Ambon, Tribun Maluku: Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II Ambon, Herliadi mengatakan, tidak benar terjadinya peredaran narkoba di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II Ambon.
Pernyataan Herliadi tersebut sekaligus mengklarifikasi adanya pemberitaan di media massa akhir-akhir ini bahwa telah terjadi peredaran Narkoba di dalam Lapas Kelas II Ambon.
“Jadi kami mendapat info dari napi yang bernama Alon yang mengatakan bahwa ia mendapatkan barang itu (narkoba) dari Lapas, setelah kami mengklarifikasikan dengan yang bersangkutan maksutnya dia yang berada di dalam sini bahwa, ternyata pernyataan itu tidaklah benar,” ucapnya.
Menurut Herliadi, pihaknya sudah melakukan pengawasan sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku, meskipun masih terdapat celah yang dimanfaatkan oleh para pelaku kejahatan.
“Jadi pengawasan telah dilakukan secara ketat, mulai dari pemeriksaan di pintu masuk, penggeledahan rutin, hingga pengawasan terhadap aktivitas warga binaan di dalam Lapas,” kata Herliadi kepada wartawan saat konprensi pers bersama Kepala Ombudsman Maluku, Hasan Slamat, Jumat (24/1/2025) di Kantor Lapas Kelas II Ambon.
Menanggapi pertanyaan terkait keterlibatan petugas Lapas, Ka Lapas tegaskan bahwa sejauh ini tidak ditemukan adanya petugas yang terlibat dalam penyelundupan barang haram tersebut. Namun, jika terbukti ada keterlibatan petugas Lapas, pihaknya akan menindak tegas sesuai dengan peraturan yang berlaku.
“Kami sudah melakukan investigasi internal, dan sejauh ini tidak ada petugas yang terlibat, Namun, jika ada indikasi keterlibatan, kami akan memberikan sanksi tegas, termasuk pemecatan sesuai aturan pegawai negeri sipil (PNS),” tegasnya.
Ditempat yang sama, Kepala Rumah Tahanan (Rutan) Ambon, Adam Ridwansyah mengatakan SOP pada Rutan dan Lapas sama saja.
Terkait penggunaan alat komunikasi seperti ponsel di dalam Lapas kata Adam hanya diperbolehkan di area khusus dengan pengawasan ketat.
Pihaknya telah berupaya mencegah penyelundupan ponsel melalui berbagai cara, namun modus baru yang dilakukan para pelaku kejahatan menjadi tantangan tersendiri.
“Kami pernah menemukan barang terlarang diselundupkan dengan berbagai cara, seperti melalui bola tenis, burung dara, layang-layang, hingga benda-benda yang tampak tidak mencurigakan seperti pembalut dan sandal, Ini menunjukkan bahwa pelaku selalu mencari cara baru,” ucap Adam.
Menurut Adam, terkait sanksi bagi narapidana yang terbukti terlibat dalam peredaran narkoba di dalam Rutan maka akan diterapkan berbagai tindakan tegas, termasuk pencabutan hak remisi, pembatasan kunjungan, hingga pemindahan ke Lapas dengan pengawasan lebih ketat.
Pihak Lapas juga meminta dukungan dari masyarakat dan aparat penegak hukum lainnya untuk bersama-sama mencegah masuknya barang terlarang ke dalam Lapas.
Polda Maluku sebelumnya telah mengungkap bahwa jaringan narkoba di dalam Lapas melibatkan mantan narapidana yang memberikan informasi kepada napi yang masih menjalani hukuman.
Pihak Lapas Kelas IIA Ambon akan terus berkoordinasi dengan Kepolisian untuk menelusuri lebih jauh sumber masuknya barang terlarang dan memastikan langkah-langkah pencegahan dapat berjalan lebih baik lagi.
Sementara itu, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Maluku, Hasan Slamat memberikan apresiasi kepada Lapas Ambon karena Lapas Ambon telah berstatus sebagai Wilayah Bebas Korupsi (WBK), yang berarti telah memenuhi standar pelayanan publik yang baik, namun pengawasan tetap diutamakan oleh Ombudsman.
Ombudsman RI Perwakilan Maluku mendukung Lapas Kelas II Ambon sebagai Wilayah Bebas Korupsi (WBK), serta mengakui langkah Lapas Ambon yang mendukung keterbukaan informasi public.
Menurut Hasan Slamat, terkait issu peredaran narkoba di dalam Lapas Ambon, Ombudsman Maluku telah melakukan investigasi mendalam terhadap nara pidana yang terlibat yang berinisial JM alias Bote, yang saat ini menjalani hukuman 10 tahun penjara dan telah menjalani 7 tahun masa tahanannya.
Dari hasil investigasi, Bote mengirimkan nomor kontak penjual narkoba AS alias Nono kepada saudara Alon, seorang pelaku yang telah ditangkap oleh aparat kepolisian.
Dari hasil pemeriksaan, Bote memperoleh alat komunikasi berupa handphone dari sesama napi yang telah bebas dengan harga Rp300.000 dan pihak Lapas telah menyita alat komunikasi tersebut dan memberikan sanksi sesuai dengan prosedur operasional standar (SOP) yang berlaku.