Ambon, Tribun-Maluku.com : Pihak Kejaksaan tinggi (Kejati) Maluku mengisyaratkan, tersangka kasus dugaan korupsi proyek dana keserasian di Dinas Sosial Maluku tahun anggaran 2006 senilai Rp35,5 miliar, Andrias Intan, tidak kabur.
“Yang bersangkutan berdasarkan pengembangan penyidikan tidak mengindikasikan kemungkinan kabur dan sebaliknya kooperatif memenuhi panggilan jaksa untuk diperiksa,” kata Kepala Seksi Penerangan, Hukum dan Humas Kejati Maluku, Bobby Palapia, di Ambon, Sabtu (21/2).
Masyarakat, lanjutnya, hendaknya tidak mudah memvonis Andrias kemungkinan miliki niat kabur sehingga memberikan pernyataan yang terkesan menyudutkan tersangka.
“Kan sejak diproses kembali penyidikan kasus tersebut ternyata Andrias kooperatif sehingga jangan belum apa – apa sudah khawatir bersangkutan kemungkinan bisa saja kabur,” ujar Bobby.
Dia menghargai, kekhawatiran Andrias kabur, menyusul pimpinan Koperasi Pondok pesantren Khoirul Ummah, Kabupaten Maluku Tengah, Syahroni Syafli kabur sehingga kini dinyatakan buron.
“Kami menghaturkan terima kasih kepada pandangan masyarakat. Hanya, tolong dipilah – pilah tersangka sehingga jangan keburu menyudutkan mereka sebagaimana kekhawatiran kemungkinan kaburnya Andrias,” ujarnya.
Dia juga belum bisa memastikan, Andrias dalam pengembangan penyidikan nantinya ditahan atau tidak.
“Ada mekanismenya dan tergantung hasil pengembangan penyidikan yang saat ini intensif jaksa melakukan pemeriksaan, baik terhadap tersangka maupun saksi,” katanya.
Andrias saat ini masih diperiksa oleh tim penyidik dalam kapasitasnya sebagai Direktur PT Beringin Dua yang menangani proyek keserasian di Kabupaten Maluku Tengah.
Andrias alias Kim Fui, kebagian menyalurkan bantuan kepada 175 kepala keluarga (KK) di Kabupaten Maluku Tengah dengan alokasi anggarannya Rp700 juta lebih, namun pekerjaannya amburadul.
“Tersangka diperiksa setelah tim penyidik menghimpun data dari sejumlah saksi,” ujarnya.
Disinggung dua tersangka lainnya, dia menjelaskan, pasti menjalani pemeriksaan sebagaimana Andrias.
“Tidak ada praktek ‘pilih kasih atau tebang pilih’ terhadap siapa pun yang diduga melakukan kasus korupsi sehingga tetap diproses hukum,” ucapnya.
Tiga tersangka lainnya adalah Direktur CV Riayaya Thobyhend Sahureka, Ny Ongels Elisabeth dari CV Trijaya Lestari dan pimpinan Koperasi Pondok pesantren Khoirul Ummah, Syahroni Syafli.
Direktur CV Riayaya, Thobyhend yang juga mantan anggota DPRD Maluku ini mendapat jatah untuk menyalurkan bantuan sapi bagi 175 KK di Kecamatan Tehoru, namun tidak ada bantuan yang diberikan dan anggaran dicairkan 100 persen.
Sedangkan Ongels yang merupakan kuasa dari Direktur CV Trijaya Lestari Rentje Busouw untuk melaksanakan proyek dana keserasian.
Bersangkutan mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp1,40 miliar yang diperuntukkan bagi 351 KK antara lain di Desa Rumah Tiga, Desa Wayame, Desa Hunuth dan Desa Nania, Kecamatan Teluk Ambon Baguala serta Gunung Malintang, Kecamatan Sirimau.
Thobyhend Sahureka, Andrias Intan, dan Ny. Ongels Elisabeth dijerat saat Kajati Maluku, Soedibyo. Namun, bersangkutan keburu pindah dan penanganan kasusnya terhambat.
Tersangka Syahroni Syafli dalam kapasitasnya sebagai pimpinan Koperasi Pondok pesantren Khoirul Ummah, Kabupaten Maluku Tengah, kini masih buron.
Bobby mengimbau masyarakat maupun mereka yang mengetahui realisasi proyek itu di Kota Ambon dan Kabupaten Maluku Tengah terindikasi bermasalah silahkan melaporkannya ke Kejati Maluku. Apalagi, didukung bukti akurat.
“Jangan ragu melaporkan karena identitas pelapor terjamin kerahasiaannya dan itu mendukung upaya pemberantasan Maluku di Maluku,” ujarnya.
Kasus dana keserasian di Maluku pada 2006 ini juga telah diputus Mahkamah Agung (MA) terhadap mantan Kadis Sosial setempat, Venno Tahalele dengan empat tahun penjara pada Desember 2011. Terpidana sedang menjalani hukuman di Lapas Sukamiskin, Jawa Barat.
Mantan Kadis Sosial Maluku itu divonis hukuman tiga tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Ambon 9 Februari 2012.
Staf Dinas Sosial Maluku yang telah bebas menjalani hukuman penjara dari kasus proyek tersebut antara lain mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) almarhum Jessy Paays, bendahara proyek, Anna Wairatta dan Jakomina Patty.
Jaksa juga menyeret Yohanis Fransiskus (pendamping desa Poka), pendamping desa Wayame, Abdul Rahman Marasabessy dan pendamping Desa Batu Merah/STAIN Abdul Syukur Kaliki.
Dana keserasian tersebut berjumlah Rp35,5 miliar lebih itu dari pemerintah pusat seharusnya tiap keluarga/kelompok usaha mendapatkan bantuan Rp4 juta. Tetapi, atas kebijakan Venno hanya diberikan masing-masing Rp1,3 juta – Rp1,8 juta setiap orang atau kelompok penerima bantuan.(ant/tm)