Saumlaki, Tribun-Maluku.com, – Teguran sederhana tentang buang air kecil di tempat tidak semestinya berujung pada insiden kekerasan dan laporan polisi di Saumlaki, mengungkap dinamika kompleks hubungan TNI-masyarakat. Peristiwa yang terjadi antara keluarga anggota TNI dan warga lokal ini kini memasuki proses hukum setelah mediasi adat menemui jalan buntu .
Berdasarkan keterangan Sertu M. Samangun, Danru Provos Kodim 1507/Saumlaki, insiden bermula Jumat (29/8/2025) pukul 16.10 WIT. Istrinya dan Petronela Taborat melihat Sainly Titirloloby dalam keadaan mabuk sedang buang air kecil di samping pagar jalan masuk rumah mereka di Desa Sifnana.
Saat istri Sertu M. Samangun menegur Sainly, ia diduga merespons dengan kata-kata kasar dan secara tidak senonoh menaikkan celananya di hadapan kedua perempuan tersebut. Lebih lanjut, Sainly juga diduga memukul bibir istri Sertu M. Samangun. Melihat hal itu, Petronela Taborat spontan memukul Sainly menggunakan helm di bagian kepala dan wajah.
Petronela kemudian memanggil Sertu M. Samangun yang ada di dalam rumah. Begitu keluar dan melihat kejadian tersebut, Sertu M. Samangun mengaku spontan melakukan tamparan terhadap Sainly.
Sementara itu, Sainly Titirloloby menyampaikan versi berbeda. Ia mengaku sedang berada di tempat kos seorang rekan wanitanya. Saat buang air kecil di samping tempat kos, ia ditegur oleh istri Sertu M. Samangun.
Sainly merespons dengan mengatakan, “Barang ini Kamong pu tanah?” (Memangnya ini tanah kamu?). Setelahnya, istri Sertu M. Samangun dan saudari Petronela Taborat terlibat adu mulut, dan menurut Sainly, istri Sertu M. Samangun lah yang pertama kali memukul wajahnya, disusul oleh Petronela Taborat yang memukulnya dengan helm. Baru setelah itu, Sertu M. Samangun datang dan melakukan pemukulan terhadap Sainly.
Proses Mediasi dan Jalan Buntu
Kejadian ini disaksikan oleh anggota Polres Kepulauan Tanimbar, Ipda Samsul Bahri, yang kemudian mengamankan Sainly ke SPKT Polres. Pada hari yang sama, sekitar pukul 16.45 WIT, masalah ini awalnya coba diselesaikan secara kekeluargaan di polres dan dilanjutkan dengan penyelesaian adat pada pukul 21.30 WIT.
Dalam proses adat itu, keluarga Sainly diwakili oleh pamannya, Anders Luturyali, yang menyepakati penyelesaian dengan pemberian uang pengobatan. Namun, ketika ayah kandung Sainly, Jhon Titirloloby, kembali ke daerahnya, ia menolak kesepakatan tersebut. Jhon menuntut denda adat sebesar Rp. 50 juta dan mengancam akan menempuh jalur hukum jika tidak dipenuhi.
Upaya mediasi kembali dilakukan di Makodim 1507/Saumlaki pada 30 Agustus 2025 pukul 14.15 WIT. Namun, mediasi ini gagal. Pihak Jhon Titirloloby meninggalkan tempat tanpa ada kesepakatan.
Hingga berita ini diturunkan, kedua belah pihak telah mengambil langkah hukum: Pihak Sertu M. Samangun bersama istri telah secara resmi melaporkan Sainly Titirloloby ke Polres Kepulauan Tanimbar atas dugaan pemukulan terhadap istrinya.
Pihak Keluarga Sainly telah mendatangi Makodim untuk melaporkan Sertu M. Samangun, namun belum membuat laporan resmi tertulis ke Subdenpom XV/2-3 Saumlaki (badan penyidik militer) terkait penganiayaan yang dialami Sainly. Mereka hanya menyampaikan laporan lisan.
Pihak Kodim 1507/Saumlaki telah mengamankan Sertu M. Samangun untuk dimintai keterangan awal dan mendampingi proses mediasi. Mereka menyatakan komitmen untuk menyelesaikan masalah ini sesuai prosedur yang berlaku, baik secara hukum maupun kekeluargaan.






