AMBON Tribun-Maluku.com- Menjelang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku (Pilgub) periode lima tahun kedepan, suasana dan tensi politik di Maluku semakin meninggi serta beredarnya surat KPK yang diduga palsu.
Setelah saling lapor antara Ketua DPRD Provinsi Maluku Edwin Adrian Huwae, SH dengan Wakil Ketua DPRD Maluku, Richard Rahakbau, SH yang kini ditangani Polda Maluku.
Rahakbauw dilaporkan Huwae dengan tuduhan korupsi dan pencemaran nama baik. Kemudian Rahakbauw balik melaporkan Huwae dengan tuduhan mengacaukan proses jalannya peribadatan dan pencemaran nama baik.
Kali ini masyarakat Maluku kembali “dihidangkan” dengan beredarnya rilist atau daftar nama-nama kepala daerah yang diduga terlibat kasus korupsi. Rilist yang di posting pada media sosial oleh akun yang bernama Susi Bayu.
Menurut Susi Bayu dalam ciutannya pada postingan tersebut berasal dari Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, dimana dalam rilist itu terdapat nama calon Gubernur Maluku, Said Assagaff yang diduga terlibat kasus korupsi.
Namun sayangnya rilist yang menurut Susi Bayu, itu adalah rilist dari KPK diduga adalah palsu.
Pasalnya, dalam rilist tersebut tidak dicantumkan nama dan tanda tangan salah satu pejabat KPK. Selain itu juga tidak tertera tanggal diterbitkannya rilist tersebut.
Dan yang lebih menonjol lagi, rilist tersebut tidak menunjukkan bahwa surat tersebut berasal dari KPK. Lantaran kop surat atau list yang diduga palsu itu, tidak terdapat logo atau gambar burung Garuda, sebagaimana surat-surat resmi Lembaga Tinggi Negara atau lembaga negara.
Sebelum mengambil alih suatu kasus yang telah lebih dahulu ditangani lembaga penegak hukum lainnya, KPK tentu dan pasti akan berkoordinasi dan menyampaikan secara resmi kepada lembaga penegak hukum yang lebih dulu menangani suatu kasus dugaan korupsi.
Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (Kasipenkum) Kejati Maluku, Sammy Sapulette, SH yang dihubungi Media ini Senin (4/6/2018) mengatakan, sejauh ini belum ada koordinasi antara KPK dengan Kejaksaan Tinggi Maluku terkait pengambilalihan kasus Bank Maluku.
“Ada kesepakatan antara lembaga-lembaga penegak hukum dalam hal ini KPK, Kejaksaan dan Polisi. Bahwa ketiga lembaga penegak hukum ini tidak dapat menangani suatu perkara korupsi yang telah lebih dahulu ditangani oleh suatu lembaga penegak hukum,”jelas Sapulette.
Hal tersebut juga berlaku bagi kasus dugaan korupsi Bank Maluku, khususnya pembelian kantor cabang Bank Maluku di Surabaya telah ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Maluku.
Bahkan tiga orang terdakwa dalam kasus tersebut yakni, Idrus Rolobessy, Hentje Toisutta dan Pedro Tentua, telah divonis bersalah oleh Majelis Hakim Pengadikan Tindak Pidana Korupsi pada Pangadilan Negeri Ambon.
Ketiganya kini sudah beralih status menjadi terpidana, lantaran sedang menjalani masa hukuman dan yang paling terakhir dalam kasus dugaan korupsi Bank Maluku adalah Kejaksaan Tinggi Maluku sedang menyidangkan Daniel Souhoka.
“Jadi sudah pasti akan ada koordinasi antara KPK dan Kejati Maluku, jika KPK akan mengambil alih kasus ini. Namun, sejauh yang saya tahu belum ada koordinasi antara KPK dengan Kejati Maluku terkait kasus dugaan korupsi Bank Maluku,”tegasnya.(TM)