Ambon, Tribun Maluku. Fitoplankton dinilai sebagai indikator utama produktivitas perairan laut dan memiliki peran penting dalam menjaga keberlanjutan usaha perikanan, terutama di wilayah kepulauan seperti Maluku.
Hal ini disampaikan oleh Prof. Ir. Irma Kesaulya, M.Sc., Ph.D., dalam pidato pengukuhan sebagai Guru Besar pada Kamis (22/5/2025) di Ambon.
Menurut Prof. Irma, fenologi dan struktur ukuran fitoplankton sangat memengaruhi kelangsungan hidup dan rekruitmen organisme pada tingkat trofik yang lebih tinggi, serta berperan dalam kestabilan jaringan makanan dan siklus biogeokimia di laut.
“Kehadiran sel fitoplankton berukuran besar sangat mendukung rantai makanan laut yang pada akhirnya meningkatkan hasil perikanan,” ujarnya.
Dalam konteks perubahan iklim global, pemantauan fitoplankton menjadi krusial. Teknologi penginderaan jauh kini memungkinkan pengamatan sebaran spasial biomasa fitoplankton melalui pengukuran konsentrasi klorofil-a (chl-a), yang merepresentasikan hingga 90% produktivitas laut. Wilayah dengan produktivitas primer yang tinggi terbukti menjadi lokasi utama bagi konsentrasi biomasa ikan.
“Untuk Maluku, di mana perikanan menjadi tumpuan ekonomi masyarakat, menjaga kesuburan laut dan kestabilan rantai makanan dari dasar seperti fitoplankton adalah hal yang tidak bisa ditawar,” tambahnya.
Lebih lanjut, Prof. Irma mengingatkan bahwa perubahan suhu laut akibat pemanasan global dapat memengaruhi efisiensi transfer energi dalam rantai makanan. Jika efisiensi menurun, hasil tangkapan ikan pun dapat terpengaruh.
Oleh karena itu, menjaga populasi fitoplankton menjadi langkah penting untuk ketahanan sektor perikanan.
Sebagai rekomendasi kebijakan, Prof. Irma menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat pesisir. Edukasi masyarakat tentang bahaya fenomena blooming fitoplankton, yang ditandai dengan perubahan warna air laut, harus ditingkatkan.
“Masyarakat perlu dilibatkan dalam proses monitoring sebagai bentuk partisipasi aktif dalam menjaga ekosistem laut,” tuturnya.
Ia juga mendorong penggunaan Indeks Kesehatan Laut (IKLI) sebagai bagian dari upaya monitoring kondisi perairan.
“Sayangnya, data IKLI di Maluku masih sangat terbatas. Kajian baru dilakukan di Teluk Ambon dan Teluk Baguala, dan hasilnya menunjukkan nilai yang rendah,” jelas Prof. Irma.
Ia berharap perluasan kajian IKLI di seluruh perairan Maluku dapat mendukung akses hasil perikanan ke pasar domestik maupun internasional.
Upaya-upaya ini, menurutnya, sejalan dengan tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dan sangat relevan untuk masa depan Maluku sebagai daerah kepulauan yang menggantungkan hidup pada laut.






