Oleh : Rio Erlangga Salamor
( Statistisi Terampil BPS Kabupaten Kepulauan Aru )
Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis angka kemiskinan Kabupaten Kepulauan Aru Tahun 2024. Angka tersebut tak jarang menjadi perbincangan utama banyak pihak. Hal ini menunjukkan bahwa masalah kemiskinan masih merupakan persoalan mendasar yang dihadapi oleh daerah manapun. BPS mencatatkan jumlah penduduk miskin di Kabupaten Kepulauan Aru Tahun 2024 sebanyak 22,45 ribu jiwa (23, 39 persen). Pertanyaannya kemudian adalah dari manakah angka 22,45 ribu jiwa itu berasal?
Definisi dan Konsep Kemiskinan
Secara umum, kemiskinan merupakan kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak – hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Konsep yang dipakai BPS dan juga beberapa negara lain adalah kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach), sehingga kemiskinan merupakan kondisi ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan (diukur dari sisi pengeluaran).
Dalam mengukur kemiskinan sendiri terdapat berbagai pendekatan baik secara kuantitaif (digambarkan melalui standar pemenuhan kebutuhan pokok ataupun melalui distribusi pendapatan penduduk) maupun secara kualitatif (Opini individu terhadap kondisi kehidupannya; variabel-variabel individu, rumah tangga ataupun pendekatan partisipatif lainnya).
Pengukuran Kemiskinan oleh BPS
Penghitungan kemiskinan oleh BPS sendiri sudah dilakukan sejak tahun 1984. Mulai dari Tahun 1998, BPS kemudian menyempurnakan metodologinya yakni dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dimana kemiskinan secara absolut dilihat melalui ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.
Pendekatan ini digunakan karena selain dapat mendefinisikan kemiskinan menjadi lebih aplikatif, pendekatan ini juga measurable (terukur), pengukuran dilakukan secara objektif dan data dapat dihimpun antar waktu serta adanya korelasi kuat dengan variabel kemiskinan lainnya. Melalui pendekatan ini dapat dihasilkan indikator kemiskinan makro yaitu jumlah dan persentase penduduk miskin, perkembangan antar waktu serta tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan.
Dalam pendekatan kebutuhan dasar, seseorang atau sekelompok orang di suatu wilayah dikatakan miskin apabila tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non makanan (Perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan) yang paling minimal di wilayah tersebut. Kebutuhan dasar untuk makanan dilihat melalui terpenuhinya konsumsi kalori paling minimal yakni sebesar 2100 kkal per kapita dalam sehari.
Sedangkan kebutuhan dasar bukan makanan melalui pemenuhan kebutuhan minimum untuk komoditas sandang, perumahan, kesehatan, dan pendidikan di wilayah tersebut.
Baik kebutuhan dasar makanan dan non makanan kemudian dikonversikan menjadi batas minimal pengeluaran konsumsi dalam nilai rupiah atau dikenal dengan Garis Kemiskinan (GK). Garis kemiskinan dibangun dari komponen Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM).
Lalu bagaimana BPS mendapatkan nilai konsumsi makanan dan bukan makanan penduduk Kabupaten Kepulauan Aru? BPS memotret kondisi sosial dan ekonomi rumah tangga melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). Susenas menghimpun keterangan konsumsi makanan yang meliputi makanan, minuman, dan tembakau yang dikonsumsi rumah tangga selama seminggu terakhir, sedangkan keterangan mengenai komoditas non makanan dihimpunkan dalam rentang waktu sebulan dan setahun terakhir.
Persentase Penduduk Miskin di Kabupaten Kepulauan Aru
Berdasarkan hasil diseminasi Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Maret 2024, garis kemiskinan (poverty line) di Kabupaten Kepulauan Aru sebesar Rp. 664.112. Artinya, 22,45 ribu (23,39 persen) jiwa penduduk miskin tersebut adalah mereka yang rata-rata pengeluaran per kapitanya untuk makanan dan bukan makanan dalam sebulannya tidak lebih dari Rp.664.112.
Dari sisi persentase selama sepuluh tahun terakhir (2014-2024), tingkat kemiskinan di Kabupaten Kepulauan Aru menunjukkan tren yang cukup fluktuatif, secara umum menunjukkan tren menurun baik dari sisi jumlah maupun persentasenya. Secara absolut, dalam sepuluh tahun terakhir (2014-2024) jumlah penduduk miskin Tahun 2014 sebanyak 23,8 ribu jiwa turun menjadi 22,45 ribu jiwa, dan persentase kemiskinan pada 2014 sebesar 26,33 persen turun menjadi 23,39 persen di Tahun 2024. Dan untuk setahun terakhir, jumlah penduduk miskin mengalami penurunan di Tahun 2024 dibandingkan dengan tahun sebelumnya yakni dari 23,13 ribu jiwa menjadi 22,45 ribu jiwa. Secara persentase angka kemiskinan di Tahun 2023 sebesar 24,21 persen turun menjadi 23,39 persen di Tahun 2024.
Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan di Kabupaten Kepulauan Aru
Selain jumlah dan persentase penduduk miskin, indikator penting lainnya yang menggambarkan kemiskinan secara makro adalah tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Indeks kedalaman kemiskinan menggambarkan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks menunjukan kehidupan ekonomi penduduk miskin semakin terpuruk. Sedangkan indeks keparahan kemiskinan menunjukan penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks ini, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin. (Badan Pusat Statistik).
Pada Tahun 2023-2024, indeks kedalaman dan indeks keparahan kemiskinan Kabupaten Kepulauan Aru mengalami perubahan. Indeks kedalaman kemiskinan pada Tahun 2023 sebesar 4,33 naik menjadi 4,56 di Tahun 2024. Hal ini menunjukkan bahwa kesenjangan pengeluaran antar penduduk miskin terhadap garis kemiskinan semakin menjauh (semakin buruk). Sementara indeks keparahan kemiskinan Kabupaten Kepulauan Aru Tahun 2024 sebesar 1,23 turun jika dibandingkan tahun sebelumnya yakni 1,26. Artinya penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin tidak terlalu berbeda jauh.
Kebijakan dan Harapan Pengentasan Kemiskinan
Angka kemiskinan yang telah dirilis oleh Badan Pusat Statistik tersebut perlu direfleksikan dengan pemahaman bahwa di balik setiap angka terdapat cerita yang lebih dalam tentang kehidupan masyarakat di Kabupaten Kepulauan Aru. Angka 22,45 ribu jiwa bukan hanya sekedar angka, melainkan representasi dari tantangan sehari-hari yang dihadapi oleh banyak keluarga. Oleh karena itu, penanganan kemiskinan harus dilakukan dengan pendekatan yang lebih komprehensif, melibatkan masyarakat, dan mengedepankan transparansi dalam pengambilan kebijakan.
Kebijakan yang tepat diperlukan untuk mengatasi kemiskinan yakni kebijakan yang mendorong penurunan beban pengeluaran dan peningkatan kemampuan pendapatan, dan diperlukan juga kebijakan yang menyentuh pada layanan dasar seperti akses pendidikan dan kesehatan yang baik, konektivitas antar wilayah (antar desa, antar pulau), pengembangan infrastruktur yang sesuai kondisi wilayah, serta penyediaan program perlindungan sosial yang kuat dan tepat sasaran. Hal ini sejalan dengan teori yang diungkapkan oleh Amartya Sen, seorang ekonom dan penerima nobel, yang menekankan bahwa pengukuran kemiskinan harus melibatkan dimensi yang lebih luas daripada sektor pendapatan, termasuk akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan layanan dasar lainnya.
Dengan langkah-langkah nyata dan kebijakan yang tepat, diharapkan Kabupaten Kepulauan Aru dapat mengurangi angka kemiskinan secara signifikan, sehingga kesejahteraan masyarakat dapat tercapai.