Konsep Tingkat Pengangguran Alamiah (Natural Rate of Unemployment) sudah banyak diulas secara lengkap oleh para ahli ilmu ekonomi.
Konsep Tingkat Pengangguran Alamiah dapat diartikan sebagai tingkat pengangguran pada titik terendah sebagai akibat kestabilan (steady state) perekonomian yang mampu menyerap tenaga kerja secara penuh (full employment).
Akan tetapi, sampai sejauh ini belum ada bukti empirik atau kesepakatan bersama terkait tingkat pengangguran alamiah pada nilai angka tertentu, lantaran dipengaruhi oleh situasi dan kondisi dari masing-masing negara atau wilayah.
Beberapa Negara Maju secara tren mampu mempertahankan tingkat pengangguran dikisaran sangat rendah (2-3 persen).
Singapura tercatat tingkat pengangguran yang dirilis Maret 2022 hanya sebesar 2,2 persen; Jepang sebesar 2,6 persen (dirilis Maret 2022); Korea Selatan sebesar 2,7 persen (dirilis April 2022); Amerika Serikat sebesar 3,6 persen (dirilis April 2022).
Sedangkan negara berkembang umumnya angka pengangguran berkisar antara 5-7 persen. Dari data tercatat tingkat pengangguran India sebesar 7,8 persen (dirilis April 2022); Arab Saudi sebesar 6,9 persen (dirilis Desember 2021); Filipina sebesar 5,8 persen (dirilis Maret 2022); dan tingkat pengangguran Argentina sebesar 7 persen (dirilis Desember 2021).
Data hasil rilis dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tanggal 9 Mei 2022, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Indonesia pada kondisi Februari 2022 adalah sebesar 5,83 persen.
Jumlah Pengangguran di Indonsia masih cukup tinggi yaitu sebesar 8,4 juta orang dari 144,01 juta angkatan kerja. Akan tetapi jumlah ini mengalami penurunan 0,35 juta orang yang menganggur jika dibandingkan dengan kondisi Februari 2021 dimana terdapat 8,75 juta orang.
Konsep Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) merupakan konsep yang dipakai BPS untuk menjelaskan persentase jumlah pengangguran terhadap angkatan kerja.
Sedangkan yang dimaksudkan dengan pengangguran terbuka berdasarkan “an ILO Manual Concepts and Methods” terdiri 4 hal antara lain: (1) Mereka yang tidak mempunyai pekerjaan dan mencari pekerjaan, (2) Mereka yang tidak mempunyai pekerjaan dan mempersiapkan usaha, (3) Mereka yang tidak mempunyai pekerjaan dan tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan perkejaan, dan (4) Mereka yang mempunyai pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.
Dari angka TPT Indonesia terlihat bahwa secara tren, Indonesia sebenarnya telah mengarah pada tingkat pengangguran alamiah yaitu angka tingkat pengangguran negara maju pada kisaran 5-7 persen.
Meskipun pada tahun 2019 sebelum Pandemi Covid-19 yaitu pada Februari 2020 angka TPT di Indonesia sudah mencapai 4,94 persen.
Jika kita lihat lebih khusus di Provinsi Maluku, hasil Rilis Badan Pusat Statistik pada tanggal 9 Mei 2022 menunjukkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Maluku adalah sebesar 6,44 persen.
Jumlah pengangguran pada kondisi Februari 2022 berjumlah 56,4 ribu orang dari 876,8 ribu angkatan kerja di Provinsi Maluku.
Angka TPT mengalami penurunan jika dibandingkan dengan kondisi Februari 2021 yaitu 6,73 persen. Meskipun TPT mengalami penurunan akan tetapi, Jumlah Pengangguran mengalami peningkatan 0,13 ribu orang.
Selama tren 10 tahun terakhir pada kondisi Februari, mulai dari Feburuari 2013 sampai dengan Februari 2022 angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi Maluku berada pada kisaran 6,44 persen sampai dengan 7,77 persen.
Sedangkan untuk rata-rata TPT Provinsi Maluku selama 10 tahun terakhir berada pada kisaran 6,86 persen.
Dari kondisi tersebut terlihat Provinsi Maluku masih terjebak tingkat pengangguran alamiah, dimana kisaran tingkat pengangguran antara 6-7 persen.
Jika dilihat pada kondisi pemulihan Ekonomi Provinsi Maluku, yang tampak sudah membaik pada tahun 2022 dan dikaitkan pada TPT Provinsi Maluku yang mengarah pada tingkat alamiah, maka akan muncul pertanyaan. Apakah memang kondisi ketenagakerjaan telah mengalami perbaikan ?
Laju pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Pengangguran memiliki hubungan yang bertolak belakang. Dalam Teori Ekonomi dikenal dengan nama Hukum Okun (Okun’s Law), yaitu hukum yang dikenalkan Artur Okun (1962) untuk menguji secara empiris hubungan antara pengangguran dengan pertumbuhan ekonomi.
Hukum Okun menyatakan adanya hubungan negatif yang linier antara pengangguran dan pertumbuhan ekonomi.
Dari data terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi selama triwulan I 2022 mengalami pertumbuhan sebesar 3,69 persen (year-on-year), dengan angka tingkat pengangguran terbuka Februari 2022 yang mengalami penurunan menjadi 6,44 persen.
Hal ini dapat mencerminkan bahwa pertumbuhan ekonomi akan sangat berpengaruh dalam penurunan angka pengangguran atau sebaliknya, semakin tinggi penyerapan tenaga kerja akan menjadi pendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Maluku.
Namun, kondisi keadaan ketenagakerjaan belum sepenuhnya megalami perbaikan. Jika dilihat lebih jauh pada indikator ketenagakerjaan lainnya, masih belum menunjukkan pergerakan yang signifikan.
Tingkat Pengangguran Terbuka pada wilayah perkotaan di Provinsi Maluku mengalami penurunan jika dibandingkan dengan kondisi Agustus 2021, akan tetapi kondisi ini cenderung mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan kondisi Februari 2021.
Disisi lain, Tenaga kerja pada sektor informal persentasenya cenderung mengalami penurunan. Pada kondisi Februari 2022 persentase Pekerja Informal sebesar 63,74 persen dan angka ini mengalami penurunan dari 67,23 persen pada kondisi Februari 2021.
Sejalan dengan hal ini, Persentase penyerapan tenaga kerja pada lapangan usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan mengalami penurunan dari 34,22 persen pada Februari 2021 menjadi 30,22 persen pada Februari 2022.
Sektor informal memang menjadi penolong di masa sulit dalam kondisi pandemi Covid-19. Hal ini dikarenakan mampu menyerap tenaga kerja yang sangat besar di Provinsi Maluku.
Akan tetapi, dalam Jangka Menengah dan Panjang perlu dorongan Pemerintah dan swasta untuk naik kelas.
Sehingga perlunya berbagai strategi dari Pemerintah Daerah untuk mempercepat penurunan tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Maluku.
Salah satunya, Perlunya dorongan Pemerintah Daerah dalam mengembangkan usaha mikro kecil dan mengengah (UMKM) yang berbasis kearifan lokal di Provinsi Maluku sehingga dapat menyerap banyak tenaga kerja.
Bukan hanya pengembangan, Pemerintah Daerah perlu membina UMKM dalam proses kemasan dan pemasaran, sehingga produk UMKM Maluku dapat bersaing di pasaran.
Selain itu, perlunya dukungan Pemerintah Daerah dalam meningkatkan ketrampilan tenaga kerja melalui pelatihan bersertifikasi nasional maupun internasional. Sejalan dengan hal tersebut perlu adanya pusat-pusat latihan kerja di berbagai Kabupaten/Kota.
Selanjutnya, yang tidak kala penting adalah kegiatan investasi dan dorongan Pemerintah Daerah dalam mendirikan industri-indutri baru terutama yang bersifat Padat Karya, sehingga dapat menyerap banyak tenaga kerja yang ada di Provinsi Maluku.
Oleh : Jefri Tipka, S.Si, M.Si; Statistisi Ahli Muda BPS Provinsi Maluku.