Jakarta. Tribun Maluku : Suara lantang terdengar dari ruang rapat Komisi V DPR RI. Anggota Fraksi PKS, Saadiah Uluputty, menuding regulasi desa di kawasan hutan justru menjerat rakyat kecil ke dalam kemiskinan struktural.
Menurut Saadiah, melalui rilis pers Minggu (28/09/2025) aturan yang saling tumpang tindih antara kementerian membuat nasib jutaan keluarga desa adat terkatung-katung. Ia mengungkap, data Kementerian Kehutanan mencatat 25.863 desa berada di kawasan hutan dengan 9,2 juta rumah tangga terdampak. Namun angka itu berbeda dengan data Kementerian Desa.
“Apakah data Kementerian Desa sama dengan data Kementerian Kehutanan? Ini menyangkut nasib desa-desa yang selama ini justru menjadi korban regulasi,” tegas Saadiah, Selasa (16/9), di Kompleks Parlemen.
Politisi asal Maluku itu mencontohkan kasus nyata di daerahnya. Warga adat ditangkap hanya karena menebang pohon warisan leluhur, sementara perusahaan berizin konsesi bebas mengeruk hutan besar-besaran.
“Kita ingin tegakkan regulasi, tapi jangan sampai UU Kehutanan dan UU Konservasi justru menabrak hak konstitusi rakyat. Pasal 33 UUD 1945 jelas: negara wajib menjamin kesejahteraan rakyat,” seru Saadiah dengan nada tinggi.
Ia juga menyinggung penderitaan ekonomi desa-desa penghasil damar di Kecamatan Inamosul, Maluku. Harga jual damar Rp1,7 juta per karung, tapi ongkos transportasi untuk membawanya bisa tembus Rp2 juta karena infrastruktur jalan tak memadai.
“Bagaimana mereka bisa sejahtera kalau hasil produksinya malah nombok? Inilah bentuk kemiskinan struktural yang harus segera diatasi,” ujarnya.
Saadiah menuntut pemerintah serius membenahi persoalan ini, termasuk memperjelas status hutan adat yang selama ini masih dimasukkan ke dalam hutan negara.