Ambon, Tribun-Maluku.com : Indeks Integritas Ujian Nasional (IIUN) Provinsi Maluku yang diwakili Kabupaten Buru Selatan dengan Skor IIUN terendah yaitu 19,60 menempatkan Maluku berada di poisisi urut dua indeks kecurangan secara nasional setelah urutan pertama yang ditempati Kabupaten Nduga, Provinsi Papua dengan skor 18,40 pada pelaksanaan Ujian Nasional SMA, MA dan SMK.
Untuk diketahui indeks kecurangan diukur berdasarkan gabungan persentase contek-mencontek antar siswa (kecurangan antar individu) dan persentase keseragaman pola jawaban soal Ujian Nasional (kecurangan sistemik/terorganisir) dalam suatu sekolah.
IIUN terendah di Provinsi Maluku sendiri, Posisi pertama ditempati Kabupaten Bursel yang diikuti Kabupaten SBT dengan skor 38,77 dan posisi ketiga yang ditempati Kabupaten Buru dengan Skor 42,54.
Untuk Indeks IUIN di Provinsi Maluku tertinggi ditempati Kabupaten Aru dengan skor 78,34, Kabupaten MTB dengan skor 76,8, Kabupaten Maluku Tenggara dengan skor 75,64, Kota Ambon dengan skor 75.23 dan Kota Tual dengan Skor 67,08
Sebelumnya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mengatakan, hasil IIUN menjadi bagian dari pemerintah untuk mendorong sekolah di berbagai daerah menjadi ruang belajar yang berprestasi unggul dan berintegritas.
“Jadi fakta bahwa nilai kejujuran masih memprihatinkan. Ini karena sudah lama sikap mendiamkan,” kata Anies di Gedung Kemendikbud, Jakarta, saat merilis Indeks Integritas Ujian Nasional (IIUN) tingkat Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia, Senin 18 Mei 2015.
Secara khusus, lanjut Anies, IIUN tak hanya ditujukan untuk menjadi bahan perbaikan integritas proses pendidikan di kalangan siswa, guru dan sekolah. IIUN bahkan diharapkan bisa mengembalikan praktek kejujuran dan berintegritas di seluruh aspek kehidupan bangsa.
“Mulai sekarang laporan kecurangan UN akan diungkap untuk perbaikan pendidikan ke depan.” tandasnya
Kepala Pusat Penilaian Pendidikan Nizam menjelaskan ada beberapa cara yang dilihat untuk menentukan indeks integritas itu. “Pertama, dilihat dari keseragaman pola jawaban dan keseragaman nilai dalam satu sekolah,” kata Nizam.
Kedua melihat indikasi kecurangan yang dilakukan antar siswa. “Lalu kami klasifikasi sekolah yang ada indikasi kecurangannya dan yang tidak,” kata Nizam.