Ambon, Tribun-Maluku.com : Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku, I Gede Sudiatmaja menyatakan laporan dugaan korupsi di Kabupaten Seram Bagian(SBT) tetap diproses sesuai mekanisme hukum.
“Kami tetap memproses laporan dugaan korupsi yang diisyaratkan melibatkan Bupati SBT, Abdullah Vanath,” katanya, di Ambon, Senin (30/12).
Pernyataan Kajati menyikapi tuntutan Aliansi Peduli SBT yang melakukan aksi unjuk rasa dengan mendesak kejaksaan tinggi(Kejati) Maluku memproses sesegera sejumlah laporan dugaan korupsi di sana dengan indikasi keterlibatan Bupati.
Dugaan korupsi tersebut antara lain proyek tiga jembatan yakni Salas, Waimer dan Waining masing – masing Rp11 miliar, jembatan Balifar Rp12 miliar dan manipulasi data honorer di jajaran Pemkab SBT.
“Jadi laporan dugaan korupsi tersebut bukan dipetieskan sebagaimana kecurigaan maupun isu dikembangkan karena ada mekanisme yang harus dilalui sesuai KHUP,” tegas Kajati.
Aliansi Peduli SBT yang dikoordinir Abas Rumakway mendesak Kajati Maluku agar segera memproses Bupati guna mengantisipasi kerugian negara bertambah besar.
“Jangan mengulur waktu karena laporan telah disampaikan beberapa waktu lalu sehingga perlu ditindaklanjuti agar tidak menimbulkan keresahan masyarakat SBT terhadap ulah Bupati bersama kroni – kroninya,” ujarnya.
Aliansi Peduli SBT juga melaporkan dugaan kasus korupsi ke POlda Maluku terkait penggunaan gelar Magister Managemen Pemerintahan (MMP) ilegal oleh Abdullah Vanath dari Universitas Teknologi Surabaya (UTS).
Begitu pun dugaan gratifikasi atau penyuapan kasus pembangunan Bandara Kufar yang dicairkan tahap I pada APBNP 2008 senilai Rp20 miliar, APBN 2009 Rp70 miliar, APBN 2010 Rp50 miliar digratifikasi Rp3,5 miliar dan APBN 3011 sebesar Rp4,8 miliar dikembalikan ke kas negara.
Praktek dugaan korupsi juga di proyek infrastruktur kecamatan Kilmuri yang dianggarkan dalam APBNP tahun anggaran 2011 senilai Rp4,5 miliar dan proyek fiktif pasar Geser melalui APBN SBT tahun anggaran 2011.
Selain itu, dugaan mark up dalam proyek pembangunan gedung DPRD SBT senilai Rp14 miliar serta pengadaan barang maupun jasa yang tidak sesuai ketentuan perundang – undangan. (ant/tm)