Ambon, Tribun-Maluku.com : Kanwil Hukum dan HAM Maluku mengaku belum menerima laporan adanya dugaan seorang narapidana kasus narkoba bernama Marines Tahapary masih melakukan transaksi penjualan narkoba golongan satu jenis sabu-sabu dari dalam lembaga pemasyarakatan.
“Yang jelas seorang napi di LP atau tahanan yang masuk rutan tidak diperbolehkan membawa telepon genggam karena itu melanggar aturan,” kata Kakanwil Kumham Maluku, Priyadi di Ambon, Selasa (6/2).
Terungkapnya kasus napi penghuni Lapas Ambon melakukan transaksi narkoba ketika dilakukan pemeriksaan terhadap Petra Tahapary, terdakwa perantara penjual satu paket sabu-sabu dalam persidangan di Kantor Pengadilan Negeri Ambon.
Petra yang ditangkap polisi pada 18 Juli 2017 lalu mengaku telah menghubungi napi tersebut di LP Kelas II A Ambon karena ada calon pembeli bernama Romi.
Marines yang sementara menjalani hukuman penjara selama 5 tahun 10 bulan ini menyuruh terdakwa mentransfer uang Rp1,5 juta ke rekening Lidya Tahapary yang merupakan isteri dari Marines.
Sedangkan sabu-sabu yang dibeli nantinya akan dibawa orang suruhan Gerits Tomatala.
“Membawa masuk HP ke rutan dan lapas itu dilarang, kalau fakta persidangan saya kan tidak ikut sidang jadi saya tidak tahu, tetapi itu merupakan sebuah pelanggaran,” tandasnya.
Kakanwil juga meminta persoalan ini dikonfirmasi langsung kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan Ambon.
“Kalau memang di Lapas maka tolong telepon Kepala Lapasnya karena posisi ini saya tidak tahu dan memang belum mendapat laporan. Jadi langsung ke sana jangan sampai saya salah menjawab, kecuali sudah ada data. Namun yang jelas tidak boleh membawa HP dan itu memang dilarang,” terangnya.
“Soal sanksi tegas kepada Kalapas dan staf tidak ketat menjaga tahanan, kita harus mengecek terlebih dahulu kebenaran informasinya, tetapi kalau misalnya ada yang melanggar tentu ada sanksi,” katanya lagi.
Terkait keterangan polisi sebagai saksi di persidangan bahwa Marines di dalam Lapas, Kanwil Kemenkum HAM Maluku akan melakukan pengecekan dan koordinasi dengan Polri agar tidak terjadi komunikasi yang putus atau salah. (an/tm)