Banyak wilayah dihadapkan pada permasalahan kemiskinan, tak terkecuali Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) Provinsi Maluku. Pemerintah terus berupaya mengatasi persoalan ini, keseriusan dan komitmen tersebut ditunjukan dengan masuknya pengurangan kemiskinan sebagai salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan.
Upaya penanggulangan kemiskinan menjadi salah satu prioritas daerah, hal ini tertuang dalam dokumen perencanaan pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) SBT.
Garis Kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku
Dalam mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan pemenuhan kebutuhan dasar (basic needs approach).
Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur menurut garis kemiskinan.
Penduduk dikatakan miskin apabila memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. (Badan Pusat Statistik).
Pada Maret 2023, garis kemiskinan Provinsi Maluku sebesar Rp.684.020 per kapita per bulan.
Sedangkan pada tingkat Kabupaten/Kota, Kabupaten Buru Selatan menjadi daerah dengan garis kemiskinan tertinggi sebesar Rp.743.721 diikuti Kota Tual Rp.722.498 dan Kota Ambon Rp.716.560 per kapita per bulan. Garis kemiskinan ketiga wilayah ini lebih tinggi dari rata-rata garis kemiskinan Provinsi Maluku.
Sementara itu, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) dan Seram Bagian Barat (SBB) menjadi kabupaten dengan garis kemiskinan terendah yaitu masing-masing Rp.458.176 dan Rp.486.747 per kapita per bulan.
Hal ini menggambarkan, jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok makan dan non makanan penduduk di wilayah tersebut untuk menentukan seseorang miskin atau tidak.
Kemiskinan 11 Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku
Pada tahun 2023 secara absolut, penduduk miskin di Maluku berjumlah 301,61 ribu jiwa yang tersebar pada 11 Kabupaten/Kota.
Diantaranya Kabupaten Kepulauan Tanimbar sebanyak 27,64 ribu penduduk, Maluku Tenggara 22,02 ribu penduduk, Maluku Tengah 67,22 ribu penduduk, Buru 25,19 ribu penduduk, Kepulauan Aru 23,13 ribu penduduk, Seram Bagian Barat 38,87 ribu penduduk, Seram Bagian Timur 24,26 ribu penduduk, Maluku Barat Daya 21,23 ribu penduduk, Kabupaten Buru Selatan 9,77 ribu penduduk, Kota Ambon 25,87 ribu penduduk dan Kota Tual 16,41 ribu penduduk miskin (Provinsi Maluku dalam Angka 2023).
Dari sisi persentase penduduk miskin berdasarkan wilayah, sebagian besar penduduk miskin di Maluku terkonsentrasi di Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) sebesar 28,78 persen, di ikuti Kepulauan Tanimbar 24,47 persen, Kepulauan Aru 24,21 persen, Seram Bagian Barat 22,39 persen, Maluku Tenggara 21,79 persen, Seram Bagian Timur 21,08 persen, Kota Tual 20,68 persen, Kabupaten Maluku Tengah 18,84 persen, Buru 16,53 persen, Buru Selatan 15,28 persen dan terendah adalah Kota Ambon 5,25 persen.
Hal ini menunjukkan bahwa masalah kemiskinan merupakan permasalahan yang di hadapi oleh semua Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku.
Mengutip hasil analisis yang dilakukan oleh Kementerian PPN/Bappenas pada salah satu senarai terbitnya, bahwa pada wilayah timur Indonesia yang memiliki tingkat kemiskinan tinggi, karena aksesibilitas di wilayah ini cenderung sulit akibat dari kondisi topografi wilayah yang dipisahkan oleh pegunungan, lembah, ataupun tersebar di pulau-pulau kecil.
Kondisi keterisolasian ini pun menyebabkan terhambatnya mobilitas penduduk, distribusi barang dan jasa, hingga penyelenggaraan layanan dasar kepada masyarakat.
Persentase Penduduk Miskin di Kabupaten Seram Bagian Timur
Penduduk dikatakan miskin jika pengeluaran perkapita kurang dari garis kemiskinan. Berdasarkan data hasil desiminasi Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada tahun 2023, garis kemiskinan (poverty line) di SBT sebesar Rp.458.176.
Artinya, penduduk yang memiliki pengeluaran per kapita per bulan kurang dari garis kemiskinan ini dikatakan penduduk miskin.
Pada tahun 2023 jumlah penduduk miskin di daerah ini sebanyak 24,26 ribu jiwa (21,08 persen). Dari sisi persentase selama lima tahun terakhir (2019-2023), penduduk miskin daerah ini terus mengalami perubahan.
Pada tahun 2019 persentase penduduk miskin tercatat 23,13 persen kemudian turun pada tahun 2020 menjadi 23,04 persen dan pada tahun 2021 kembali tercatat sebesar 23,25 persen.
Pada tahun 2022 Kabupaten berjuluk Ita Wotu Nusa ini berhasil menurunan angka kemiskinan dengan sangat signifikan yaitu dari 23,25 persen di tahun 2021 menjadi 20,73 persen di tahun 2022.
Persentase penurunan ini menjadi yang terbesar (2,52 persen) sepanjang 10 tahun (2012-2021) terakhir. Sedangkan pada tahun 2023 persentase angka kemiskinan kembali tercatat sebesar 21,08 persen.
Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan di Kabupaten Seram Bagian Timur
Indeks kedalaman kemiskinan merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan.
Semakin tinggi nilai indeks maka semakin besar rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan atau dengan kata lain, semakin tinggi nilai indeks menunjukkan kehidupan ekonomi penduduk miskin semakin terpuruk.
Sedangkan indeks keparahan kemiskinan memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin.
Semakin tinggi nilai indeks ini, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin. (Badan Pusat Statistik).
Meskipun Pemerintah berhasil menurunkan angka kemiskinan di Seram Bagian Timur secara signifikan hingga 2,52 persen ditahun 2022, namun rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan dan rata-rata pengeluaran di antara penduduk miskin di tahun yang sama masih perlu diperhatikan.
Selama lima tahun terakhir indeks kedalaman kemiskinan tercatat 4,35 persen di tahun 2019 dan terus bergerak menjadi 3,29 persen di tahun 2023.
Demikian halnya dengan indeks keparahan kemiskinan yang tercatat 1,18 persen di tahun 2019 menjadi 0,78 persen di tahun 2023.
Kerangka Kebijakan yang Diperlukan
Jumlah penduduk Seram Bagian Timur yang hidup di bawah garis kemiskinan pada tahun 2023 sebanyak 24,2 ribu jiwa.
Jika diasumsikan target penurunan kemiskinan setiap tahun 500 jiwa, maka diperlukan waktu hingga lebih dari 40 tahun untuk jumlah penduduk miskin daerah ini turun menjadi 5 persen.
Sehingga diperlukan langkah-langkah khusus yang lebih progresif dan berkesinambungan mengingat rata-rata penurunan jumlah penduduk miskin selama lima tahun terakhir hanya berkisar pada 436 jiwa per tahun.
Strategi penurunan kemiskinan memerlukan kerangka kebijakan dan intervensi yang tepat.
Dalam berbagai dokumen kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah disebutkan bahwa, kerangka kebijakan penanggulangan kemiskinan yang telah ditetapkan saat ini membagi intervensi menjadi dua kelompok besar, yaitu Kebijakan dan program untuk menurunkan beban pengeluaran. serta Kebijakan dan program untuk meningkatkan kapasitas pendapatan. Kedua kebijakan ini dinilai saling melengkapi dalam upaya menurunan kemiskinan.
Selain dengan kedua kebijakan tersebut (menurunkan beban pengeluaran serta meningkatkan kapasitas pendapatan) penduduk miskin, maka diperlukan pula upaya lebih dari pemangku kepentingan di tingkat daerah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, menjaga stabilitas harga barang, meningkatkan pelayanan publik dan akses layanan dasar serta meningkatkan konektivitas antar wilayah.
Oleh: Muhammad Saleh Daeng Parany; Statistisi Muda Badan Pusat Statistik.