Haurissa : Pernyataan Kuasa Hukum Pemerintah Negeri Buka Tabir Konspirasi Tambang Galian C Hative Besar 

    Haurissa : Pernyataan Kuasa Hukum Pemerintah Negeri Buka Tabir Konspirasi Tambang Galian C Hative Besar 

    Pewarta Marven Talla25 Oktober 2025
    dddd

    Ambon, Tribun Maluku : Pernyataan kuasa hukum Pemerintah Negeri Hative Besar, DL yang menyebut Peraturan Negeri (Perneg) 2002 merupakan hasil kesepakatan antara pemerintah negeri dan penambang Galian C, Wilson, menuai kecaman keras. Kuasa hukum ahli waris Yakob Tuhuleruw, Yeheskel Haurissa

    Menurut Haurissa pernyataan tersebut bukan hanya keliru secara hukum, tetapi juga membuka tabir konspirasi antara pemerintah negeri dan pihak penambang.

    “Kalau benar seperti yang dikatakan DL, maka kita sedang berhadapan dengan skandal besar. Bagaimana mungkin Perneg, aturan hukum tertinggi di tingkat negeri adat, dibentuk dari kesepakatan bisnis antara pemerintah dan pengusaha tambang? Itu bukan kebijakan adat, itu kejahatan administratif,” tegas Haurissa, Sabtu (25/10/2025).

    Menurutnya, pernyataan DL justru memperkuat dugaan bahwa pemerintah negeri dan penambang telah menyelewengkan kewenangan adat untuk kepentingan pribadi.

    “Seorang kuasa hukum negeri seharusnya memahami fungsi Perneg. Bukan malah membenarkan kesepakatan gelap yang merugikan hak adat orang lain,” sindir Haurissa tajam.

    Ia menilai, pernyataan DL yang menyamakan Perneg dengan nota kesepahaman (MoU) adalah bentuk pembelokan hukum adat.

    “Pernyataan bahwa Perneg dan MoU itu sama saja adalah kekeliruan fatal. MoU adalah kesepakatan perdata, sementara Perneg adalah produk hukum publik yang wajib melalui Saniri Negeri. Jika itu disamakan, maka DL sedang menyesatkan publik,” ujarnya.

    Haurissa kemudian mempertanyakan dasar hukum dari Perneg yang diklaim Donald.

    “Kalau memang Perneg itu ada, kami minta tunjukkan risalah musyawarah Saniri Negeri, notulen rapat, dan pengesahan oleh Wali Kota Ambon. Kalau tidak ada, maka yang disebut Perneg itu hanyalah dokumen pesanan penambang yang dilegalisasi oleh pemerintah negeri,” tandasnya.

    Ia menambahkan, tanah Dusun Dati Hatulehar merupakan hak ulayat keturunan Yakob Tuhuleruw yang tidak bisa dijadikan sumber pendapatan negeri tanpa persetujuan ahli waris.

    “Kalau hasil tambang dari tanah adat itu disebut pendapatan negeri, maka kami mau tanya: berapa besar pendapatan itu, kemana disetor, dan siapa yang menikmatinya? Jangan sampai rakyat dibohongi atas nama adat,” tegasnya.

    Haurissa juga menyoroti perubahan sikap  kuasa hukum Negeri Hative Besar  yang dinilai berputar haluan.

    “Saat awal wawancara, DL sendiri mengaku tidak tahu ada Perneg. Tapi setelah ditunjukkan dokumen oleh Wilson, barulah ia berkata ‘oh iya ada’. Ini menunjukkan inkonsistensi fatal dari seorang kuasa hukum negeri. Seolah-olah ia bicara tanpa memahami substansi hukum yang dibelanya,” kata Haurissa.

    Ia menegaskan, tidak ada satu pun ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa maupun Perda Provinsi Maluku Nomor 14 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Negeri yang membenarkan pembentukan Perneg tanpa musyawarah Saniri Negeri.

    “Perneg bukan hasil transaksi. Ia lahir dari musyawarah adat, bukan dari meja makan pemerintah dan pengusaha tambang,” tegasnya.

    Lebih jauh, Haurissa mendesak Pemerintah Kota Ambon untuk turun tangan menelusuri dugaan penyimpangan itu.

    “Kalau pemerintah kota memang pernah mengesahkan Perneg tersebut, maka mereka juga harus bertanggung jawab atas kekeliruan prosedur. Tapi kalau tidak pernah disahkan, maka jelas Perneg itu cacat hukum dan harus dibatalkan,” ujarnya.

    Haurissa menutup pernyataannya dengan nada keras, “Kami tidak akan diam melihat tanah adat diperdagangkan di balik meja oleh orang-orang yang mengaku membela negeri. Kalau benar ada Perneg hasil kesepakatan penambang, maka DL dan pemerintah negeri harus siap diperiksa hukum, bukan bersembunyi di balik nama adat.”ujarnya

    Untuk diketahui, pada pemberitaan. Sebelumnya, DL menyebut, usaha Galian C tidak perlu Peraturan Negeri (Perneg) karena telah diikat oleh nota kesepahaman (MoU) antara pemerintah negeri dan pengusaha.

    “Beta pikir sudah ada perjanjian. Perneg-nya langsung ke Saniri Negeri, karena penguasaan tanah dati itu di bawah Pemerintah Negeri,” ujarnya.

    Namun, pernyataan itu segera menunjukkan celah fatal. Dalam tata pemerintahan adat di bawah koordinasi Pemerintah Kota Ambon, setiap bentuk pemanfaatan aset negeri wajib memiliki dasar hukum berupa Perneg.

    Tanpa Perneg, MoU hanyalah kesepakatan administratif yang tidak memiliki kekuatan hukum publik.

    Kejanggalan semakin terlihat ketika sang kuasa hukum menegaskan bahwa Perneg dan perjanjian adalah “hal yang sama.”

    “Kalau seng ada Perneg tapi ada perjanjian, itu sudah cukup. Kita buktikan saja di pengadilan apakah perjanjian itu mengikat atau tidak,” katanya.

    Padahal, dalam konteks hukum adat dan administrasi pemerintahan, Perneg adalah produk hukum yang mengatur norma publik, sementara perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak tertentu. Menyamakan keduanya menunjukkan minimnya pemahaman hukum formal dan adat.

    Dan ironinya, ketika pengusaha Galian C bernama Wilson menunjukkan dokumen dari headphone-nya, kuasa hukum itu baru “menyadari” bahwa ternyata ada Perneg tahun 2002 yang memang mengatur soal galian tersebut.

    “Maksud saya, Perneg itu sebenarnya perjanjian,” ujarnya, mencoba memperbaiki pernyataan awalnya.

    Sikap ini menguatkan dugaan bahwa kuasa hukum tidak pernah mempelajari arsip hukum negeri yang menjadi dasar aktivitas tambang, bahkan informasi soal Perneg justru datang dari pihak pengusaha , bukan dari pemerintah negeri sendiri.

    Bagikan Facebook Twitter WhatsApp Telegram Email Copy Link
    Berita SebelumnyaTerkait Penggeledahan Kantornya Di Tual, Ini Kata Bank Maluku Maluku Utara
    Berita Selanjutnya Unpatti dan Angkasa Pura I Gelar Training Cleaning Service, Tekankan Profesionalisme dan Budaya Kebersihan

    Berita Terkait

    Screenshot 2025 1027 134333 copy 800x482

    Diduga Campur Tangan dalam Konflik Dati Hatulehar, Latumeten Dinilai Langgar Etika Pelayan Tuhan

    edit 1

    Telusuri Galian C Hative Besar, Antara Perneg Misterius, MoU Gelap, dan Dugaan Aliran Dana

    galan

    Ambil Langkah Tegas, Keluarga Tuhuleruw Boikot Galian C di Negeri Hative Besar

    edy tasso 768x473.jpg

    Guru SDN 15 Ambon Bantah Pernyataan Kadis Pendidikan Soal Dugaan Penyalahgunaan Dana

    Passo

    Sekdes Passo Diduga Intervensi Pembentukan Tim RKP, Warga Tuntut Transparansi

    adolof

    Bupati kKT Alergi Kritik, Tanda Bahaya bagi Demokrasi Lokal

    Tambahkan komentar
    Tinggalkan Balasan

    Ikuti Kami
    • Facebook 9.606
    • Twitter 2.691
    • Instagram 972
    • YouTube 354
    • LinkedIn 97
    • Telegram 583
    • WhatsApp
    Berita lainnya

    Tingkatkan Pelayanan Kesehatan, RSUD Malra Gandeng UGM

    Latu Sepakat Ikut Pilkades 

    Tribun Maluku | Berita Maluku Terkini
    Facebook X (Twitter) Instagram YouTube WhatsApp Telegram LinkedIn Pinterest
    • Redaksi
    • Hubungi Kami
    • Ketentuan Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • UU Pers dan Pedoman Media Siber
    • Hak Jawab
    © 2025 Tribun Maluku

    Ketik diatas dan tekan Enter untuk mencari. tekanEsc untuk membatalkan.