Ambon, Tribun Maluku. Komisi III DPRD Provinsi Maluku menyoroti lambannya penanganan kerusakan Jembatan Wai Ela di Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, yang hingga kini belum mendapat perhatian serius dari Pemerintah Provinsi Maluku.
Dalam rapat kerja bersama mitra teknis, Rabu (16/7/2025), DPRD menyebut pemerintah “absen” dalam memenuhi tanggung jawab pemeliharaan infrastruktur dasar.
Jembatan Wai Ela merupakan penghubung vital bagi masyarakat di Jazirah Leihitu, termasuk menuju kawasan permukiman dan lokasi kegiatan adat tahunan. Namun, kerusakan parah pada jembatan tersebut kini justru ditangani secara swadaya oleh masyarakat.
Warga sampai harus minta-minta dari kendaraan yang lewat, sekadar membeli bahan untuk perbaikan. Ini fasilitas umum, tanggung jawab pemerintah, bukan masyarakat.
“Kalau sudah seperti ini, artinya negara absen,” kata Anggota Komisi III DPRD Maluku, Reza Moni, dalam forum dengar pendapat bersama BPBD, Dinas PUPR, BPJN, dan BWS Maluku.
Menurut Reza, kerusakan pada Jembatan Wai Ela sudah berlangsung lama, namun perbaikannya selama ini hanya bersifat sementara dan tidak menyentuh akar persoalan.
“Kita ini tiap tahun cuma ganti kayu lagi, ganti kayu lagi. Kapan berakhirnya? Apakah ada progres konkret dari pemerintah? Atau perlu dinaikkan statusnya ke jalan nasional, atau usulkan lewat Inpres? Ini harus jelas,” tegasnya.
Ia menekankan, kondisi jembatan tersebut bukan sekadar soal aksesibilitas, tetapi juga menyangkut keselamatan warga. Ia mendesak agar pemerintah tidak menunggu jatuhnya korban jiwa baru bertindak.
“Ini bukan soal jembatan saja, ini soal keselamatan. Kalau dibiarkan, bisa membahayakan pengguna,” ujar Reza.
Menanggapi sorotan tersebut, perwakilan dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Maluku menyampaikan bahwa Pemprov telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp400 juta untuk rehabilitasi jembatan tersebut pada tahun 2025.
Paket pekerjaan itu dirancang untuk perbaikan lantai jembatan, meski belum mencakup penguatan struktur.
“Untuk tahun 2025, telah diusulkan satu paket pekerjaan rehabilitasi lantai jembatan dengan pagu Rp400 juta melalui mekanisme pengadaan langsung,” ujar pejabat yang mewakili Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PUPR.
Ia menjelaskan bahwa proses awal pengadaan sebenarnya telah dimulai sejak Mei, dan dokumen teknis sudah diserahkan kepada pejabat pengadaan sejak awal Juli.
Namun, proses review belum bisa dilakukan karena masih menunggu petunjuk teknis dari regulasi pengadaan terbaru.
“Pekerjaan masih menunggu persetujuan dan kejelasan regulasi lanjutan. Harapannya, bila desain ulang dilakukan, pembangunan jembatan baru bisa direncanakan secara matang sesuai kondisi lapangan,” tambahnya.
Ketua Komisi III DPRD Maluku, Jafet Jemmy Pattiselanno, menyebut pemerintah harus memiliki rencana jangka panjang yang terpadu terhadap infrastruktur terdampak bencana, termasuk Wai Ela.
“Kami minta agar Pemprov bersama BPJN dan kementerian terkait duduk bersama membahas status dan desain ulang jembatan. Ini penting agar tak terus menerus jadi beban tahunan tanpa penyelesaian nyata,” ujar Jafet.
Komisi III menegaskan akan terus mengawal proses ini agar pembangunan infrastruktur dasar yang menyentuh langsung kepentingan masyarakat tidak lagi dianaktirikan.






